Keping 27

21 1 0
                                    

Arin dan Renata mengikuti Riko ke ruangannya. Saat sampai diruangan dokter yang masih terbilang muda itu, Arin dan Renata dipersilahkan untuk duduk. Suasana di sana masih sama seperti terakhir kali Arin mengujungi ruangan ini.

“Bagaimana keadaannya Riko?” tanya Arin. “Tapi sebelumnya, ini Mama Kiara” jelasnya lagi sebelum Dokter Riko menjawab. Dia menyalami mereka, kemudian menjelaskan keadaan Kiara.

Dokter Riko menjelaskan secara rinci tentang keadaan Kiara pada mereka. Sesekali dia mengetuk – ngetukan pulpennya ke atas meja. Arin serta ke dua orang tua Kiara hanya bisa mengangguk sesekali mendengarkan penjelasan Dokter Riko. Setelah semuanya dijelaskan mereka keluar dari sana.

“Mbak Arin, bisa kita bicara sebentar?”

Arin mengangguk kemudian mengikuti Renata. Mereka duduk di salah satu bangku yang terletak di kantin rumah sakit.

“Apa benar selama ini paru-paru Kiara...” Renata tak melanjutkan kata – katanya. Tapi Arin mengerti kemana arah pertanyaan itu.

“Iya”

Mendengar jawaban yang walau cuma satu kata itu membuat Renata benar – benar menyesal. Selama ini dia tak tau sama sekali. Andai saja dia tau, andai saja dia lebih peka dan perhatian sedikit saja pada Kiara seperti kata Virgo, Kiara tak akan menghadapi semua ini sendiri.

“Dari kapan?”

Arin menghela napas sejenak sebelum menceritakan. Dia juga tak tau dengan pasti dari kapan. Pertama tau tujuh tahun lalu setelah Renata dan Pras pergi, dia juga terkejut. Dia tak menyangka hal itu sama sekali. Bahkan kata dokter kejadian yang terjadi setelah Kiara sadar dari komanya itu bukanlah kejadian yang pertama kali.

“Mbak nggak tau pasti. Pertama kali mbak tau adalah saat dia koleps setelah sadar dari komanya. Dokter bilang keadaan paru-paru Kiara lebih buruk dibanding saat pemeriksaan setelah kecelakaan itu”

“Terus bagaimana keadaanya selama ini? Apa saja yang sudah saya lewatkan?”

Kali ini Renata memandang Arin dengan tatapan terluka. Mengetahui semua kenyataan ini menyakiti hatinya. Dia menyadari selama ini dia telah menyakiti Kiara.

“Keadaanya nggak terlalu buruk. Setelah menjalani pengobatan dengan rutin, paru-parunya nggak terlalu bermasalah lagi. Malah bisa dibilang baik-baik saja. Kejadian seperti ini juga nggak sering terjadi kecuali kalau dia kelelahan atau banyak pikiran. Dia juga bisa beraktivitas seperti remaja lainnya tapi nggak boleh terlalu capek. Sayangnya setelah kecelakan hampir setengah tahun lalu memang beberapa kali dia drop. Tapi menurut Riko ini bukan karena paru-parunya. Tapi karena Kiara masih trauma yang menyebabkan dia terganggu secara psikis”

“Kecelakaan? Kecelakaan apa?”

Arin menceritakan kronologi yang dia ketahui. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi. Bagaimana keadaan Kiara saat itu. Bahkan dia juga menceritakan trauma Kiara setelah kecelakaan itu.

Arin mengakhiri penjelasannya dengan perasaan sedikit lega. Setidaknya Renata sudah tau bagaimana kehidupan Kiara selama ini walau nggak banyak. Biarlah Kiara yang menceritakan sendiri kehidupannya nanti.

Mereka meninggalkan kantin dan menuju ruang rawat Kiara. Di sana mereka disambut oleh Virgo, Mich juga Kiana. Tatapan Virgo masih menunjukan kemarahan pada Om dan Tantenya itu. Arin melihat Kiara sebentar sebelum akhirnya  menarik Virgo keluar. Jelas saja Virgo tidak rela.

“Tapi Bunda”

“Ayo Virgo. Biarkan mereka disini”

Mau tak mau Virgo mengikuti langkah bundanya walau mendengus kesal. Mau apa lagi. Walau dia marah semarah marahnya, mereka tetap saja orang tua Kiara. Mich juga mengikuti keduanya keluar. Walau dia khawatir, dia tetap harus membiarkan Kiara bersama keluarganya.

Kini tinggalah Renata menunggui anaknya itu. Juga Kiana yang duduk di sisi kiri Kiara. Wajah Kiara terlihat pucat. Berbagai selang menempel ditubuhnya. Bahkan juga oksigen untuk membantunya bernapas. Monitor disisinya menunjukan detak jantung Kiara. Dada Kiara terlihat naik turun, tapi sepertinya terlihat berat. Renata menggenggam tangan anaknya itu erat. Dia mendekatkan wajahnya kemudian mencium kening Kiara. Dia mendekatkan tangan Kiara ke pipinya yang mulai dibanjiri oleh air mata. Sedangkan Kiana berdiri disamping mamanya sambil memperhatikan hal yang sama.

Setelah semua ini baru sekarang Renata merasa begitu bersalah selama hidupnya. Ternyata selama ini mereka telah bersikap egois terhadap Kiara. Mereka juga tau apa yang mereka lakukan saat ini tak akan pernah menebus semua kesalahan yang telah mereka lakukan. Bahkan sampai kapanpun.

“Maafkan Mama, Kiara. Maaf selama ini mama mengabaikan kamu. Maaf selama ini mama tak tau sama sekali bagaimana perkembangan kamu, keadaan kamu. Maaf mama tak pernah ada saat kamu membutuhkan mama!”

Air mata itu semakin deras saja. Kiana hanya bisa menahan tangis. Dia benar – benar... ah saat ini perasaannya benar – benar kacau. Walau Kiara tak bangun mereka yakin Kiara mendengar apa yang dikatakan Renata. Terbukti mata Kiara yang tertutup mengeluarkan air mata juga. Renata mencoba menghapus air mata Kiara yang keluar, juga air matanya.

“Mama janji sayang, Mama nggak akan pernah membohongi kamu lagi. Mama tak akan pernah meninggalkan kamu lagi” ucap Renata sungguh-sungguh. Setidaknya dia akan mencoba menebus kesalahannya walau tak akan pernah bisa dimaafkan. Karena Renata tau semua kesalahannya memang tak bisa dimaafkan semudah itu. Tapi setidaknya mereka mencoba berusaha untuk berubah. Walau sepertinya tak semudah itu.

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang