(Fyi itu gambarannya Dava yes, jangan jatuh cinta sama dia hehe)
Aku menarik koperku hingga pintu Check in di LAX Airport. Ditemani oleh sahabat terbaikku. Rachel.
Dia menangis, entah karna merasa kehilangan aku atau bagaimana.
Aku memeluknya, mengucapkan salam perpisahan. Hanya saja menurutku ini terlalu berlebihan.
Aku hanya akan pergi ke Venice selama satu minggu. Dan aku pergi untuk berlibur bukan pindah. Ya mungkin memang karna aku membawa banyak koper.
"Lo inget jaga diri. Gue gak mau lo kenapa-kenapa. Lo balik harus utuh. Kalo gak utuh gue yang bakal bales dendam ke mereka" kata Rachel sambil menangis.
Oh dia sahabatku yang terbaik. Aku tau dia sangat menyayangiku. And she's also over-reacting . Aku memeluknya.
"Kalo lo nangis terus gini gimana gue mau pergi? Diajakin gak mau. Padahal gue udah bilang sama Mr Albert dan dia ngijinin" ucapku yang masih setia memeluknya.
Tiba-tiba Rachel mendorong tubuhku ke belakang memberi jarak pada kita. Tatapannya berubah menjadi tajam.
"Oh C'mon Chel. Zara gak sesedih ini gue tinggal. Kenapa lo jadi melankolis gini?" Sindir ku.
Tapi itu kenyataan. Zara a.k.a gebetan belum pacar gue aja gak sedih gue tinggal. Apa karna dia gak nganggep gue? Ah persetan.
"Chel gue udah harus masuk. Lo jaga diri baik-baik ye nyet." Aku memeluknya lagi sekali dan melepaskannya.
Aku berjalan menuju pintu Check in, memberikan tiket dan pasportku kepada petugas.
Aku melambaikan tangan dan dibalas lambaian oleh Rachel.
•••
Aku menghabiskan sore hanya di hotel.
Ai Cavalieri dè Venezia, salah satu dari 5 hotel terbaik yang terletak di Venice.Hotel dengan gaya klasik abad pertengahan membuat suasana nyaman dan menyatu dengan sejarah Venice.
Aku menghirup tehku dan meneguknya sedikit. Bel ruangan berbunyi. Menandakan ada yang berdiri di depan pintu dan memencetnya.
Aku berjalan kearah pintu dan membuka pintunya. Dia terlihat kacau, luka lebam bertebaran pada wajahnya. Darah mengalir dari sudut bibirnya.
Dia masuk terseok-seok dan aku membantunya, memapahnya hingga di kursi ruang tamu.
"Don't ever tell anybody, anything." Ucapnya.
Aku memang tidak terlalu menyukai orang ini, hanya saja aku bukan orang yang rela membiarkan orang lain terluka, dan aku bukan tipe yang suka ikut campur urusan orang lain.
Aku mengangguk dan berjalan mencari kotak obat p3k. Setelah menemukannya aku memberikannya saja kotak itu. Lalu aku tinggal ke dalam kamar.
Seseorang mengetuk pintu kamarku, aku beranjak dari kasur kearah pintu, membukannya dan menemukan dia disana.
"Makan malam sudah siap" ucapnya.
Luka lebamnya sudah terobati. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya, Rachel bilang dia adalah seorang dokter. So... aku tidak harus menghawatirkannya.
Lucifer duduk di hadapanku, matanya melihatku tajam. 'Apa-apaan dia ini?' Batinku.
"Tidak perlu memandangiku seperti itu. Kalau kau tidak suka aku yang menjadi pemenang dan pergi kesini kenapa kau tidak menukarnya?" Sinisku.
Aku rasa dia tidak menyukaiku. Dan aku pikir dia sangat optimis bahwa Rachel yang akan memenangkan peringkat ini. But, he's seems to be wrong.
"I did" singkatnya sembari memotong steaknya.
"What?" Tanyaku. Maksudku, apa? Aku tidak mengerti apa maksudnya.
"I've change your position. You shouldn't be here. She does." Jawabnya.
"Wait, She? Did you mean Rachel?" Tanyaku tak percaya.
"Ya" jawabnya singkat.
Oh, apa-apaan ini? Jadi aku tidak peringkat 1? Dan seharusnya itu Rachel?
"Apa? Kenapa? Kalau kau tidak suka aku disini dan kau menginginkan dekat dengannya kenapa kau tukar?" Tukasku. Oh aku sudah mulai muak. Permainan apa ini?
"Aku ingin. Sangat menginginkannya. Tapi, ada sesuatu yang membuatku harus menukarnya denganmu." Dia juga terlihat sama geramnya seperti aku.
"Don't you dare to hurt her anymore! Don't and nobody can't hurt her!" Ucapku.
Aku beranjak dari kursi, selera makanku sudah hilang. Ingin rasanya aku pergi dari sini.
"Her aunt. She's not like what you've seem. She's one of the monster that can hurt her." Lucifer beranjak dari kursi dan langsung masuk kekamarnya.
Wait? Aunt? Aunty Selma? Monster? Terlalu banyak pertanyaan saat ini yang menaungi pikiranku.
Aku tidak perduli jika itu orang lain. Tapi aku akan sangat-sangat perduli jika itu menyangkut Rachel.
•••
Pagi yang cerah, tapi tak cukup cerah untuk bangun dengan tenang. Suara berisik diluar membuatku tak bisa melanjutkan tidur.
Aku bangun dan langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Aku keluar melihat sudah banyak orang disana. Lucifer, Mr Albert, dan lelaki yang mirip dengan Lucifer yang aku yakinin sebagai Laurent, dan beberapa bodyguard yang sedang berdiskusi dengan mereka.
"What the hell is goin' on here?" Aku membuat mereka semua terdiam dan menatapku.
Nope. Bukan salahku. Aku disini untuk berlibur tetapi aku tidak melihat ini seperti liburan.
"Dava, maaf sudah mengganggu dipagi ini. Tapi ada suatu hal yang penting." Mr Albert beranjak dari duduknya dan menyalamiku.
Aku menyalaminya dan duduk di sebelahnya. Lucifer terlihat sedikit gusar pagi ini. Mata hitamnya memancarkan ketegangan.
"Kau tau, aku rasa Lucifer sudah memberi taumu tentang Selma" ucap Mr Albert sembari melihat kearah Lucifer.
"Aunty Selma?" Tanyaku bingung.
Serius bung aku benar-benar bingung, keadaan sangat canggung dan aku tidak bisa serius.
"Ya, Selma. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa mengambil seluruh aset Queensie dalam waktu 1 malam. Aset yang seharusnya diberikan kepada penerusnya. Anak dari Gerald Anderson" jelasnya.
Sebentar. Gerald Anderson adalah ayah Rachel. Aset? Anak?
"Kau bilang Gerald? Ayah Rachel?" Tanyaku tak percaya.
"Ya, dan Queensie adalah salah satu perusahaan dibidang penerbangan dan kapal pesiar yang menjadi perbincangan kalangan atas. Mega Queensie Cruise, Queensie air. Aku rasa kau tau itu. Itu adalah perusahaan milik Gerald. Tidak ada yang tau melainkan keluarga terdekatnya. Bahkan aku yakin Selma tidak memberi tau pada Rachel. Selama ini perusahaan itu ada dibawah kendali orang-orangku. Dan aku tidak mengerti bagaimana Selma bisa mendapatkannya. Itu seharusnya memerlukan tanda tangan dari Rachel sendiri" jelas Mr Albert panjang lebar.
Jadi selama ini? Aunty Selma membiarkan Rachel bekerja? Oh tidak.
Selagi aku memikirkan hal-hal itu didalam pikiranku, Lucifer menyela "Dan sekarang kita harus melindungi Rachel dari Wanita ular itu" tegasnya.
Hai.....
Makasi yang udah setia baca ceritaku...
Maaf aku lama update, soalnya mataku sakit huhu so sad...Cerita selanjutnya 20 comments yaww..
Happy Reading
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Ones
Romance21+++ Rachel Q. Anderson Setelah kejadian 15 tahun lalu, hidupnya menjadi kelabu. Hidup bersama dengan Aunty yang merupakan satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Pertemuan dengan seorang Lucifer merubah segala hidupnya. Lucifer Morningstar Pria d...