{Sierra}

15.5K 765 1
                                    

Rachel terbangun di kamarnya. Kamar yang selama 6 bulan terakhir ini ia tempati.

Ia mencoba bangun tetapi rasa pening pada kepalanya menyerang. Ia kembali mengingat kejadian semalam, percakapan antara Mr Albert dan Lucifer yang tak sengaja ia dengar. Dan itu membuatnya mengerang kesakitan.

Rachel berteriak, berteriak sekeras-kerasnya. "AARRGGGHHH!!" Teriaknya.

Semenit kemudia pintu terbuka lebar. Menampakan Lucifer bersama Laurent. Mereka berdua masuk dengan wajah panik dan mendekat pada Rachel mencoba menenangkannya.

Rachel dengan cepat menyuruh mereka untuk tidak mendekat. "Jangan mendekat! Kalian brengsek! Kalian semua brengsekk!! Menjauh darikuu" teriak Rachel penuh dengan amarah.

Mata birunya berkabut, menyiratkan amarah dan juga membendung air matanya.

Lucifer dan Laurent berhenti pada tempatnya. Berjarak 7 langkah dari Rachel.

"Ssttt... dengark--"

"Tidak!!! Aku tidak perlu mendengar apapun lagi! Kalian semua brengsek." Tukas Rachel yang tak membiarkan Lucifer berbicara.

Amarah Rachel meluap, meledak bagaikan larva gunung berapi yang meletus.

"Dan kau..." jarinya menunjuk pada Lucifer.

"Jangan pernah menyentuh dan mencariku lagi. Jangan-pernah" ia menekankan setiap katanya.

Rachel sudah terlalu muak, benar-benar muak. Selama ini, selama 6 bulan terakhir ini dia tinggal bersama bajingan yang telah mengambil nyawa orang tuanya.

Dan dengan indahnya, orang-orang itu berakting layaknya tak tau apa-apa. Mereka menampilkan sikap layaknya tidak melakukan kejahatan apapun.

Dengan sekuat tenaga yang dimilikinya, Rachel bangun dan beranjak dari kasurnya. Rasa sakit dikepalanya seakan tak bisa mengalahkan rasa sakit di hatinya.

"Keluar kalian dari sini. Keluarr!!" Bentak Rachel kepada Lucifer dan Laurent.

Laurent hanya menunduk, dan Lucifer menampilkan wajah khawatirnya.

Khawatir? Mengapa baru sekarang? Hah.

Dengan tergesa-gesa Rachel mengambil barang-barang penting miliknya. Rachel tak membawa baju ataupun sepatu yang disediakan disana. Karna itu bukan miliknya.

Rachel mencuci wajahnya di wastafel, setelah dirasa cukup baik. Dia berjalan keluar kamarnya.

Samar Rachel mendengar Laurent sedang berteriak frustasi.

"Kau tidak bisa seperti itu. Daddy menginginkannya. Kau tidak bisa membiarkannya" bentak Laurent

"Aku bisa. Dia pikir dia siapa? Bukankah bagus jika dia pergi? Saham daddy tidak akan jatuh ketangannya." Balas Lucifer yang nada suaranya lebih tenang.

'Saham? Apa ini semua??'

"Lu, dia tidak punya siapa-siapa. Di-" tak melanjutkan kalimatnya. Laurent telah melihat Rachel yang sedari tadi menguping dilantai atas.

Rachel yang menyadari Laurent menatapnya melanjutkan langkahnya. Ia menuruni tangga dengan tergesa.

"Rachel. Bisakah kau tungg-" ucapan Laurent terhenti karena melihat Rachel mengacungkan jari telunjuknya.

"Tidak. Aku trlah selesai dengan drama keluarga mu. Aku telah selesai dengan kalian. Jadi aku pergi." Rachel melirik Laurent dan Lucifer sekilas dan berjalan pergi.

"Rachel. Daddy ingin bertemu denganmu. Ini semua han-"

"Cukup Laurent. Cukup. Tidakkah kalian puas melihatku menderita? Tanpa orang tua? Tidakkah itu cukup untuk kalian? Apa salahku? Apa???" Dada Rachel terasa begitu sesak. Matanya kembali berkabut.

'Tidak Rachel. Jangan. Ayah dan ibu pasti akan sedih jika kau menangisi mereka. Kau wanita tegar' ia meyakinkan dirinya.

Rachel mengatur nafasnya. Mencoba untuk berpikir jernih dan menahan emosinya.

"Rachel, maafkan aku. Aku tau aku tak pantas dimaafkan. Aku terlalu melukaimu. Tapi itu tidak disengaja. Kejadian itu aku tidak pernah menduga sebelumnya." Suara Mr Albert terdengar letih.

Dia muncul dari balik ruang kerja yang berada dekat dengan ruang keluarga.

"Aku sangat menyesal. Seharusnya aku yang masuk penjara tapi aku malah membayar orang untuk menggantikanku. Aku tau aku orang tua yang brengsek. Tapi Rachel, aku selalu mengawasimu. Aku selalu memberikan apapun yang kau inginkan lewat Aunty Selmamu."

"Cukup Mr Albert. Cukup. Memlihatmu membuatku menjadi muak. Kenapa? Kenapa selama ini kau menyembunyikannya?? Kenapa Mr Albert?!" Teriak Rachel frustasi.

Emosi kadang bisa menyingkarkan rasa sopan dan iba orang.

Mr Albert menunduk kebawah, ia tau ia salah. Dan ia menbiarkan ini berjalan terlalu jauh.

"Aku hanya ingin melindungi mu Rachel. Setela kepergian orang tuamu aku selalu merasa menyesal setiap hari setiap detik. Mereka adalah client ku. Dan aku tau ayahmu Gerlad adalah pria yang baik. Maaf kan aku Rachel" ucap Mr Albert lemas.

Seketika kaki Rachel sudah tak sanggup menopang berat badannya, ia jatuh terduduk di lantai. Air matanya mengalir menganak sungai.

Perasaan kecewa, sedih, marah semua bercampur aduk menjadi satu.

Kimberly yang hanya melihat dari tadi langsung mendekati Rachel, ia memegang kedua pundak Rachel. Menguatkannya.

Dengan rasa sayangnya, Kimberly memapah Rachel untuk duduk di sofa. Ia mengelus pundak Rachel. Berharap Rachel bisa menjadi tenang.

"Kenpa Kim, kenapa? Kenapa harus aku yang merasakan ini semua?" Rachel menutup wajahnya yang basah dengan kedua tangannya. Ia sangat-sangat lelah.

"Aku ingin pulang Kim. Biarkan aku pergi menemui Aunty Selma" pinta Rachel dengan suaranya yang serak.

"Baiklah Rachel jika itu maumu. Aku akan menyuruh Lucifer untuk mengantarkan kamu pulang" Kimberly yang sudah akan beranjak kembali terduduk karna di tarik oleh Rachel.

"Kim, aku merindukannya. Orang tuaku" Rachel langsung berhambur kedalam pelukan Kimberly. Ah rasanya sangat hangat dan nyaman.

Pelukan yang tak pernah di dapatkannya semenjak 15 tahun terakhir. Pelukan kasih sayang seorang ibuk yang dirindukannya.

•••

Tak ada satupun yang berbicara. Keheningan mengelilingi mobil ini. Hanya ada suara radio yang memecahnya.

Disana, Rachel sedang berkutik dengan fikirannya sendiri. Menatap kearah jalanan terapi pandangannya kosong.

Sedangkan di kursi pengemudi, Lucifer sedang fokus ke arah jalan. Ia tidak berbicapa maupun menoleh.

Ada rasa senang dalam dirinya, saham ayahnya tidak akan cepat jatuh ke dalam tangan Rachel. Dan mungkin tidak akan karna Rachel tau kenyataannya.

Tetapi di satu sisi yang lainnya Lucifer merasa sangat kehilangan. Siapa lagi yang akan menemaninnya, siapa lagi yang akan dimarahinnya karna moodnya yang memburuk.

Sebenarnya Lucifer menyadari dia salah karna terlalu keras kepada Rachel, tapi dia tidak pintar menyalurkan emosinya.

Dadanya bergemuruh, tak ada lagi Rachel yang bisa membuatnya tersenyum sendiri. Saat dikantor dan penthouse.

Terlalu banyak kenangan yang tersimpan dalam hati Lucifer. Terlalu banyak...

Hingga ia menyadari, ia benar-benar telah menyukai Rachel ....

The Cold Ones Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang