Penyanyi Cafe ( Sc:4 )

74 7 0
                                    

  Lagi lagi langkah gue saat menuju pintu keluar selalu terhenti saat melihat panggung live musik.

Entah daya tarik apa yang terdapat di dalamnya, sampe gue kepengen banget buat nyanyi disana.

  Saat merasa situasi sudah aman. Perlahan gue mulai naik ke atas panggung dan bernyanyi dengan gitar yang ada disitu juga.

  Lirik demi lirik lagu, gue nyanyikan diatas panggung yang tidak terlalu besar ini. Dengan iringan gitar yang gue mainkan, serasa menyatu membentuk sebuah alunan melodi yang indah.

  Gatau kenapa mereka langsung bergerumul di depan panggung saat gue mulai bernyanyi,begitu juga dengan Fahri dan kamera yang ia pegang. Mungkin karna mereka terhibur dengan penampilan gue, atau justru mereka malah mau ngeroyok gue karna udah nyanyi sembarangan.
Entahlah, yang pasti riukan tepuk tangan mulai berhamburan saat lagu selesai dinyanyikan.

  "Waahh ternyata kamu berbakat yaa.." kata seorang pria saat gue udah turun dari panggung.

  "Aaahh itu mah masih standar. Biasanya siih saya lebih dari itu. Ehh engga juga deng, bercanda." jawab gue.

  "Kenapa gak kamu jadiin dia talent disini aja Ri...??" tanya pria tadi kepada Fahri.

  "Yaudah deh i-iya." jawab Fahri agak ragu.

  "Maksudnya gue boleh jadi penyanyi disini gitu..??" tanya gue penuh semangat.

  "Iyaa." jawab Fahri.

  "Aaahhh Makasihh PAKETU." ucap gue sambil jingkrak jingkrakan ga jelas.

  "PAKETU..??" tanya Fahri kebingungan.

  "PAKETU itu artinya Bapak Ketua. Ohh iya, sebagai ucapan terimakasih
Niih permen karet buat lo satu. Ehh enggak dehh, semuanya aja." ucap gue sembari memberikan sebungkus permen karet padanya.

  "Ga usah." Fahri menolaknya.

  "Ehhh ambil aja udah." ucap gue sembari memberikan permen karet itu langsung ke tangannya.

  "Besok, kamu datang kesini jam 05 : 30." ucap Fahri.

  "Busett daah subuh amat. Tapi yaudah lah gak apa apa. Dadaahh PAKETU besok kita ketemu lagi Ok." pamit gue ke Fahri.

******

  Setelah berpamitan, gue langsung bergegas pulang menuju rumah yang jaraknya gak terlalu jauh dari Cafe ini.
Semburat merah mulai muncul dilangit, menandakan matahari akan kembali ke peraduannya.

  Dan saat sesampainya dirumah, gue langsung menghampiri Bunbun dan Pipo yang lagi asyik nonton tv berdua sambil rangkulan kaya ABG labil baru pacaran.

  Sempat, gue ngagetin mereka dari belakang. Ampe remote tv yang dipegang Bunbun melayang dan menghantam muka gue.

  "Bunbun mah sakit." ucap gue sambil megang muka.

  "Kau ini ada ada saja,
anak sendiri saja tega dilempar dengan remote tv." ucap Pipo dengan logat bataknya.

  "Iya atuh maaf gak sengaja. Udah sini duduk anak Bunbun satu satunya yang paling cantik." ucap Bunbun sembari mempersilahkan gue duduk diantara mereka.

180 SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang