Restu Ibu ( Sc:27 )

9 0 0
                                    

  "Sebenarnya ada apa siih..??"

  Candy menatap tajam Ninda. Menuntun penjelasan, atas pertanyaannya barusan.
Setelah dari UKS untuk diobati. Mereka memilih pergi ke kantin. Setelah sebelumnya menghadiri ruang BK untuk disidang Bu Yuyun.

  Keputusan Bu Yuyun untuk mengeluarkan Dara dari sekolah membuat Candy mendesah lega. Setidaknya Ninda aman tanpa ada wanita itu disekolah ini. Sementara kedua teman Dara terancam tak naik kelas. Mereka masih menduduki kelas 11. Tetapi kelakuan mereka sama sekali tak mencerminkan seorang pelajar.

  Ninda mengucek matanya yang terasa perih karna tak memakai kacamata. Terlihat  sangat lugu dan polos.
"Aku juga gak tahu kak, apa permasalahan sebenarnya. Mereka nyeret aku gitu aja ke toilet."

  "Setahu gue. Dara itu gak punya hubungan apa-apa sama Dion."

  Ninda menghela nafas, mulai jengah dengan Candy yang selalu bersikap kritis. "Nahh itu dia, Kak. Kadang aku juga bingung sendiri, kenapa Dara sampai rela menjatuhkan harga dirinya untuk seorang cowok yang udah jelas gak tertarik sama dia."

  Candy mengangguk membenarkan. Apa yang diucapkan Ninda ada benarnya. Untuk alasan apa mempertahankan sebuah ketidakpastian.?!

  Kejadian barusan, langsung menjadi perbincangan hangat disekolah. Semua pandangan yang ada dikantin tertuju pada Candy dan Ninda. Jelas saja Ninda merasa risih, saat dirinya menjadi topik pembicaraan disekolah. Sementara Candy santai saja, semua murid sudah tak asing lagi jika Candy mempunyai kasus.

  "Nihh minuman buat kamu, Nin." Fahri yang entah datang dari langit mana. Lantas mengambil posisi duduk disebelah Candy.

  "Buat gue..??" protes Candy saat Fahri tak membelikannya minum juga.

  "Beli sendiri." dan satu bulu tangannya kembali dicabut oleh Candy.

  "Sakit tahu, Cindy. Kalau bulunya habis nanti gimana..??"

Candy mendelik, dan merampas minuman milik Fahri yang diteguknya sampai habis. "Bodo amat."

  "Nanti gak bisa ngangetin kamu lagi dong."

  Candy melotot. Dan sumpah Fahri ingin ketawa. "Mulut lo emang minta disambelin yaa, Ri."

  Detik itu pula Fahri tertawa lepas. Menarik perhatian para penggemarnya untuk melihat moment langka itu. Jarang sekali kan Fahri memamerkan tawa indahnya.

  Melihat keakraban Candy dan Fahri didepannya. Menimbulkan rasa tak nyaman dibenak Ninda. Ia sadar akan perasaannya. Pertama kali melihat Fahri, ia  jatuh hati. Namun, ia juga sadar akan posisinya. Hanya sekedar gadis lugu dan pendiam yang sering menjadi bahan olokan teman-temannya.

  "Eehh, Nin. Ini kacamata kamu, tadi saya temuin didalam toilet." Fahri menyerahkan kacamata Ninda yang sempat tertinggal di wastafle. Yang diterima Ninda dengan salah tingkah.
  "Makasih Kak."

   Fahri mengangguk.

  "Sama orang lain aja bisa ngomong lembut." gumam Candy namun dapat terdengar oleh Fahri. Gadis itu nampak kesal. Terlihat dari aksinya yang meremas kuat botol minuman yang mempunyai motto
' Ada manis-manisnnya dikit'.

  Hal itu membuat Fahri gemas sendiri. Ia mengacak rambut Candy, yang kini sudah menjadi kebiasannya.
"Kenapa siih..? Sensian banget sekarang. Lagi hamil anak siapa..??"

  Candy meraih sumpit yang sudah ia mantapkan untuk mencolok mata Fahri. "Pernah dicolok pake sumpit gak, Ri."

  "Awas aja, kamu."

  Lagi-lagi Ninda hanya menyimak. Ia melihat tubuhnya yang terbalut jaket Fahri. Perlahan ia membuka rasleting jaket itu, dan menyerahkannya kembali pada Fahri. "Ini kak, aku kembalikan jaketnya. Terimakasih."

180 SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang