Hari ini menjadi hari paling menegangkan sekaligus hari paling menyedihkan yang Candy alami. Seharusnya ia merasa senang karna pukul 10 pagi nanti ia akan menerima hasil ujian nasional nya. Namun, kesedihan lah yang justru mendominasi. Karna sekarang, ia sedang menyaksikan sahabat terbaiknya, Rendi. Di semayamkan pada peristirahatan terakhir.
Air mata terus mengalir di pipinya. Kesedihannya tak dapat ia tutupi. Hingga ia merasakan sebuah rangkulan di pundaknya.
"Jangan sedih. Rendi udah bahagia disana."
Ia memeluk tubuh pria di sampingnya tanpa ragu. "Tapi dia pergi terlalu cepat, Utay. Kemarin kita masih ketawa bareng. Kemarin kita masih sering bercanda bareng. Sekarang dia pergi. Pergi buat selamanya. Aku sedih, Utay. Aku sedih." Candy menumpahkan tangisnya di dada Utay. Belum sembuh lukanya kehilangan Agataha, kini ia sudah kehilangan Rendi.
Matanya menangkap sosok yang ia benci kini hadir. Fahri datang bersama polisi yang memborgol lengannya. Candy sungguh merasa iba. Melihat lelaki yang dulu pernah menghiasi harinya kini berubah menjadi sosok yang tak pernah ia harapkan.
Fahri berjalan mendekati Candy. Setelah sebelumnya mendatangi keluarga Rendi. Ia juga telah meminta maaf pada Aris dan Galih. Ia menjelaskan kronologi yang sesungguhnya. Fahri tidak dinyatakan bersalah dalam kasus tewasnya Rendi. Karna pengacara mahal yang telah di percaya oleh keluarganya. Terus menggali bukti, hingga ia dinyatakan tak bersalah.
Namun tetap saja, Fahri masih di beri hukuman berupa kurungan selama 6 bulan. Serta tahap rehabilitasi atas kasus obat haramnya.
Melihat Fahri yang mendekati nya. Candy lantas mengeratkan pelukannya pada Utay. "Aku takut." cicitnya pelan.
Fahri mencoba untuk menyentuh bahu Candy. Namun gadis itu menolak. Seolah mengerti dengan apa yang dirasakan Fahri. Utay membisikkan sesuatu pada Candy. "Kamu gak usah takut sama dia. Kalau dia berani macem-macem lagi sama kamu, nanti aku sendiri yang hajar dia." Utay meleraikan pelukannya. Tapi gadis itu tetap menolak. Ia terisak pelan.
"Dy, maafin gue." kata Fahri lirih.
Candy menggeleng. Isakannya semakin keras. Fahri melirik Utay, memohon lagi pada lelaki itu. "Kasih dia kesempatan, Dy."
Candy menjauhkan tubuhnya dari Utay. Ia tatap Fahri. Lelaki itu menyentuh kedua bahunya. Seketika, segala ingatan tentang malam kelam nya bersama Fahri kembali ia ingat. Saat Fahri menyakitinya. Saat Fahri menciumnya. Saat Fahri hampir merenggut hal yang sudah ia jaga sedari dulu. Detik itu pula Candy menjerit sejadinya. "Aku gak mau. Pergii. Jangan deketin aku lagi. Pergi. Aku gak mauu. Kamu jahat, Fahri. Kamu jahat."
Candy menjambak rambutnya sendiri. Membuat Fahri kelabakan. Ia lantas mencekal kedua lengan Candy. Lalu mendekap gadis itu erat. "Dy, maaf. Maaf udah buat lo kayak gini."
Candy terus meronta dalam pelukan Fahri. Ia khawatir lelaki ini akan melakukan hal yang ia takuti lagi. "Fahri jangan. Aku gak mau."
Fahri mengeratkan pelukannya. Tak ingin melepas gadis ini barang sedikit pun. "Maaf, Dy. Maaf."
Candy kembali meronta. Ia menjerit sekuat yang ia bisa.
Seketika suasana pemakaman menjadi gaduh. Galih dan Aris mencoba untuk mengambil alih Candy. Namun Utay menghalangi nya. "Mereka butuh waktu berdua.""Tapi liat Candy. Ini gak bisa di biarin." kata Galih dengan nafas memburu.
"Gue setuju sama Galih. Jelas-jelas Candy gak mau sama dia." Aris menimpali.
Utay menggeleng sembari menghalangi langkah mereka. "Biarin mereka menyelesaikan masalah nya. Kita jangan ikut campur."
Akhirnya Galih dan Aris hanya bisa mengangguk pasrah. Mereka menyaksikan betapa besar efek yang sudah di derita Candy. Gadis itu mengalami trauma yang amat berat. Hingga mereka seakan tidak mengenal Candy yang biasanya selalu tegar dan tak pernah menunjukkan airmata nya.
Perlahan isak tangis Candy mereda. Gadis itu masih berada dalam pelukan Fahri. "Aku kecewa." katanya lirih.
"Maaf."
"Terlambat."
Fahri merasa dunia seakan hancur saat Candy mengatakan kalimat tadi. Tak ada tersangka lain selain dirinya. Ia lah yang membuat Candy menjadi serapuh ini.
"Waktu anda habis." suara Pak Polisi menginterupsi.
Fahri lantas melepaskan pelukannya. Ia menghapus airmata Candy dengan tangannya. "Maaf." katanya sekali lagi.
Lalu Fahri bersama Polisi yang tadi datang bersamanya. Beginilah cerita mereka. Beginilah kenangan mereka. Pergaulan salah dalam masa remaja. Menjerumuskan mereka pada lembah hitam. Keegoisan dan rasa ingin menang sendiri dalam benak mereka. Membawa mereka pada kekalahan yang sesungguh nya.
***
"Alhamdulillah. Ujian telah berhasil kita lewati. Sekarang adalah hasilnya. Sebelumnya, Bapak turut berbela sungkawa atas kepergian sahabat kita tercinta, Rendi. Semoga almarhum di tempat di Surga yang indah." ucap Pak Boy, sang kepala sekolah.
"Amin." jawab para murid serempak. Kini semua murid kelas 12 sedang berkumpul dilapangan. Mereka menanti hasil kelulusan nya. Namun sekali lagi, kesedihan menyelimuti hati mereka. Banyak yang bersedih atas kepergiaan Rendi. Idola mereka kini telah menjadi sosok yang akan terus dikenang. Saat pemakaman berlangsunh pun, banyak murid yang hilir mudik untuk berbela sungkawa. Rendi memang orang baik. Tak heran jika dirinya banyak yang menyayangi.
"Setelah Bapak lihat hasilnya. Alhamdulillah, kalian dinyatakan lulus seratus persen sen sen sennnn." lanjut Pak Boy.
"Yeeee." sorak sorai para murid terus berhamburan.
Pak Boy kembali melanjutkan kalimatnya yang terpotong karna teriakan para murid. "Dan nilai tertinggi angkatan ini. Jatuh kepada Almarhum Rendi. Selamat, Rendi. Selamat atas prestasimu. Selamat Jalan, kawan. Kamu akan selalu kami kenang."
Isak tangis seketika menggema. Beberapa guru yang turut serta hadir dalam pengumuman kelulusan, juga ikut menitikan airmata nya.
"Dan nilai tertinggi kedua, jatuh pada Fahrizalino Putra Yudhistira dari kelas 12 IPA 1. Serta nilai tertinggi ketiga jatuh pada Rangga Mahesa dari kelas 12 IPS 3." lanjut Pak Boy lagi.
Beliau berdehem sebelum mengucapkan satu dua patah kata pada seluruh muridnya yang akan melepas masa berseragam nya. "Banyak yang terjadi dalam kehidupan. Termasuk, apa yang mungkin tidak kita pahami mengapa ini harus terjadi. Kejadian Rendi dan teman-temannya, Bapak harap bisa menjadi contoh untuk kalian. Selamat menempuh jenjang baru dalam hidup kalian. Jika dulu kalian datang kemari dengan seragam putih biru serta papan nama dari karton. Maka Bapak harap, keluar dari sini kalian akan membawa prestasi serta cerita kalian masing-masing. Sekali lagi, semoga sukses. Terimakasih sudah menjadi murid di sekolah ini selama tiga tahun lamanya. Mohon maaf bila selama ini ada yang kurang berkenan. Terus berkarya dan berusaha. Ikuti mimpi kalian. Wassalamualaikum wr.wb."
***
Setelah dinyatakan lulus seratus persen dengan hasil memuaskan. BRANATS memilih untuk mendatangi makam Rendi sembari membawa ijazah nya serta piagam sebagai siswa nilai tertinggi.
"Ren. Ini punya lo. Ini hasil kerja keras lo selama ini. Lo dapat nilai terbaik. Selamat, Ren. Kita bangga sama lo." ucap Aris diiringi isakan. Airmata pun tak dapat ia tahan.
Begitu pun dengan Galih dan Candy. Galih mendekati Aris. Menepuk pundaknya seraya berucap di depan makam sang sahabat. "Semoga lo bahagia disana, Ren."
Tangisan Candy semakin keras. Ia menyembunyikan wajahnya diantara kedua lutut nya yang ditekuk.
"Inget, genk. Kita gak boleh sedih lagi. Kita harus berjuang buat sahabat kita." kata Aris sembari menghapus airmata nya.
Galih dan Candy menggurat seulas senyum di bibirnya. Senyum yang penuh kepedihan. Kelulusan yang harusnya dinikmati dengan canda dan tawa. Kini malah di selimuti kabut kesedihan. 2 orang yang seharusnya merayakan hal ini bersama mereka. Ternyata malah menghilang. Rendi dengan kebahagiaan nya disana. Dan Fahri dengan kisah barunya di balik jeruji besi.
Semoga apa yang telah dilalui oleh BRANATS, dapat membawa mereka pada cerita yang lebih indah.***
➡44Masih ada sekitar 2 prat lagi. Teh Thor bersyedih hati waktu nulis scene ini. Gatau dah klw para readers kuabeh gimandose. Hehe. Kendi depresi. Teh Thor jugya depresi karna banyaknya dark readres. Hiks. Semoga kalyan gak ngamukse sama Teh Thor. Kaboorrrr
KAMU SEDANG MEMBACA
180 Second
Teen FictionSebuah kisah kenakalan anak remaja yang ingin mencoba untuk menaklukan dunia. Disudut kota Bandung yang tidak akan kamu tahu, tercipta '180 detik' percakapan sederhana yang membawa dua insan pada rumit dan sulitnya mempunyai perasaan satu sama lain...