Setelah pulang sekolah. Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan santai dipinggir rel kereta api dekat sekolah. Begitulah kelakuan anak muda jaman sekarang. Pulang sekolah bukannya langsung ke rumah, malah melengos main tak tentu arah dan tujuan.
Mereka melangkah menuju taman di salah satu komplek yang letaknya masih dekat dengan rel kereta.
Semuanya diam, sibuk dalam pemikiran masing-masing. Ini nampak tak seperti BRANATS pada biasanya, yang selalu seru dan membuat sedikit kekacauan jika sedang berkumpul bersama."Ren, menurut saya, apa kamu gak terlalu berlebihan pukul kepala Utay pakai kayu. Cuma buat ngebela saya..??" ujar Fahri ditengah keterdiaman mereka.
Rendi melirik Fahri sekilas, lalu membuang mukanya acuh ke arah depan. "Maksud lo..??"
"Semarah-marahnya lo sama Utay, gak seharusnya lo berbuat kayak gitu ke dia." timpal Galih.
Candy beringsut mendekati Rendi. Ia usap pundak teman lelaki nya itu lembut.
"Gue harap lo mau minta maaf sama Utay. Karna apa pun alasannya, perbuatan lo itu salah. Akibatnya fatal, Ren. Bukan buat diri lo sendiri aja, tapi buat gue, dan temen-temen yang lain."Rendi mendengus kasar. Ia bangkit dari duduk nya. Rahang nya mengeras, wajahnya merah padam menahan amarah. Matanya menatap tajam keempat temannya bergantian.
"Jadi, kalian semua nyalahin gue..?? Disini gue cuma mau nyelamatin nyawa Fahri, udah itu aja. Tapi lo semua berbicara, seolah gue biang dari semua masalah ini.""Bukan gitu Ren, tap__" ucap Fahri tercekat.
"Halah, udahlah. Ok, gue emang salah. Dan kalian semua yang paling bener." ketus Rendi. Ia berjalan menjauhi keempat temannya.
"Duuhh, si Rendi malah ngambek, tuu. Dari jaman es cendol masih gope, ampe sekarang udah goceng segelas. Masiihh aja ambekan nya gak berubah." gerutu Aris.
Mereka berjalan mendekati Rendi, yang sedang duduk di tepi kolam ikan. Mereka duduk berjajar disamping Rendi. Namun sepertinya, Rendi sama sekali tak terusik dengan kedatangan para sahabatnya. Pria itu terlihat asik memainkan handpone nya.
Candy menghela nafas panjang, sebelum ia memberanikan diri untuk bicara dengan Rendi.
"Ren, bukan maksud kita mau nyalahin lo kok. Sesekali lo harus dengerin apa kata orang, gak selamanya yang lo anggap bener adalah yang terbaik."Rendi menutup aplikasi yang sedari tadi menarik perhatiannya. Ia berbalik menatap Candy.
"Tapi omongan kalian tadi mojokin gue banget. Gue sebagai leader disini, cuma mau ngejaga dan ngebela kalian doang. Udah, itu aja.""Jujur yaa, Ren. Ini yang gue gak suka dari lo. Lo terlalu mendahulukan ego daripada akal sehat. Kita temenan bukan sehari dua hari, Ren. Udah hampir 3 tahun kita sama-sama. Gue rasa, gak seharusnya lo bangga- banggain diri lo sebagai leader. Kita sahabat, semua sama. Gak ada yang lebih kuat ataupun lebih lemah." tutur Galih tak suka.
Rendi mendecak kesal. Ia membanting handpone nya begitu saja.
"Gue gak ngerasa gue paling hebat, Gal. Diluar sana banyak orang yang benci sama kita, mereka bisa kapan aja nyerang kita. Dan kewajiban gue adalah melindungi kalian, karna kalian bukan sekedar sahabat lagi bagi gue, tapi keluarga yang sudah seharusnya gue jaga."Candy yang sudah angkat tangan dengan perdebatan ini, lantas memunguti bagian handpone Rendi yang tercecer begitu saja di aspal. Ia mengumpulkan nya, lalu membenarkan kembali handpone tersebut.
Aris yang sedari tadi hanya menyimak, kini angkat bicara. "Lo terlalu egois, Ren."
Fahri hanya diam menyaksikan perdebatan yang tengah berlangsung. Ia tak tau harus berbuat apa, sedang dirinya sendiri masih bisa dibilang anggota baru. Itu pun kalau mereka mengakui bahwa Fahri anggota baru BRANATS.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 Second
Teen FictionSebuah kisah kenakalan anak remaja yang ingin mencoba untuk menaklukan dunia. Disudut kota Bandung yang tidak akan kamu tahu, tercipta '180 detik' percakapan sederhana yang membawa dua insan pada rumit dan sulitnya mempunyai perasaan satu sama lain...