Bertarung ( Sc:17 )

13 2 0
                                    

  "Ahhh, sakiit.."

  "Tahan."

  "Sakit, ihh. Pelan-pelan."

  "Ini udah pelan. Tahan bentar, dikit lagi."

  "Ssshh.. perih tau."

  Candy mendengus sebal. Ia menatap tajam Fahri. "Cengeng banget sihh jadi cowok. Dibilang dikit lagi, juga." cerocosnya.

  Suasana taman yang semula tentram dan damai. Mendadak, jadi gaduh saat Candy membentak Fahri. Seperti biasa, taman ini selalu jadi pelarian Candy dan Fahri saat mereka sedih ataupun senang.

  Setelah kejadian tonjok menonjok anatara Utay dan Fahri yang berlangsung ditempat umum tadi.
Alhasil, wajah Fahri yang tadinya sehalus tepung beras, kini sudah dihiasi luka lebam.

   Seusai berhasil dipisahkan oleh para pengunjung disana, akhirnya pertikaian itu pun selesai. Utay memilih  melenggang pulang dengan ninja merahnya. Sedangkan Fahri menghampiri Candy dan mengajak nya ke taman ini, setelah sebelumnya mereka mampir ke apotik terlebih dahulu, untuk membeli obat merah, kapas, serta plester yang akan digunakan untuk mengobati luka Fahri.

  "Obatin sendiri aja. Males gue jadinya." Candy melemparkan kapas nya begitu saja ke tanah.

  Sambil memegangi sudut bibirnya yang terluka, Fahri mengambil alih obat merah ditangan Candy.
"Kalo gak niat. Mening gak usah."

  "Makanya, jadi cowok,tuh, gak usah sok jagoan deeh." tukas Candy.

  "Saya bukan jagoan, disini saya cuma ngebela yang bener. Saya gak suka ada cowok yang beraninya main kasar sama perempuan."

  "Tapi gue gak perlu dibela, Fahri."

  "Jadi cewek tuh jangan sok jagoan deeh." ucap Fahri mengulangi perkataan Candy tadi.

  "Rese lo. Sejak kapan siih lo jadi tukang berantem kaya gini,hah..?? Siapa yang ngajarin..?? Ayo bilang."

  "Coba kamu tanya sama diri kamu sendiri."

  Candy diam. Benarkah karna dirinya?!. Candy pun tak tahu.

  "Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau laki-laki itu harus berani dan bisa jaga diri." ucap Fahri tiba-tiba.

  "Iyaa. Tapi kan ga berantem juga, Paketuuuu. Gimana sihh.." Candy melipat kedua tangannya didada, tatapan matanya sangat tajam seolah siap membunuh Fahri.

  Fahri yang melihatnya tertawa geli. Tak ia hiraukan Candy yang masih kesal padanya.
Fahri kembali fokus pada lukanya yang belum tuntas terobati.
Dengan kesulitan, ia meraba dahinya. Mencari letak sesungguhnya dari luka itu, agar tidak salah sasaran saat diobati.

  Candy merasa tak tega, ketika melihat Fahri membersihkan lukanya seorang diri. Ia merampas plester ditangan Fahri, lalu Ia menarik dagu Fahri lembut agar Fahri menghadap ke wajahnya.
"Sini, biar gue aja." Candy mulai menempelkan plester tersebut di dahi Fahri, ia usap lembut luka yang nampaknya sangat menyakitkan itu.

  Fahri tertegun, semua kalimat yang ingin diucapkan nya, seakan tertahan ditenggorokan. Ia hanya tak menyangka, gadis judes seperti Candy ternyata bisa berlaku manis juga. Terlebih lagi, Fahri yang beruntung mendapatkan perlakuan manis dari Candy.

180 SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang