Candy terlonjak kaget. Namun, setelahnya ia dapat mendesah lega, karna hal yang sudah ia janjikan akan diberikan pada suaminya kelak dapat kembali ia simpan, tanpa harus berbagi dengan Utay.
"Udah jam 4 sore, ayok kita balik ke ruangan." Fahri lantas menarik Candy yang masih terkejut dengan kedatangannya.
"Heh, mau dibawa kemana cewek gue..??" Utay mencoba mencegah.
"Bukan urusan lo." ketus Fahri
Kali ini Fahri benar-benar menarik lengan Candy dengan kasar. Meninggalkan Utay yang masih kesal sendirian di taman.
****
Cengkraman lengan Fahri semakin kuat. Namun Candy tak memprotes. Ia cukup tahu bahwa kali ini dirinya bersalah. Mendengar suara ringisan Candy, Fahri lantas menghentikan langkahnya.
Ia memegang pundak Candy dan mengarahkan tubuh gadis itu agar mengahadap padanya."Kamu kenapa siih, Dy.? Lagi sakit bukannya istirahat dikamar, malah mau ciuman. Di taman rumah sakit lagi. Gak elit banget deh."
Ucap Fahri yang beruntun dengan intonasi jengkel justru membuat Candy tak tahan untuk tertawa. Wajah Fahri yang minim ekspresi, memang tak ada seram-seramnya jika sedang mendumel seperti itu.
"Itu bukan mau gue, Ri. Ada alasan lain kenapa gue lakuin hal tersebut." elak Candy.Nah, tuuh, kan. Baru saja dibilang, mimik wajah Fahri sudah berubah menjadi datar dengan mata yang menyipit. Jika sudah begini, rasanya Candy ingin mengganti saja wajah Fahri dengan lukisan buah durian yang ada ditembok rumah sakit.
"Nggak usah ketawa." ucap Fahri ketus.
Candy menghentikan tawanya. Entah kenapa sekarang Fahri terlihat sangat menyeramkan. Candy berfikir, apa mungkin ada setan yang sudah merasuki jiwa malaikat Fahri.?!
Candy yang biasanya selalu membangkang dan tak pernah takut dengan apapun, kini terlihat kikuk dihadapan Fahri. Ia menundukkan wajahnya sembari memegang kantung cairan infus dengan kedua tangannya.
Jika saja kondisinya sedang tidak serius, Fahri ingin sekali menertawai ekspresi Candy yang jarang ditampilkan nya."Maaf Cindy.." ucapnya lirih. Jauh dalam hatinya, ia merasa tak tega melihat Candy terpuruk. Kedua tangannya tergerak untuk menangkup wajah Candy yang sedari tadi tertunduk.
Candy mendongak. Dan dapat dilihat sendiri oleh Fahri, setetes airmata yang jatuh membasahi pipinya. Ia semakin merasa bersalah sekarang. Tanpa di duga, Candy malah membenamkan wajahnya pada dada bidang Fahri. Uhh, ayolah. Jangan banyak berkhayal. Ini bukan adegan romantis antara mereka berdua. Candy yang absurd nya gak ketulungan mana mau menye-menye sama Fahri. Ia hanya mengelapkan cairan dihidungnya pada jaket Fahri. Setelahnya, ia mendongak menatap Fahri sembari nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang Fahri akui cukup putih dan bersih.
"Udah selesai ngelap ingusnya..?" tanya Fahri datar tanpa ekspresi. Candy kembali tertawa. Dan Fahri akhirnya dapat tersenyum lega, karna gadis itu sudah kembali ceria. Walaupun ia harus merelakan jaket mahalnya ternodai oleh cairan hidung Candy yang membekas disana.
"Orangtua, mu. Sudah saya telfon tadi. Sebentar lagi mereka kesini."
Candy mengangguk. Namun selanjutnya ia menatap sebal pada Fahri.
"Lo nyebelin.""Nyebelin apa..?? Emang saya ada punya salah.?"
"Lo liat gue nangis tadi."
Fahri tertawa. "Cuma setetes."
"Sama aja, itu. Kesel gue." Candy menghentak-hentakkan kakinya dilantai. Melampiaskan kekesalannya karna Fahri sudah melihat sisi lain dari dirinya yang begitu lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
180 Second
JugendliteraturSebuah kisah kenakalan anak remaja yang ingin mencoba untuk menaklukan dunia. Disudut kota Bandung yang tidak akan kamu tahu, tercipta '180 detik' percakapan sederhana yang membawa dua insan pada rumit dan sulitnya mempunyai perasaan satu sama lain...