Suasana hening menyelimuti ruang 13.
Ruang dimana Cindy Putri Almirania atau yang lebih akrab kita sebut Candy, sedang melangsungkan ujian sekolah. Ujian yang saat ini ia hadapi adalah pelajaran Matematika."30 dibagi 5. Tujuh. Ehh salah. Enam. Penghapus mana yaa..?" gumam Candy ketika ia mengerjakan soal. Memang seperti itu kebiasaannya. Ia akan selalu bergumam ---tanpa dirinya sadari--- ketika sedang mengerjakan sesuatu yang ia anggap sulit.
"Setengah jam lagi." ucap seorang guru pengawas.
Candy kelabakan. Buru-buru ia mengerjakan soalnya. Candy bercita-cita untuk masuk ke perguruan tinggi negeri yang menjadi incarannya. Maka dari itu, ia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan setiap ujian yang harus dilewati.
"Waktu habis."
Candy mendesah lega ketika semua soal sudah ia jawab. Ujian sekolah nya dilakukan berbasis komputer. Makanya, Candy sangat teliti dalam mengerjakan setiap soal.
***
Candy pulang lebih cepat dari biasanya. Hari ini hanya ujian. Jadi, ia bisa mempunyai banyak waktu untuk sekedar belajar kembali atau nongkrong di cafe Angga bersama teman-temannya.
"Gimana ujiannya, bro..??" tanya Rendi yang memang beda ruangan dengan ketiga temannya.
"Susah-susah gampang lah." jawab Aris.
Sekarang mereka sedang ada dikantin. Candy dan Galih yang sibuk dengan mie ayam nya. Aris yang terlihat anteng bermain gitar. Dan Rendi yang sedang fokus membaca buku untuk ujian hari esok. Sementara Fahri, entahlah dia kemana.
"Tahu gak siih kemaren tuhh yaahh___" ucap Candy dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
Galih mencubit pipi Candy pelan.
"Telen dulu napa. Baru ngomong."Candy menelan makanannya. Lalu kembali berucap. "Kemarin itu, gue cari informasi tentang SBMPTN. Dan kampus incaran gue itu, gak lama lagi bakal ngadain yang gue bilang tadi."
"Semoga lancar yaa, Dy. Gue doain lo bisa jadi mahasiswi disana." ucap Rendi.
Candy mengadahkan kedua tangannya keatas. "Amin Ya Allah. "
Ketiga temannya sontak terkekeh geli. Sebelum semua itu dibuyarkan oleh gebrakan meja yang cukup kencang.
"Astagfirullah, La. Kalau abang jantungan gimana..??" ucap Galih pada Lala yang tadi menggebrak meja.
Lala bergidik ngeri. "Iddih apaan sih. Candyy lo tahuu gak.??"
Candy menatap Lala dengan ujung matanya. Tangan dan mulutnya masih sibuk memakan mie ayam yang gatau kenapa gak habis-habis.
"TADI FAHRI NGANTERIN GUE BELI PEMBALUT. AHHH." Pekik Lala. Ia menjatuhkan tubuhnya di samping Candy.
"Kirain apa." jawab Candy santai.
"Disini ada lelaki, La. Bisa kan gak usah ngomong pembalut pake acara tereak kayak dihutan..?" cecar Aris.
Lala menatap Aris jengah. "Sejak kapan lo jadi cowok..??"
"Eehhh. Gue cipok juga lo." ketus Aris.
"Najis."
Candy terkekeh. "Udah ahh, kenyang. Pulang yuuk."
Lala segera mencekal lengan Candy. "Dy, gue nebeng yaa."
Candy memutar bola matanya. "Hemmm. Dasar, Karmila Asrianati."
Lala mengerucutkan bibirnya, ketika Candy menyebutkan nama lengkapnya. Candy sudah seringkali mengingatkan pada Lala, bahwa nama itu adalah sebuah doa. Tetapi tetap saja, gadis yang doyan berdandan itu selalu tak ingin mengakui nama lengkapnya.
Rendi bangkit dari duduknya. "Ayo pulang."
***
"Guyss, gue duluan yaa." ucap Aris. Ia melenggang pergi bersama motor vespa matic nya.
"Gue juga duluan yaa ama cabe cabean ini." ucap Candy yang membuat Lala semakin memanyunkan bibirnya.
"Kata siapa Lala cabe-cabean..??" timpal Galih.
"Dia kan perempuan dipinggir jalan. Ahaha." lanjutnya diiringi tawa.
"Awas yaa. Gue bilangin Fahri tau rasa, lo." ancam Lala.
"Bilangin aja sonoh. Lo pikir gue takut..? Emang siih." Galih menggaruk rambutnya yang hampir gondrong.
Ujung mata Rendi melihat keanehan pada motor Candy. Ia mendekat untuk memeriksanya. Setelah melihat apa akar masalahnya, mulut Rendi menganga sempurna.
"Astaga, Candy. Lihat ini. Motor lo rem nya blong. Bisa bahaya kalau gak dibenerin dulu.""Hah..?? Kok bisa..??" Candy berjongkok untuk bisa melihat bagian bawah motornya.
"Untung kelihatan sekarang. Kalau sampe dibawa jalan, bisa-bisa lo pulang tinggal nama,Dy." timpal Galih seenak jidat.
"Naudzubillah deh. Gimana dong ini, gue gak ngerti." Candy memegang kuat ujung tas nya. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karna telah memberikannya kesempatan untuk bisa memperpanjang waktunya di dunia. Andai saja Rendi tak melihat. Andai saja ia membawa motornya dengan keadaan rem blong. Mungkin apa yang dikatakan Galih tadi akan menimpanya.
"Panggil pak Klimus aja,Dy. Palingan dia ada dibelakang sekolah." ucap Rendi.
Candy langsung berjalan kearah belakang sekolah. Pikirannya kalut. Siapa orang yang tega berniat untuk mencelakainya. Apa salah Candy pada orang itu.
Candy menghentikan langkahnya. Saat tak sengaja ia menemukan dua orang sedang berbincang di area belakang sekolah. Tempat yang sangat jarang dikunjungi para murid ataupun guru. Kecuali penjaga sekolah seperti pak Klimus.
***
"Lancar bos. Semua udah gue lakuin. Sekarang imbalannya." ucap seorang lelaki pada wanita yang tengah bersedekap dada di depannya.
Wanita itu mengeluarkan sejumlah uang yang cukup banyak. "Ini semua buat lo. Pergi dan jangan pernah kasih tahu siapa pun."
Lelaki itu menerimanya dengan senyum merekah. "Kenapa lo pengen banget buat dia menderita."
"Karna dengan itu gue bisa dapetin apa yang gue mau." jawab si wanita dengan tatapan tajamnya.
***
Dua orang yang saling memunggungi nya itu hendak berbalik. Sontak Candy pun mundur kebelakang. Hingga suara decitan dari botol plastik yang tak sengaja ia injak memecahkan suasana.
Dua orang itu menatap kearah dimana sumber suara berasal. Mata Candy terbelalak sempurna saat melihat orang dihadapannya kini.
"Brengsek."
****
Hiyaaaaahhh. Otw endingg 😔. HEHe jan sedih gitu ahh. Oiya tuuu genk
KAMU SEDANG MEMBACA
180 Second
Teen FictionSebuah kisah kenakalan anak remaja yang ingin mencoba untuk menaklukan dunia. Disudut kota Bandung yang tidak akan kamu tahu, tercipta '180 detik' percakapan sederhana yang membawa dua insan pada rumit dan sulitnya mempunyai perasaan satu sama lain...