Nafsu ( Sc:32 )

8 0 0
                                    

  Buku yang indah menurut Candy. Disana terdapat foto seorang lelaki. Lelaki yang juga mengisi relung hatinya.

  Candy ingat, foto itu tidak hanya terdapat Ninda dan Fahri. Tetapi dirinya juga. Hanya sepertinya, Ninda menggunting bagian Candy dan menyisakan foto mereka berdua. Ninda menempelkan foto dirinya yang sedang tersenyum disamping Fahri pada bagian depan buku itu. Terdapat sebuah sajak yang membuat Candy menitikan airmata.

   Ku pikir, itu adalah hal yang terindah bagiku. Ketika tak sengaja aku menangkap sekelebat bayang dirimu dihalaman sekolah.

  Getaran itu mulai muncul, kala aku dapat sedikit berbincang dengan mu. Perlahan namun pasti, semua getaran itu melebur menjadi sebuah rasa yang sulit untuk ku jabarkan.

  Namun, aku tak tahu. Apa kau juga memiliki rasa yang sama besarnya terhadapku..?? Atau cintaku ini hanya sebelah pihak..?? Dan atas segala ketidaktahuan ku itu. Menjadi pengagum rahasia adalah pilihanku.

  Ku akui. Kau sangat berpengaruh bagiku. Sejak pertama bertemu denganmu saja. Mendadak, aku jadi si pecandu rindu. Ahh, sebut saja aku bodoh. Tetapi satu hal yang perlu kau ketahui. Bahwa kebodohan terbesarku adalah mencintaimu.

  Hilang. Semuanya hilang ketika Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya. Semua bahagia yang ku pikir adalah milikku, sekejap sirna bersamaan dengan pupusnya harapan tuk memiliki mu.

  Saat itu, hari yang tersedih bagiku. Hari yang bahkan enggan untuk sekedar ku bayangkan. Tetapi biarlah aku berharap dalam sebuah kemustahilan. Airmata itu, ku harap akan membeku dengan sendirinya. Seiring hatiku yang masih terasa sulit untuk melepasmu.

  Candy menutup buku itu kasar. Ia terisak sembari menutupi kedua matanya. Kalimat yang dituliskan Ninda dibukunya seolah menghantam hatinya kuat. Ia tak tahu, bahwa Ninda mempunyai cinta sebesar itu pada Fahri. Jika dari dulu Candy mengetahuinya, mungkin ia akan menjauh dari Fahri.

  Idan yang duduk disamping Candy. Lantas mengusap lembut punggung Candy. "Sekarang lo tahu kan jawabannya. Ninda cinta sama Fahri, Dy. Dia iri sama lo yang bisa deket Fahri sepanjang hari. Bahkan dia punya rencana gila buat ngejebak Fahri."

  Candy mendongak, ia menghapus airmata nya yang sempat jatuh tanpa permisi. "Rencana apa..?"

  Idan menatap Candy intens. Ia membisikkan sesuatu di telinga Candy, yang membuat gadis itu terpekik kaget.

  "Astaga. Fahri tadi nganterin Ninda kerumahnya."

  Idan mengusap wajahnya kasar. "Kok bisa sih, Dy. Lo harus mencegah. Sebelum semua terlambat."

  "Tapi gue gak tahu alamat Ninda."

  "Nanti gue kirim alamatnya. Sekarang lo harus pergi, Dy. Maaf, gue gak bisa nemenin lo. Ibu gue lagi sakit dan sendirian dirumah."

  Candy tersenyum simpul. "Gak kenapa. Lo juga harus cepat pulang. Kasian ibu lo."

  Idan mengangguk. Mereka melangkah berlawanan arah. Jantung Candy terus berdetak cepat. Informasi dari Idan mengenai Ninda terus terngiang dikepalanya.

  Sudah cukup lama Candy menanti angkot yang akan membawanya menuju rumah Ninda. Ia ingin sekali meminta bantuan pada teman-temannya. Tapi, Candy pikir hal ini bukan saatnya untuk di permasalahkan. Ia harus bergerak cepat.

  "Candy..." ia menoleh ketika seseorang menyapanya.

Candy menghela nafas lega. "Utay.." ia melangkah menghampiri lelaki itu. Ia naik keatas motor Utay, membuat cowok berbehel itu mengernyit bingung.

  "Tumben, Dy." ucapnya diiringi seringaian jahil.

"Udahlah, cepetan jalan. Ke alamat ini yaa." Candy menunjukkan alamat yang sudah dikirim Idan.

180 SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang