"Astagfirullah," Vanda menutup mulutnya saat diketahui cowok berambut keriting habis dihajar oleh Rival. Dengan tangan berototnya sekali lagi Rival meninju rahang cowok itu hingga terjatuh. Beberapa siswi sudah berteriak ketakutan akan keselamatan si cowok keriting yang diketahui bukan murid di sekolah Vanda. Namun tidak ada yang berani melerai bahkan beberapa cowok yang berdiri tidak jauh dari TKP hanya mengahalangi akses jalan keluar pagar sekolah.
"Gila gak ada satpam apa ini?" Rara nyaris berteriak minta tolong kalau saja Bela tidak mencubitnya.
"Lo teriak. Lo juga mati." Ujar Bela berhasil membuat Rara gigit bibir takut. Sekali lagi matanya menerobos gerombolan siswi yang menghalangi pandangannya.
Vanda melongokkan kepalanya lagi, ikut meneliti setiap orang yang ada disana. Dua orang sudah terjatuh lemah di trotoar, sedangkan satu lagi masih adu jotos sengan Rival. Tunggu! Kemana Reval?
"BERANI LO MATI-IN DIA, KEM-BARAN LO GAK-BAKAL SELAMET." Meski sudah terkapar di trotoar, salah satu murid yang memiliki seragam yang sama dengan si keriting menyahuti dengan terbatah-batah. Rival dengan nafas yang terengah-engah segera melepaskan cengkramannya terhadap cowok itu lalu melemparnya ke trotoar.
"Berani lo sentuh Reval gue abisin lo semua!" Ucap Rival tegas dengan tampang garangnya.
Vanda menegang, serasa mati seluruh bagian tubuhnya saat Rival berucap demikian. Vanda menggelengkan kepalanya, menepuk-nepuk dadanya agar tidak sesak. Vanda benci kekerasan dan entah kenapa suhu disekitarnya mendadak sesak. Vanda meremas lengan baju Bela yang berdiri di sebelahnya lalu melirik ke gadis itu meminta pertolongan untuk dibawa pergi dari tempat itu. Namun seakan tidak kuat lagi ia jatuh terduduk, Bela yang kaget langsung berjongkok melihat ke wajah Vanda yang pucat.
"Van, lo oke? -- Ah berisik nih. LO MAU GUE BAWA PERGI?" Ujar Bela lebih mengeraskan suaranya karena area gerbang sekolah makin padat dikerubungi siswa yang berhamburan, beberapa ada yang baru keluar kelas dan langsung nimbrung menonton Rival.
"Bantu gue berdiri." Ujar Vanda meremas dadanya sekali lagi. Ia berusaha bangkit, rasanya ingin sekali ia membuyarkan perkelahian itu, namun apa daya. Dirinya selalu lemah jika dihadapkan dengan hal-hal yang berbau kekerasan. Dan sayangnya Vanda malah khawatir dengan Rival.
Juga Reval. Dimana dia?
***
Vanda mengerjapkan matanya berkali kali saat dirinya sadar bahwa tubuhnya kini berada di ranjang UKS. Dan mencium bebauan yang tidak asing dari arah hidungnya, ia langsung bisa menebak itu minyak kayu putih.
Lalu kenapa ia bisa berakhir di UKS?
"Van, lo udah sadar? Astaga." Bela uring-uringan, dia khawatir setengah mati temannya pingsan dan gak bangun lagi. Cewek itu lekas memberikan air mineral ke tenggorokan Vanda. Lalu sambil membantu Vanda duduk, Bela menaruh gelas kosongnya di meja.
"Lo gak ada trauma sama kekerasan kan Van? Gue khawatir lo kenapa-napa tau gak sih. Abis gua bantu diri malah pingsan." Bela dengan cerocosannya segera menggoyangkan lengan Vanda untuk menyadarkan gadis itu dari lamunan, sepertinya mata Vanda menatap kosong kedepan. Entah apa yang difikirkan gadis itu. "Sekarang lo tau kan betapa monsternya si Rival. Ih gue makin takut ke dia." Tambah Bela membuat Vanda tersadar.
"Rival gimana?" Tanya Vanda melihat kearah Bela yang mendengus.
"Jangan bilang lo khawatir ke dia." Bela menggaruk kepalanya, "plis deh Vanda Miss, lo tuh harus sadar dia itu jahat. Kenapa sih masih di khawatirin." Jelas Bela dibarengi dengan gelengan tegas dari Vanda.
Tidak, Rival tidak jahat dan seperti monster seperti yang dikatakan Bela. Yang Vanda tau hanya Rival ingin menyelamatkan Reval dari entah apa itu. Situasi tadi mungkin karena seseorang sedang mempermainkan kedua cowok kembar itu sehingga salah satunya marah.
"Dan gue kasian sama Reval." Kata Bela lesu sembari menerawang ke atap UKS.
Reval, dimana dia?
"Reval, dimana dia?" Tanya Vanda akhirnya.
"Dia disandra sama anak SMA Tunas. Katanya gara-gara mereka abis tawuran kalah terus mereka gak terima dan langsung nyandra si ketua geng. Lo tau kan Reval ketua tawuran. Ah, tepatnya adalah Rival yang seharusnya di sandra." Jelas Bela membuat kepala Vanda berdenyut.
Tidak cukupkah hari ini dia melihat Reval ditampar oleh Pak Bimo. Dan mendapat surat peringatan. Sekarang, bahkan Reval harus di sandra oleh sekolah lain hanya karena menang tawuran. Ini gila? Apa sebenarnya yang ada di otak Reval hingga masalah bertubi-tubi datang padanya. Dan sialnya adalah Vanda tau tentang semua ini. Lebih sialnya lagi adalah perasaannya sekarang bercampur aduk, antara khawatir dan waswas atas keselamatan Reval.
"Tapi meski begitu gue harus bilang makasih ke Rival karena udah bantuin gotong elo ke UKS. Lo tu berat tau Van." Ujar Bela seperti tidak iklas menyebut salah satu kebaikan Rival. Mendengar itu Vanda segera mengatur posisi duduknya untuk menghadap sempurna kearah Bela.
"Go-gotong gue. Gendong?" Tanya Vanda tak percaya. Pipinya langsung bersemu mendengar Rival menggotongnya ke UKS.
"Gak usah geer deh. Gue berdua gotong sama dia. Kalau gue bisa ngangkat elu sendiri mah mending gak usah dibantuin dah gue. Ngeri liat mukanya si Rival. Bonyok semua. Untung aja gue selamet nganter lo ke UKS." Celoteh Bela lagi-lagi memberi tahu bahwa Rival adalah seorang monster yang tidak pantas melakukan kebaikan.
"Hust. Lo tu ngomong apasih Bel. Udah sekarang mereka berdua dimana?" Tanya Vanda lekas menurunkan kakinya dibarengi dengan Bela yang mengambilkan sepatu Vanda dibawah kasur.
"Mereka siapa?" Tanya Bela bergidik.
"Rival sama Reval."
"Yailah belum juga ngatup mulut gue Van. Dibilang Reval di sandra. Kalau Rival ya pasti ke SMA Tunas lah, mau tawuran lagi kali."
Vanda mengangguk, memasang sebelah sepatunya kekaki. "Yang bener adalah dia mau nolongin Reval. Nething aja lo."
"Terus aja Belain Rival. Ah, kalau ada Rara abis lo diomelin."
"Rara kemana emang." Vanda menyudahi memasang sepatunya. Lalu menekan-nekan kepalanya agar kembali normal dan tidak berdenyut.
"Eh lo kalau masih sakit gak usah maksa cabut kali Van." Sambil membantu Vanda berdiri Bela meraih ransel Vanda kepunggung belakangnya. "-kayak gak tau Rara aja. Pasti dia ngintilin bocahannya buat nyari tau gosip si biang tawuran"
"Gua gakpapa. Barusan gue udah minta jemput, -oh gitu."
***
Malam ini Vanda sungguh tidak bisa tidur. Gadis itu terus saja memikirkan keadaan si kembar. Baginya kejadian hari ini sungguh terkutuk sehingga berhasil membuat Vanda tidak tenang. Rasanya kekhawatirannya tentang si kembar terlalu over sehingga membuatnya guling-gulingan di kasur. Dia punya nomor telfon Reval. Dia berteman juga di akun line tapi haruskah dia bertanya.
"Ah, geer lagi nanti tu anak." Vanda melempar kembali ponselnya lalu tengkurap di kasur. Dia bimbang apakah harus menghubungi Reval duluan atau tidak.
Tapi dia tidak bisa untuk tidak menghiraukan bagaimana khawatirnya dia tentang cowok itu. Terutama Rival.
Call. Akhirnya dengan tanpa aba-aba Vanda menekan tombol call di akun linenya.
"Hallo, siapa lo!"
Mati lo Van. Itu suara Rival!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Fiksi Remaja[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...