TBBT #28

5.7K 431 15
                                    

Sudah tiga hari sejak ujian tulis berlangsung di sekolah. Dan Vanda selalu nampak ceria. Tidak biasanya gadis itu begitu semangat pergi ke sekolah. Padahal sudah jelas sedang terjadi pertarungan antara otaknya dan kertas serta bulpoin. Dulu Vanda sangat tidak menyukai Ujian, namun, ujian kali ini berbeda. Vanda sama sekali tidak merasa terbebani meski semua jawabannya diisi asal. Karena, setiap selesai ujian, Rival selalu ada di sampingnya. Membuatnya selalu tertawa dengan tingkah ekspresifnya.

List keekspresifan Rival yang baru baru ini diketahui oleh Vanda.

Pertama : Setelah selesai ujian Rival selalu menghampirinya, mengatakan padanya "gimana ujiannya?" Dan selalu dengan wajah tersenyum.

Kedua : Mereka pasti ke kantin setelah itu. Memesan dua mangkuk bakso atau makanan lainnya. Kemudian mereka akan bercerita tentang apapun itu.

Ketiga : Sebetulnya paling menyebalkan adalah mereka selalu bicara menggunakan sebutan gue-elo. Huh! Tapi meski begitu entah kenapa Vanda gak bisa marah. Rival selalu punya cara untuk membuatnya tersenyum. Dan Vanda tidak perlu lagi merengek karena sifat dingin Rival.

Keempat : Meski banyak yang membicarakan mereka hingga membuat akhir-akhir ini Rival menjadi terkenal karena ya, ketidakhadiran Reval membuat Rival menjadi perwakilan mostwanted di sekolah. Terutama perwakilan badboy twins. Namun Rival tetaplah Rival yang acuh terhadap apapun.

"Gimana ujiannya?" Rival ikut membaringkan wajahnya menghadap kekiri tepat kearah wajah Vanda yang juga terbaring di meja menghadap kekanan.

Vanda tersenyum singkat, lalu mendengus. "Gatot." Jawabnya manyun.

Rival terkekeh lalu menegakkan tubuhnya bersandar kekursi. "Gue apalagi. Gak tau jawab apa. Itu kenapa soalnya bentuk angka semua dah. Bikin puyeng." Kekeh Rival dibarengi kekehan Vanda yang juga menegakkan tubuh.

"Kantin aja yuk. Laper gue." Ajak Vanda bangkit. Rival mengangguk sambil merangkul pundak Vanda seperti biasa. Tidak terlalu memperhatikan desas-desus teman sekelasnya yang tentu saja belum bisa menerima bahwa Rival dan Vanda pacaran.

"Rival." Panggil seseorang dari belakang punggung Vanda dan Rival. Mereka lekas menoleh, kemudian dengan cepat Rival menurunkan rangkulannya dari Vanda.

"Iya." Jawab Rival santai.

Ajeng nampak menghela nafas panjang. Saat setelahnya mengulurkan tangan pada Rival. Cowok itu menaikkan setengah alisnya, namun akhirnya menjabat tangan Ajeng yang saat ini tersenyum.

"Selamat." Ucapnya. "Buat kalian berdua." Senyum Ajeng pilu. Melihat itu, Rival merasa bersalah. Tentu saja Vanda juga, yang saat ini sedang menatap pacarnya dengan senyum kasihan.

"Sorry." Ujar Rival melepas jabatan itu.

Ajeng lagi-lagi tersenyum pilu, "semoga langgeng." Ujarnya kemudian pergi dan sempat tersenyum ke Vanda.

"Patah hati itu pasti." Celetuk Vanda melongok keluar pintu kelas. Dibarengi dengan Rival yang hanya menaikkan bahu.

Setelah mereka sampai di kantin. Vanda langsung memesan makanan ringan. Mereka berdua kebetulan malas makan berat. Bisa kompak begitu?

"Tara.. Gue beli susu strawberry dong. Buat lo nih." Vanda menyodorkan sekotak susu lowfat rasa strawberry ke Rival. Serta beberapa chikinya di taruh diatas meja.

Rival nyengir sekilas, lalu membenarkan rambutnya seperti biasa. Agak tidak nyaman. Lalu meneguk ludahnya.

"Tuker aja deh." Rival langsung menukar susu kotak miliknya dengan milik Vanda dengan rasa coklat. Dan menusuknya dengan cepat menggunakan sedotan sebelum Vanda mengomel karena jatahnya diambil.

"Kok,-" Vanda yang tidak mendapat aba-aba langsung melotot. "Ih, itukan punya gue Rival. Lagian gue gak suka susu strawbery." Manyun Vanda.

Rival menaikkan alis, "gue juga." Ceplosnya. "Maksudnya, lagi bosen." Cengirnya kemudian membuat Vanda tidak percaya.

"Kok gitu. Biasanya apa-apa lo maunya rasa strawberry. Pas di KFC lo juga makan ayam pake susu strawberry." Jelas Vanda.

"Emang?" Rival terus menyedot susunya sampai habis.

Vanda memajukan lagi bibirnya beberapa centi. "Ih bodo amat ah."

"Lagi bosen strawberry serius." Rival membentuk tanda piss di jarinya seperti yang biasa dilakukan Vanda.

"Gak ada yang bisa ngubah mood lo, Rivaldi." Sungut Vanda.

"Hehe." Rival cuma cengengesan. Matanya berkeliaran kesana kemari. Saat baru saja matanya menemukan Jakir dan Rara berjalan sambil gandengan tangan. Membuatnya berseru kegirangan.

"Woy Kir! Udah jadian lo sama Rara. Asek dah!" Tegur Rival membuat semua mata melirik kearahnya. Terutama Jakir yang baru saja disebut namanya. Apalagi Rara, cewek itu langsung menatap tajam si pemilik suara.

"Itu Rival kan? Kok kenal kamu?" Todong Rara membuat Jakir menaikkan bahu. Mereka berjalan mendekati Rival dan Vanda yang cengoh. Rara tidak lagi takut memandang mata Rival, padahal biasanya dia akan berkeringat atau paling tidak menghindar dari tatapan itu.

"Lo kenal Rara sama Jakir?" Tanya Vanda langsung dibalas Rival dengan mengangguk tidak sadar.

"Lo kembarannya si Reval kan? Kenal gue?" Pertanyaan Jakir mendadak membuat Rival menepuk jidatnya lalu menelan ludah kelu.

"Lo tau kami dari Reval? Atau," tanya Rara penuh selidik. Memandangi seluruh bagian tubuh Rival yang sama sekali tidak berubah. Si rapih dengan rambut penuh gel. Rara akhirnya berakhir menggeleng.

"Sorry, gue gak sengaja. Biasanya kembaran gue suka cerita kalian. Jadi gue hafal aja." Cengir Rival dibalas gelengan kepala oleh Vanda. Sama sekali tidak percaya bahwa seorang Rival bisa memperhatikan beberapa siswa di sekolah.

"Gak jelas. Cabut yuk." Ajak Rara dengan wajah sengit pergi meninggalkan Rival yang saat ini sudah berkeringat dingin.

"Riv, lo oke kan?" Tanya Vanda.

"Oke sayang." Senyum Rival datar. "Pulang yuk." Ajaknya kemudian bangkit meninggalkan Vanda.

"Hhh, mulai dah dinginnya kumat." Desis Vanda pergi meninggalkan kantin.

Rival sudah menunggu Vanda diatas motor, berkali kali ia melihat arloji ditangannya. Hari ini bundanya pulang, dan ia harus tepat waktu sampai di rumah sakit untuk menjemput bunda serta kembarannya. Sebelumnya ia harus pulang dulu ke rumah untuk mengambil mobil.

"Lama lo." Ketus Rival dibarengi dengan sungutan Vanda yang naik ke jok motor belakang Rival.

"Helm mana?" Pinta Vanda memajukan tangannya kedepan.

Rival mengambil helm birunya di spion, lalu memberikannya pada Vanda. "Pegangan." Ujarnya, dan Vandapun mengangguk.

"Eh tunggu-tunggu." Vanda menyetop Rival yang sudah menstater motornya untuk melaju.

"Apa?" Rival mematikan mesinnya lalu menoleh setengah kebelakang.

"Gue dari kemarin penasaran sama ini,-"

"Aaaarggh! Sakit-sakit." Ronta Rival karena baru saja lengannya diremas oleh Vanda. "Jangan di remes-remes dong." Omelnya.

Vanda turun dari motor, lalu menggulung paksa lengan jaket Rival sampai terlihat perban putih disana dengan bercak darah. Vanda kaget, sontak menjerit dan memukul dada Rival dengan keras.

"Pantesan lo make jaket mulu. Ini tangan kenapa?" Tanya Vanda membuat Rival menggeleng merintih.

"Kejedot pintu." Jawab Rival asal.

"Bohong." Vanda berdecak.

"Serius. Udah ayo pulang. Bunda gue balik hari ini." Ujar Rival memanjangkan lagi lengan jaketnya.

"Gak mau. Jujur dulu lo kenapa? Habis tawuran lagi jangan-jangan." Tebak Vanda membuat Rival mendesah.

"Kalau lo gak mau pulang gue tinggal." Ancam Rival kembali dingin.

Vanda mencebik, hanya itukah yang bisa diperbuat Rival. Mengancamnya dengan perlakuan yang dingin.

"Ih nyebelin!" Umpat Vanda. Meski begitu ia tidak bisa marah terhadap cowok itu.

***

The BadBoy Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang