"Itu pada kenapa sih temen lo." Usik Bani pada Vanda yang sibuk membereskan buku-bukunya yang berantakan di kamar. Padahal besok dia harus mengumpulkan tugas fisikanya, tapi sampai jam menunjukkan pukul 21.00 cewek itu belum juga menulis satu hurufpun.
"Si kembar?" Tanya Vanda memperjelas kata teman itu.
Bani mengangguk, cowok itu meraih ponsel Vanda yang tergeletak di nakas. "Setiap lihat gue, mata mereka tu kayaknya nyolot gitu. Ah, sialnya mereka mirip sama Dandi. Gue mau pelototin balik jadi gak tega." Tambahnya membuka aplikasi line lalu meng-add namanya sendiri di layar itu.
Setelah selesai Bani meletakkan kembali ponsel Vanda kemudian menerima permintaan pertemanan itu.
"Tampang lo tampang kriminal kali." Ceplos Vanda menyudahi beres-beresnya, saat ini ia mengambil buku fisika dan beberapa buku paket pendukung.
Bukan, dia sama sekali tidak niat mengerjakan. Vanda kini melirik Bani dengan senyum memohon, Bani tau itu, Bani hafal.
"Apa?" Tanya Bani melengos.
"Kerjain. Lo kan pinter. Yah yah." Pinta Vanda agak merajuk, menarik-narik kaos Bani. Membuat Bani menghela nafas mengiyakan. Dia sama sekali tidak bisa menolak permintaan Vanda.
"Daripada lo terus-terusan bo-doh. Mending gue ajarin aja." Tawar Bani duduk dikasur sebelah Vanda yang sekarang sedang tengkurap meratapi tugas fisikanya.
Vanda menggeleng keras, "yah Ban. Lo tau kan otak gue semana."
"Sejumput memang. Tapi kalau lo ngandelin orang terus, lo kapan pinternya." Bani mengambil alih pensil yang digenggam Vanda kemudian mulai mencorat-coret tugas gadis itu.
"Nanti-nanti aja pinternya. Otak gue masih gak ngangkat."
"Mau gue angkatin? Sinih." Bani mengetuk kepala Vanda dengan pensilnya lalu menarik pelan kepala itu keatas agar tidak bersandar kebantal. Bisa-bisa Vanda tertidur.
DEG.
"Bani ih." Vanda buru-buru melepaskan tangan Bani dari kepalanya saat bunyi aneh berhasil mengetuk dadanya. Gadis itu bangkit, lalu memukul lengan besar Bani dengan kuat. "Kerjain udah. Lo kan abang yang baik dan pengertian sepanjang masa.
Gue masakin mie deh. Tunggu." Vanda turun dari kasurnya lalu lekas pergi meninggalkan Bani.
Apakah rasa sukanya ke Bani belum hilang?
***
Pagi-pagi begini Vanda sudah buru-buru, bahkan bajunya dimasukkan asal kedalam rok. Dia tidak mau sampai terlambat, hari ini kan upacara. Bisa gawat kalau dia baris dibarisan kriminal didepan seluruh siswa.
Vanda menyisir rambutnya asal, untung saja rambutnya itu halus kayak perosotan, jadi gak perlu berantem dengan sisir yang nyangkut-nyangkut ke rambut.
Vanda keluar pagar rumahnya, saat mendadak ada mobil terparkir disana. Dia hafal mobil itu, mobil Bani.
"Buruan Ban." Vanda lekas masuk kedalam sambil mengumpat. Ia mengikat tali sepatunya dengan grasak-grusuk.
Setelah hampir 20 menit ada dijalan, Vanda akhirnya sampai di sekolah. Melihat sekolah yang sudah ramai karena beberapa murid berlarian, Vandapun lekas turun dari mobil lalu mengucapkan terimakasih ke Bani yang langsung tancap gas.
"Astaga, dasi! Dasi gue mana?" Vanda mengoyakkan isi tasnya sambil berlari kecil. Pintu gerbang sekolahnya sebentar lagi sudah ditutup, tidak mungkin dia menyuruh Bani kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...