"Gue tanya lo siapa?" Vanda sungguh tidak percaya dengan apa yang terbesit di otaknya. Bahwa si kembar bertukar posisi. Dengan paksa Vanda tidak ingin hal itu adalah menjadi sebuah kebenaran. Karena kalau sampai iya. Vanda akan bingung dan terlihat seperti orang bodoh saja.
Melihat Rival tidak kunjung menjawab, Vanda segera angkat kaki dari hadapan Rival. Setelah sebelumnya menyempatkan berbalik sebentar.
"Gue bisa pulang sendiri." Tegas Vanda berlalu.
Dalam perjalanannya ke depan gerbang sekolah. Vanda merasa sedang diambang dilema. Bukan hanya merasa sedang dipermainkan, namun Vanda masih belum mengetahui kebenaran sesungguhnya. Membuatnya marah sendiri dengan emosinya yang bercampur aduk.
Bukkk!! Moodnya mendarat tepat pada seseorang yang baru saja menabraknya tanpa hati-hati. Vanda memejamkan matanya lalu mulai beraksi ingin memaki. Saat baru saja ia melihat lembaran bertuliskan "surat pindah" jatuh ke paving.
Kertas serta mapnya segera diambil oleh si pemilik yang pergi begitu saja. Vanda yang merasa mengenal tubuh itu, segera menarik tangan seseorang itu dengan paksa. Hingga mereka kembali berhadapan.
Vanda berdecak, matanya memerah setelah meneliti seluruh bagian tubuh cowok itu. Cowok dengan wajah serupa dengan cowok yang barusan Vanda tinggalkan di koridor.
Vanda menggenggam lengan itu dengan kuat hingga cowok itu merintih. Ia tahu betul luka itu belum sembuh dan tidak mungkin sembuh dalam jangka waktu sehari, bahkan tanpa bekas seperti yang ia lihat di lengan Rival. Melihat Reval menggerang begitu, Vanda jadi terkekeh sendiri.
"Sebegitu bodohnya gue." Cibir Vanda dalam balutan emosi.
Reval tidak tau apa yang baru saja terjadi antara Vanda dan kembarannya. Yang jelas, Reval paham bahwa Vanda menyadari akan dirinya.
"Nda, lo oke?" Tanya Reval dengan balutan kaos lengan panjang dibaluti jaket navy dan celana jins panjang.
Vanda menggeleng, "lo tega." Cetusnya segera berlari meninggalkan Reval yang baru saja mengepalkan tangannya. Dia merasa menjadi sumber masalah disini.
Reval mengejar Vanda, tidak lagi menghiraukan bahwa ia akan menyerahkan surat pindahnya hari ini. Bahkan map itu sudah ia remas sambil berlari.
"Nda, berhenti!" Reval menarik tubuh Vanda menghadap kearahnya. Dengan meraup wajahnya sendiri ia terus menahan tubuh Vanda yang ingin pergi. "Sorry." Ujarnya tulus.
"Gue emang bodoh Val. Sebodoh itu sampai gue gak bisa bedain mana elo dan mana Rival." Tatapan Vanda sangat sengit, membuat hati Reval sedikit tergores.
"Sorry. Gue sama Rival gak maksud." Reval terus menahan tubuh Vanda agar tidak pergi. Dan terus mengucapkan maaf berulang kali.
Dari jauh, Rival bisa melihat kembarannya dengan Vanda bicara. Rival mendadak geram, lantas menghampiri kedua orang itu. Mengambil alih bahu Vanda dan menepis tangan Reval dari pacarnya.
Sadar akan hal itu Vanda juga ikut menepis tangan Rival. Kali ini Vanda bisa lolos, dan mengambil langkah mundur dari si kembar.
"Aku minta maaf." Ujar Rival kembali hangat. Tidak lagi menampakkan wajah dinginnya.
"Gue yakin lo gak mau Rival gak naik kelas kan?" Tutur Reval membuat Vanda tidak mengerti.
"Maksud lo apa?" Tanya Vanda.
"Rival harus jagain Bunda karena bang Dandi pergi. Dan gue gantiin dia buat ikut ujian. Biar dia naik kelas bareng elo." Jelas Reval membuat Vanda menggelengkan kepalanya, "Gue tau lo pasti nanya kenapa harus Rival yang jaga bunda. Kenapa gak gue aja, dan Rival bisa ikut ujian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...