Vanda rasanya ingin mencak-mencak diranjangnya, ia sungguh tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena pernyataan Rival tadi. Vanda memeluki bantalnya beberapa kali, sesekali berteriak histeris. Tangannya mengetuk kembali kepalanya, dia harap itu bukan mimpi.
Disaat bersamaan pintu ruangan terbuka, membuat Vanda cepat-cepat menaruh bantalnya di kepala. Pura-pura tidur.
"Van,-tidur." Rival menahan senyumnya saat mendapati Vanda tertidur didalam selimut. Wajah gadis itu sudah tidak pucat lagi, membuat Rival menarik nafas lega. Ia meletakkan bubur yang baru saja ia beli di meja. Lalu mengambil posisi duduk di kursi dekat ranjang. Sambil memegangi tangan Vanda, Rival menyembunyikan wajahnya digenggaman itu.
Rival bergumam dan memejamkan mata. Dia sangat ngantuk, semalaman dia tidak bisa tidur karena terlalu khawatir dengan keadaan Vanda. "Jangan sakit lagi." Ucapnya pelan sekali lagi berhasil membuat Vanda yang pura-pura tidur jadi gigit bibir.
Vanda membuka matanya, mendapati kepala Rival yang bersandar ditangannya dengan mata terpejam. "Hmm" Gumam Vanda pelan dengan senyumnya yang tidak lagi bisa ia tahan.
***
Tepat pukul 1 tengah malam. Entah Vanda mimpi atau tidak, yang jelas saat ia terbangun, Vanda melihat bagaimana seorang Rival menungguinya di rumah sakit. Posisi tidurnya sama dengan tadi siang, hanya saja kali ini Rival sudah mengganti bajunya dengan kaos berbeda warna. Vanda mengusap pelan rambut cowok itu. Sambil tersenyum, ia merapikan rambut Rival yang agak berantakan. Tidak percaya bahwa Rival akan menunggunya sampai selarut ini.
"Sampe gak sempet sisiran. Gara-gara nungguin aku ya." Kekeh Vanda disela-sela mengusap rambut Rival. Melihat Rival bergumam dan bergerak, Vanda menepuk-nepuk bahu cowok itu. Membuat rasa nyaman hingga Rival bisa tidur dengan pulas. Meski Vanda yakin posisi begitu bikin sakit badan.
"Riv, makasih buat semuanya." Vanda menggantikan genggaman Rival dengan tangannya yang menggenggam balik tangan Rival. "Aku sayang kamu." Ujar Vanda kemudian tertidur kembali.
***
"Lo gak ke rumah sakit?" Tanya Dandi menyuap roti bakarnya di piring.
Reval menggeleng, "gak." Jawabnya singkat menyudahi acara sarapannya. Lalu meneguk susu coklat dari gelas.
"Yaudah. Bantuin gue aja ya ngurus sponsor." Ajak Dandi dibalas anggukan singkat Reval.
Setelah mengurus sponspor untuk acara festival. Dandi dan Reval segera masuk kedalam gedung dan mengurusi beberapa tenda yang akan dipasang disana.
"Lah Ban lo disini, gak ke rumah sakit?" Tanya Dandi melakukan highfive dengan Bani. Diikuti oleh Bani yang menyapa singkat Reval.
"Biarin sama si Rival aja. Lagian ini tenda belom pada kepasang, tanggung jawab gue kan." Jelas Bani mengarahkan Reval dan Dandi kesalah satu tenda yang sudah terpasang.
Dandi manggut-manggut, "baguslah,-sisanya biar diambil alih Reval." Cetus Dandi.
Bani mengangguk, "sisa tendanya ada di Gilang. Dia di ruang ganti." Tunjuknya pada Reval.
Tidak menjawab, Reval memilih untuk segera melakukan tugasnya.
***
Hari cepat sekali berganti, seluruh tenda sudah dipasang dengan rapih. Sisanya adalah para pengisi festival yang ingin mendaftarkan diri mereka untuk menggunakan stand yang tersedia. Reval pamit, sudah 3 hari sejak kepulangan Vanda dari rumah sakit. Ia sama sekali belum menjenguknya. Disamping dia sibuk membantu Dandi juga ia sibuk menemani Ajeng yang sering minta diantar kesana kemari. Plus dirinya sering disibukkan oleh kegiatan tengah malamnya bermain plastation di rumah Dandi. Membuatnya lupa hari bahkan tanggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...