Vanda meremas ponselnya saat ia betul-betul percaya bahwa suara itu adalah suara Rival, bukan Reval. Suara dengan nada tegas dan tidak bersahabat.
Vanda menelan ludah, mematikan telfon adalah cara pengecut. Daripada Vanda mati karena rasa khawatir, ada baiknya dia bertanya kepada Rival apa yang sedang terjadi.
Iya, tarik nafas. Buang!
"Gue Vanda Riv. Eng, Reval mana ya?" Tanya Vanda sambil menggaruki rambutnya yang tidak gatal. Deru nafasnya tidak beraturan sehingga tangan kirinya sejak tadi meremas selimut. Bukan apa-apa, ini adalah pertama kalinya ia bersambung kata melalui telfon dengan Rival. Jikapun ini mimpi, bahkan Vanda tidak rela untuk bangun.
"Bang,-sat..."
Vanda langsung berjingkat saat mendengar sebuah benda kemungkinan terlempar dari sebrang telfon. Rival mengumpat entah apa, suara makin berisik, hingga Vanda yang tadinya duduk tenang di kasur saat ini memilih beranjak dan berdiri berputar-putar sambil menggigiti jarinya.
"Riv, lo gakpapa? Hallo Riv,-"
Thut. Thut. Thut.
Telfon mendadak dimatikan, rasa tegangpun menggelayapi Vanda. Cewek itu mencoba menyambungkan kembali telfonnya dengan nomor Reval tapi diacuhkan. Vanda duduk kembali ke kasur, meminum seteguk air putih di mejanya lalu memijit kepalanya dengan tenang. Bahkan saat ini Vanda memiliki kekhawatiran pada si kembar dua kali lipat daripada sebelumnya. Vanda sungguh takut dengan apa yang akan terjadi malam ini.
Memikirkan hal yang tidak-tidak membuatnya semakin cemas saja. Vandapun ingin menekan tombol call kembali pada ponselnya. Namun sebelum itu terjadi, Vanda lebih dulu mendapatkan telfon dari nomor tak dikenal.
Dengan ragu Vanda mengangkatnya lalu segera memasukkan ponselnya kedalam saku saat telfonnya dimatikan, ia mengambil jaket dilemari dan langsung melesat menuruni anak tangga rumahnya.
***
"Posisi?"
"Gue udah di luar gedung yang lo suruh."
"Buka pintu mobil lo terus stater mobilnya."
Vanda gemetar, ia memejamkan matanya sebentar kemudian ia turun dari mobil, membuka dua pintu belakang mobil dengan lebar seperti yang disuruh orang disebrang telfonnya. Lalu masuk kembali ke tempat duduk pengemudi. Tangannya berkeringat sejak tadi, akankah dia harus terseret dengan masalah ini atau tidak. Entahlah, Vanda percaya bahwa orang yang ada disebrang telfon ini akan melindunginya.
"Udah." Jawab Vanda singkat sambil mengangguk.
"Oke. Sekarang tutup mata lo sama kain hitem yang gue suruh bawa."
"Hah." Vanda melihat kain hitamnya di jok samping, masih tidak mengerti maksud orang itu Vanda memilih bertanya. "Buat apa? Kan gue yang nyetir?"
"Lo pindah posisi, gak usah banyak nanya cepetan.-"
BRAKKKKK!!!!!
Vanda kaget, seseorang disebrang sana menggerang keras. Entah benda apa yang menimpanya hingga membunyikan suara demikian namun Vanda memilih bangkit dan berpindah posisi kejok sampingnya lalu mulai menutup matanya dengan takut-takut. Vanda menelan ludah, suasana didepan gedung ini sungguh horor. Tidak ada satu lampupun yang meneranginya kecuali berasal dari mobil yang Vanda bawa.
"Vanda lo udah gila. Lo udah masuk kedalam masalah." Vanda meremas jaketnya kuat saat terdengar gebrakan dan bantingan benda kaca terdengar nyata ditelinganya. Kali ini bukan disebrang telfon lagi, tapi nyata menusuk telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...