TBBT #3

8.6K 637 15
                                    

"Gue gak mau masuk BK ya. Tolong banget ini." Vanda memegangi ujung seragam Reval yang sengaja tidak dimasukkan kedalam celana. Membuat geraman cemas karena Vanda tidak mau sampai masuk kedalam ruangan yang belum pernah ia masuki.

"Bangsat!" Lagi-lagi Reval mengumpat, sambil mengeraskan kepalan tangannya ia hendak maju. Meski sudah dicegah oleh Vanda yang memilih untuk tidak bertindak kekerasan. Tapi rasanya percuma menghadang Reval yang kepalanya keras macam batu kali.

"Diem lo Riv, kali ini biar gue." Tambah Reval sengit. Tangannya melepas cengkaraman kuat Vanda dan mendorong lengan gadis itu kebelakang punggung Rival. Reval tau persis Vanda suka perdamaian dan paling benci kekerasan.

Vanda yang didorong begitu langsung kicep karena Rival sempat beberapa kali menengok kebelakang, melihat ke wajah Vanda yang canggung dan sedikit ketakutan.

"Oh, jadi bapak bisanya cuma mengadu ya! Asal bapak tau ya, saya gak takut!" Ujar Reval melihat ke arah Pak Bimo, Bu Ningsih si guru BK, dan Pak Pripto si wakasek.

"Lihat kan bu, pak. Dia ini, oh tidak, mereka berdua ini," sambil menunjuk Reval dan Rival, "sudah kelewatan sama guru. Gak sopan! Gak punya aturan! Bisanya cuma mengancam saya atas apa yang tidak saya perbuat."

"Keluarkan saja mereka ini dari sekolah!" Tukasnya tegas membabi buta. Matanya menyalang penuh kemarahan ke arah Reval. Tidak terlalu memperhatikan keberadaan Rival, apalagi Vanda.

Reval tersenyum sengit, alisnya naik satu, dan tangannya semakin terkepal. Mengingat hal yang dilakukan Pak Bimo sekarang adalah hal yang paling menjijikkan bagi Reval. Kalau tidak ingat ini di sekolah, Reval akan dengan cepat memukul rahang orang itu.

Bu ningsih serta Pak Pripto terdiam sejenak, lalu bu guru itu mengomel tanpa henti seperti rentetan kalimat umum jika sudah masuk ke ruang BK. Bahkan Reval pikir ia sendiri sudah hafal dengan ceramahan itu. Sekarang giliran Pak Pripto, beliau malah geleng-geleng kepala dan langsung tanpa aba-aba menyeret tangan Reval masuk ke ruang Kepsek. Didampingi dengan Rival dan Vanda yang masih terus mengikuti kepergian Reval dari belakang.

***

Kok gak adil sih?

Kenapa yang dapet surat peringatan cuma si Reval?

Tanya, enggak?

Batin Vanda melolong sendiri, matanya tidak fokus untuk mengobati lelaki didepannya.

"Woy, pelan-pelan. Sakit!" Reval memekik karena pipinya yang dibasuh air hangat malah ditekan kuat-kuat oleh Vanda.

Setelah kejadian ditamparnya Reval di ruang kepsek oleh Pak Bimo, Vanda sama sekali gak bisa diam untuk melayangkan fikirannya. Sebisa mungkin ia tidak memikirkan rasa perih di pipi Reval karena tamparan yang begitu keras. Atau bahkan ia sedang melamunkan kesantaian Rival seolah cowok itu tidak akan membela Reval, kembarannya didepan Pak Bimo.

Aneh!

Bahkan sekarangpun Rival tidak memunculkan batang hidungnya. Ah, mungkin ini yang diberitakan seiisi sekolah. Bahwa Rival tidak terlihat, bahwa Rival adalah badboy misterius yang tidak pernah tertangkap oleh segerombolan guru, bad boy satu itu, benar-benar membuat Vanda selalu berfikir keras dan membuatnya makin penasaran.

"Etdah. Nda! Lo mikirin apasih." Sambil menarik kain yang dipegang Vanda hingga lamunan gadis itu buyar, "biar gue." Lototnya kearah Vanda.

"Eh, sorry." Vanda nyengir sambil garuk-garuk kepala. Lalu gak lama bangkit. "Bisa sendiri kan? Gua masuk kelas ya." Sambil berdadah ria, Vanda ingin beranjak dari ranjang uks. Tempat Reval terduduk.

The BadBoy Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang