Hari terakhir ujian.
Vanda sudah menunggu untuk ini, ia akan mengajak Rival untuk pergi dengannya menonton. Melihat bagaimana belum pernah menonton sama sekali semenjak pacaran, Vanda ingin melakukannya. Tentu saja Vanda tidak egois. Ia ingin meminta Rival mengajak kembarannya. Vanda sudah memberikan pesan kepada Reval untuk ikut, meski pesannya hanya dibaca. Namun Vanda bertekad untuk menemui Reval yang telah menghilang selama seminggu lebih.
Sudah semenit, namun Rival tidak juga menghampiri Vanda di bangkunya. Tidak biasanya Rival berdiam diri di kursinya. Apa terjadi sesuatu? Atau dia marah atas pembicaraan mereka semalam lewat telfon. Ah, kalau iya bisa gawat.
Vanda mengemas barangnya masuk kedalam tas, lalu ia beranjak menuju kebangku Rival. Matanya meneliti seluruh tubuh cowok itu. Rival nampak tersenyum segaris, lalu ikut bangkit dan mensejajarkan tubuhnya berdiri disamping Vanda.
"Kirain gue marah." Vanda nyengir menampilkan lesung pipinya lalu merangkul lengan Rival dengan ceria.
Rivak yang tidak siap diperlakukan begitu langsung melepas gandengan Vanda. "Mau pulang?"
Vanda mengernyit bingung, ia merasa suhu dingin kembali merasuk kedalam dadanya. Dan kembali menghantui Rival. Apa pacarnya itu benar-benar marah?
"Lo marah ke gue?" Tanya Vanda menaikkan alis.
Rival menggeleng, "gak."
"Kok,-" Vanda meneliti lebih dalam, seperti ada yang salah dari Rival hari ini. "Ada masalah?"
"Gak." Rival kembali menggelengkan kepalanya.
"Gak ada masalah kok minta pulang. Biasanya juga kita ke kantin dulu ngisi perut." Ujar Vanda menyeret tangan Rival tanpa persetujuan. Rivalpun tidak bisa menolak dan hanya menurut saja.
Sampai di kantin, Vanda memesan seperti biasa dua porsi nasi goreng dan dua buah minuman. Jus melon dua-duanya.
"Mau strawberry." Rival mendorong pelan gelas berisi jus melon itu kepinggir meja.
Vanda terkejut, pasalnya baru kemarin Rival menolak dikasih susu strawberry. Namun sekarang pacarnya itu meminta lagi. Membuat Vanda bingung sendiri.
"Katanya lo bosen sama rasa strawberry. Yaudah gue sengaja pesen melon." Jelas Vanda membuat Rival mengernyitkan dahinya dalam.
Mengerti kemana alurnya, Rival segera menarik gelas itu kembali sambil menyeruputnya. "Lupa." Setelah itu Rival menyuap nasi goreng didepannya.
Vanda menggelengkan kepala, "bener-bener gak ada yang bisa nebak mood lo ya Riv." Vanda ikut menyuap nasi gorengnya.
Hening, yang terjadi selama mereka makan nasi gorengnya masing-masing adalah awkward. Vanda tidak mengerti kenapa Rival mendadak diam. Namun dari sisi Vanda, seperti ada yang Rival sembunyikan. Rival berbeda dari biasanya. Bahkan harusnya sekarang mereka bertukar cerita seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Namun ini tidak, membuat Vanda geregetan.
"Lo kenapa sih Riv. Beda banget."
Rival menyudahi makannya dan menyeruput jus melonnya. Lalu tubuhnya mendekat ke Vanda sambil meneliti seluruh bagian wajah gadis itu. Rasanya kangen itu terbayar.
"Penasaran." Ucap Rival tidak dimengerti oleh Vanda.
"Penasaran apa?" Vanda ikut mendekatkan tubuhnya ke Rival.
"Kok kamu jadi gue-eloan begini. Gak ada halus-halusnya." Ucapan Rival barusan membuat Vanda berdecak tidak percaya.
Vanda menyandarkan tubuhnya di kursi lalu memandang kesal pacarnya. "Yang mulai itu elo ya. Lo lupa?" Tanya Vanda heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The BadBoy Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 1] Rival dan Reval memang kembar, tapi Vanda jelas menentang kesamaan mereka. Dia bersikeras bahwa Rival berbeda dengan Reval. Meski kenyataan yang Vanda tidak bisa pungkiri adalah, keduanya sama-sama badboy kelas kakap. Cowok paling buruk sep...