"Gi foto acara kemarin udah lo print kan?" tanya Dita salah satu teman ekskul photographynya.
"Udah Dit, ini langsung gue kasihin kemana?" tanya Gia sambil menunjukkan sebuah map yang berisikan semua foto yang dia ambil diacara hari jadi sekolahnya kemarin.
"Kasih ke Fatur aja," kata Dita sambil memainkan ponselnya. "Gue duluan ya, mau nanyain foto sama yang lainnya." Dita berjalan menjauhi Gia.
Gia menatap map ditangannya dengan senyum penuh arti. Dia menatap penampilannya dari kaca jendela kelas disampingnya. Jangan sampai dia terlihat buruk dihadapan Fatur.
Ya. Pria yang selama ini Gia sukai dan Kagumi adalah Fatur Galuh Dinata. Seorang yang dikenal dengan julukan the most wanted disekolahnya. Bagaimana tidak mendapat juluka seperti itu, wajahnya yang tampan bak dewa Appolo berhasil membuat siapapun jatuh hati pada pandangan pertama. Btw sebutan dewa Appolo itu berasal dari Gia.
Alasan pertama kenapa Gia menyebut Fatur mirip seperti dewa Appolo adalah karena Appolo sering digambarkan indah dan juga keren disetiap puisi-puisi kuno. Dia juga memiliki banyak julukan dan diantaranya adalah dewa masa muda sehingga dewa Appolo sering digambarkan sebagai dewa yang memiliki tubuh kekar dan tampan. Tidak seperti dewa-dewa di mitologi yunani yang lainnya.
Alasan kedua adalah karena dewa Appolo yang diceritakan selalu gagal dalam menjalin suatu hubungan dengan seorang wanita. Mulai dari hubungannya dengan Daphne, Coronis, Marpessa, Cassandra, yang selalu dikisahkan berujung pada kegalauan. Dengan kata lain mungkin kita bisa sebut dewa Appolo sebagai dewa tampan tetapi jones.
Persis seperti Fatur, dia tampan tetapi jones. Selama ini Fatur jarang sekali terdengar sedang dekat dengan seseorang. Nama terakhir yang sempat terdengar dekat dengan Fatur adalah Clarisa, mereka memang sempat menjalin sebuah hubungan khusus. Namun tak berlangsung lama, tidak lebih dari sebulan hubungan keduanya dikabarkan berakhir. Itu pun sejak setengah tahun yang lalu.
Gia berjalan dengan semangat 45 menuju ruang ekskul photography, atau para anggota photography sering menyebutnya dengan basecamp. Sesampainya disana Gia langsung masuk mencari keberadaan Fatur.
Tatapannya berhenti ketika dia melihat Fatur yang sedang sibuk menatap layar laptopnya. Gia berdeham agar Fatur sadar akan kehadirannya di tempat itu.
Dehaman Gia sepertinya berhasil. Fatur mendongakkan kepalanya tak lagi menatap layar laptop didepannya.
"Eh. Ada lo," kata Fatur sambil tersenyum ramah kearah Gia.
Jangan buat gue melting liat senyum lo Tur astaga... Gia mencoba terlihat biasa saja didepan Fatur. Sedangkan Fatur menatap Gia dengan bingung.
"Ini foto acara kemarin," kata Gia sambil memberikan map yang sedari tadi dia pegang kehadapan Fatur.
"Oh. Taro di situ aja," kata Fatur menunjuk sebuah meja yang sudah terdapat beberapa map disana. Setelah itu Fatur kembali memfokuskan pandangannya kearah layar laptopnya.
Gia menghembuskan napasnya pelan, apakah layar laptop itu lebih menarik dari pada dirinya. Gia berjalan menaruh map yang dia pegang keatas meja yang tadi Fatur tunjukkan.
"Gue harus ngelakuin sesuatu, jarang-jarang kan gue deket sama doi," batin Gia.
Gia dengan sengaja berpura-pura terselandung kaki meja agar Fatur menolongnya.
"Aduhh..." Ringis Gia berharap Fatur akan berdiri dari duduknya dan menolongnya.
Fatur berdiri mencoba melihat apa yang terjadi pada teman satu ekskulnya itu. "Lo gakpapa?" tanya Fatur masih dibangkunya.
Gia membatin, bahkan setelah Gia terjatuh pun bukannya mendekat dan menolong Gia, Fatur hanya berdiri disana dan menanyakan keadaannya. "Gakpapa," ujar Gia lalu beranjak pergi dari sana.
Di sepanjang koridor menuju kelasnya Gia terus mendumal kesal. Fatur memang pria yang tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya. Gia bahkan perlu memutar otaknya agar sekedar bisa mendapatkan perhatiannya. Sangking seringnya Gia memutar otaknya dia sampai tidak tahu lagi posisi otaknya yang benar, mungkin otaknya sudah bergeser dari titik koordinat yang benar.
"Itu muka kenapa? Asem banget," kata Amel saat melihat Gia yang baru saja berjalan masuk kedalam kelasnya.
"Gue bete banget. Heran deh sama doi, kapan sih sadar dengan keberadaan gue." Gia menggerutu dengan wajahnya yang sudah ditekuk.
"Ngebatin kan lo setahun punya rasa sama dia," kata Amel kepada Gia yang dibalas dengan dengusan oleh Gia.
"Lagian ya lo itu aneh. Lo lebih milih ngejer yang gak pasti disaat yang pasti udah didepan mata, lo cewek teraneh dimuka bumi," ujar Amel sambil menarik rambut Gia yang selalu gadis itu kuncir kuda.
Gia kembali mendengus. "Yang pasti menurut lo itu Darel?" tanya Gia yang dijawab anggukan oleh Amel.
"Nanti ya, tunggu Gorila bisa buat pesawat terus pesawatnya jatoh pas diatas kamar gue," kata Gia seakan menggambarkan hal yang mustahil buat dia lakukan.
Amel tergelak di mejanya mendengar ucapan Gia. "Dari pada lo ngebatin nunggu si Fatur peka," kata Amel sambil mencoba meredakan tawanya.
"Lo belum ngerasain sih gimana rasanya falling deeper in love sama seseorang. Susah buat berpaling," kata Gia sambil senyum-senyum sok manis membuat Amel ingin sekali melempar wajah Gia dengan bolpen ditangannya.
"Ngejijiin sumpah," kata Amel.
***
Seperti biasanya Gia selalu mengunjungi lapangan basket outdoor disekolahnya setiap hari kamis. Tahu alasannya kenapa? Tentu saja itu adalah jadwal tim basket sekolahnya berlatih. Bukan karena Gia suka dengan olahraga basket, melainkan dia ingin melihat Fatur tanpa harus sembunyi-sembunyi. Bukan hanya Gia yang ada ditribun penonton, ada beberapa murid perempuan yang juga ingin melihat incarannya sama seperti Gia. Mungkin salah salah satu dari mereka adalah rivalnya Gia yang juga menyukai Fatur.
"Astaga Gia. Lo ngapain sih panas-panas masih duduk disini," kata Amel yang baru saja datang sambil menutup kepalanya menggunakan buku yang dia bawa.
"Lebay deh," kata Gia sambil melirik Amel sekilas lalu kembali melihat Fatur yang sedang berlarian ditengah lapangan sana.
Seperti itulah Gia, dia ingin terlihat cantik didepan Fatur tetapi tidak pernah mengikuti saran dari Amel. Menurut Amel, Gia itu tipikal cewek yang cuek sama penampilannya. Tapi Gia tidak mau dibilang cuek walau kenyataannya seperti itu.
"Ih nanti kulit lo kebakar, item baru tau rasa lo," kata Amel setengah kesal dengan temannya yang satu itu.
"Tinggal disiram air kalau kebakar," jawab Gia cuek.
"Gia! Astaga. Fatur aja gak ngelirik kearah lo kenapa lo bela-belain panas-panasan sih." Amel sepertinya sudah kehilangan kesabarannya menghadapi sikap keras kepala bin ngeyelnya Gia.
"Namanya juga cinta, pasti butuh pengorbanan," kata Gia lagi-lagi yang membuat Amel ingin menelan Gia saja dibanding harus berdebat dengan Gia.
Sebelum Amel kembali mengomeli Gia suara peluit dari arah lapangan membuat Gia berdiri dari duduknya.
"Yok pulang, dia udah selesai latihan," kata Gia sambil menarik tangan Amel.
Amel mengusap dadanya berusaha sabar dengan Gia yang sekarang berjalan didepannya.
*
Welcome to my new story 😉
20 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.