Gia menangis diluar gedung, dia menyender didinding sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Jika memang lagu itu Fatur tunjukkan untuknya, Gia ingin tahu alasannya. Mengapa Fatur menatapnya seperti itu, seakan Fatur kehilangan Gia saat Gia sudah menjauh, seakan Gia begitu berarti untuknya.
Fatur membuat semuanya terasa sulit sekarang. Keyakinan yang Gia bangun selama ini untuk menjauhi Fatur seakan runtuh malam ini. Gia tidak yakin kepada dirinya sendiri. Haruskah dia pergi atau tetap bertahan. Tapi jika Gia salah mengartikan tatapan Fatur tadi dia bisa tersakiti lebih dalam lagi.
"Gia," panggil seseorang dari samping Gia.
Gia dengan cepat langsung menghapus air matanya dan menoleh kesampingnya. Gia melihat Darel menatap kearahnya dan perlahan mendekatinya.
Darel menghela napasnya pelan sambil menghapus sisa air mata dipipi Gia. "Lo suka Fatur?" tembak Darel yang membuat Gia diam mematung.
Gia tak mengharapkan ini. Gadis itu tak ingin Darel tahu karena dia tahu itu akan menyakitinya. "Lo salah paham Rel," kata Gia sambil menggelengkan kepalanya.
Darel tersenyum lembut kearah Gia. "Gakpapa, gue tahu lo suka dia," kata Darel masih sambil tersenyum.
"Tapi Rel-"
"Gakpapa Gi. Jangan ngerasa gak enak gitu ke gue," kata Darel menginstrupsi perkataan Gia.
Darel memeluk Gia singkat. Setidaknya dia sudah berusaha memenangkan hati gadis itu, walaupun akhirnya Gia memilih pria lain.
"Gue minta maaf," kata Gia berbisik kepada Darel.
Darel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Ditempat lain Fatur turun dari panggung diikuti gemuruh tepuk tangan dari murid yang menyaksikan penampilannya tadi. Berbeda dari tepukan yang memuji penampilan Fatur, wajah pria itu tampak sendu. Dia langsung pergi keluar gedung menuju parkiran gedung itu.
Fatur menghela napasnya saat dia sudah masuk kedalam mobilnya. Dia menundukkan kepalanya menjadikan stir mobilnya sebagai tumpuan untuk kepalanya. Dada Fatur terasa sesak, yang ada dikepala Fatur sekarang hanyalah kenangannya bersama Gia yang terus berputar bagaikan sebuh film.
Darel mengajak Gia untuk pulang. Mungkin akan lebih baik bagi Gia untuk menenangkan dirinya. Sesampainya didepan rumah Gia, Darel langsung pamit pulang. Gia masuk kedalam kamarnya dan membersihkan make up serta mengganti bajunya.
Di kepalanya masih terekam jelas bagaimana pandangan sendu Fatur saat melihat dirinya tadi. Skenario tuhan sangat sulit untuk dia tebak. Disaat Gia sudah mantap ingin pergi, tuhan meruntuhkan keyakinannya karena kejadian tadi.
***
Tak seperti weekend biasanya, hari ini Gia pagi-pagi sudah berada ditaman sambil menyirami tanamannya. Sebenarnya itu hanya pengalihan rasa resah yang dia rasakan sekarang. Entahlah itu karena apa, tapi hati Gia merasa tidak tenang.
"Non waffle sama jusnya mau ditaro dimana?" tanya Bi Surti sambil membawa nampan ditangannya.
Gia menoleh kearah Bi Surti. "Disitu aja Bi," kata Gia menunjuk meja dekat taman.
Gia menyudahi pekerjaannya, dia berjalan duduk didekat taman. Berulang kali Gia menghela napasnya berat, entah apa yang meresahkan Gia pagi-pagi seperti ini. Gadis itu memainkan ponselnya sambil memakan waffle yang tadi dibawakan Bi Surti. Sudah tiga hari berlalu semenjak acara prom night, semenjak kejadian itu Gia tak pernah melihat Fatur lagi disekolah.
Saat sedang asik men-scroll layar ponselnya tiba-tiba ada satu panggilan masuk dari Imam. Gia dengan segera menggeser simbol telpon berwarna hijau yang tertera di layar ponselnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/94112658-288-k976647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.