"Habis jam makan siang kita langsung ngecek proyek di Maxima grup," kata Fero mengalihkan perhatian Gia dari laptopnya.
"Bukannya itu kontrak yang baru aku tanda tangani tadi pagi?" tanya Gia memastikan.
Fero mengangguk sebagai jawabannya. "Perusahaan itu bakal ngadain acara, jadi mereka minta supaya proyeknya cepat diselesaikan," kata Fero sambil tetap sibuk mencoret-coret sebuah disain dikertasnya.
"Bagaimana dengan proyek yang lain?" tanya Gia.
"Proyek yang lain masih bisa menunggu, lagian untuk proyek yang satu ini gak akan memakan waktu lama Gi," kata Fero sambil menatap Gia.
Gia terlihat hanya manggut-manggut sebagai jawabannya. "Ini udah jam makan siang, ayok kita cari makan," kata Gia sambil menghampiri Fero dan menarik tangannya.
Sesampainya disebuah restaurant yang tak jauh dari kantor baru mereka Gia langsung memesan makanannya dan Fero.
Gia dengan manis duduk menunggu pesanannya datang sambil sesekali menatap Fero yang asik dengan ponselnya.
"Apa ponsel itu lebih menarik dari pada aku?" tanya Gia yang membuat Fero mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.
Dia tersenyum menatap Gia yang melihatnya dengan tatapan sebalnya. "Ini masalah pekerjaan," kata Fero sambil menaruh ponselnya keatas meja.
Fero itu tipikal pria idaman semua wanita, pintar, ramah, sopan, pekerja keras, ditambah dia tampan, dan tubuhnya lumayan atletis. Siapa yang bisa menolak Fero? Ah iya jangan lupakan makhluk aneh di bumi ini. Yup benar Gia, entah sampai sekarang hubungan apa yang sedang dia jalani bersama Fero, yang pastinya dia nyaman dengan apa yang sedang dia jalani dengan Fero sekarang.
"Ini saatnya makan dan istirahat dari masalah pekerjaan," kata Gia yang membuat Fero menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
***
Wajah tampan itu terlihat lelah, belakangan ini dia kurang tidur karena pekerjaannya yang menumpuk. Menjadi seorang penerus perusahaan memang tidak semudah yang dibayangkan, dia harus rela waktu yang harusnya bisa dia pakai untuk bersantai malah dia gunakan untuk mengurus pekerjaan.
"Apa tuan butuh sesuatu?" tanya supir yang sedari tadi memperhatikan wajah lelah atasannya itu.
Fatur menghela napasnya. "Tolong belikan saya makanan untuk makan siang, saya gak akan sempat kalau harus makan di kantin kantor," kata Fatur yang dijawab anggukan oleh supirnya.
Tak lama mobil yang sedari tadi dia naiki berhenti didepan sebuah restaurant. "Bapak ingin saya pesankan apa?" tanya supir itu.
"Apapun itu yang berbahan dasar daging, ini uangnya. Kamu juga bisa pesan apa yang kamu mau," kata Fatur sambil memberikan beberapa lembar uang kepada supirnya.
Fatur menunggu di dalam mobil sedangkan supirnya sudah memasuki restaurant memesan makan siangnya. Selagi menunggu dia sesekali memainkan ponselnya.
Merasa bosan memainkan ponselnya dia melirik kearah pintu restaurant yang tadi dimasuki supirnya. Lama sekali, batinnya. Tanpa sengaja dia melihat dua orang pria dan wanita keluar dari restaurant itu, dia menajamkan penglihatannya karena dia merasa tidak asing dengan wajah wanita itu.
Fatur hanya melihatnya sekilas karena wajah wanita itu tertutup oleh badan si pria. Rasanya wajah itu mirip dengan,
Gia.
Wajah Fatur mulai menegang dengan perasaan yang mulai bergemuruh. Tangannya dengan cepat membuka pintu mobilnya. Namun belum sempat Fatur memanggil wanita itu dia sudah memasuki sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mobilnya bersama pria yang tadi bersamanya.
"Apa dia benar-benar Gia?" batin Fatur sambil menatap kepergian mobil itu.
***
"Kita bener langsung ke Maxima grup?" tanya Gia entah untuk yang keberapa kalinya.
"Kamu kenapa sih Gi?" tanya Fero karena merasa ada yang aneh dari Gia.
Gia menghela napasnya. "Padahal aku mau ngenalin kamu sama Amel sahabat aku," kata Gia. Entahlah dia juga tidak yakin dengan perkataannya, dia hanya merasa gelisah saat ini.
"Kamu bisa ngenalin aku kedianya setelah jam kerja kan?" tanya Fero masih terfokus pada jalanan di depannya.
Gia mengangguk pelan dan setelahnya dia tidak berbicara lagi. Lebih baik dia menenangkan dirinya agar dia bisa bekerja dengan professional nanti.
Setelah sampai di Maxima grup mereka langsung disambut oleh direktur di perusahaan itu.
"Kami senang kalian menerima permintaan kami, karena sejujurnya waktu yang kami miliki memang sudah sangat mepet," kata Pak Kunto selaku direktur di perusahaan itu.
"Kami senang jika pekerjaan kami di sambut dengan baik," kata Fero. Sejak sampai di Maxima grup Gia tak pernah jauh dari Fero, tangannya selau menggenggam tangan Fero. Entah ada apa dengan dirinya hari ini, dia benar-benar merasa cemas.
"Kamu kenapa?" tanya Fero menatap Gia. Tidak biasanya dia seperti ini. Fero sudah biasa menggenggam tangan Gia tapi sikap diam Gia yang membuat Fero merasa aneh.
Gia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Apa Ibu Gia butuh sesuatu?" tanya Pak Kunto.
"Ah tidak," kata Fero sambil tersenyum ramah kepada Pak Kunto. "Dimana ruangan yang akan kami kerjakan, agar kami bisa langsung bekerja sesegera mungkin," kata Fero. Setelah itu Pak kunto langsung mengantar mereka ke ruangan yang dimaksud.
Setelah mengantar Fero dan Gia Pak Kunto langsung pergi karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Kamu kenapa?" tanya Fero sambil menatap Gia, dia tahu pasti gadis itu sedang memikirkan sesuatu.
"Aku cuma ngerasa cemas, tapi tanpa alasan," kata Gia.
Fano tersenyum sambil mengelus rambut Gia dengan lembut. "Jangan dipikirkan, kamu cuma nervous di hari pertama kamu kerja ditempat yang baru," kata Fero menenangkan Gia.
Setelah melihat ruangannya Fero dan Gia langsung kembali ke kantornya. Fero menyiapkan disain dan Gia menyiapkan apa saja bahan yang akan dia guanakan untuk mendekor ruangan itu.
"Bagaimana dengan disain yang ini?" tanya Fero meminta pendapat Gia.
Gia menelitinya dengan baik. "Sepertinya skat yang ini dihancurkan saja agar terlihat lebih luas," kata Gia memberi pendapatnya.
Fero mengangguk sebagai jawaban, mereka memang benar-benar partner yang sempurna. Tak heran jika banyak perusahaan yang puas dengan hasil kerja mereka.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
أدب المراهقينBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.