2

22.2K 731 4
                                    

Sesampainya dirumah Gia langsung meluncur ke atas kasurnya. Dia langsung mengambil laptop yang selalu dia taruh tak jauh dari kasurnya. Tak mempedulikan sepatu yang masih menempel dikakinya dia menghidupkan laptopnya.

"Ya Gusti... Gia!" kata Mamanya yang baru saja masuk ke kamar Gia.

"Jadi yang bener Gia apa Gusti Ma?" tanya Gia santai.

Mamanya langsung berjalan mendekati Gia dan menjewer kuping Gia dengan gemas.

"Kamu tuh ya kalau Mama ngomong pasti ngejawab," kata Mamanya sambil melihat wajah Gia yang meringis kesakitan.

"Addduuuuhhh Ma, Gia udah gede kali jangan dijewer terus," kata Gia sambil berusaha melepaskan tangan Mamanya.

"Iya udah Gede tapi kelakuan masih aja kayak anak kecil," kata Mamanya sambil melepaskan jeweran mautnya. "Kamu kan udah gede, masa pulang sekolah bukannya ganti baju dulu malah langsung narik laptop. Itu sepatu aja belum di lepas. Yaampun Gia, kok Mama punya anak gadis berasa punya anak bujang sih," omel Mamanya Gia yang membuat Gia menekuk wajahnya. Sudah disekolah kenal omel dengan Amel, dirumahnya kembali disemprot dengan Mamanya. Poor Gia.

"Iya Gia ganti baju," ujar Gia sambil berjalan kearah lemarinya mencari baju salinannya.

Mamanya Gia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gia yang seperti itu tiap harinya.

Setelah Mamanya keluar barulah Gia mengganti pakaiannya dan melanjutkan kegiatan nonton filmnya yang tadi sempat tertunda.

Gia mengerjapkan matanya mencoba memfokuskan penglihatannya. Dilihatnya kaca jendela kamarnya, sudah gelap. Jam berapa ini? Gia mengalihkan pandangannya kearah jam weaker dinakasnya.

Dengan malas Gia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Setelah itu Gia turun untuk makan malam. Di meja makan sudah ada Mama dan Papanya yang sedang menyiapkan makan malam.

"Eh ndoro putri udah bangun," kata Mama Gia menyindir Gia yang baru saja menuruni tangga terakhir.

"Mama apaan deh," jawab Gia yang merasa tersindir dengan perkataan Mamanya.

"Lagian gadis kok bukannya bantuin Mamanya masak didapur ini malah tidur," kata Papa Gia.

"Kan Mama udah dibantuin Bi Surti," kata Gia yang langsung duduk disamping Papanya.

"Ya sekali-kali kan Papa pengen nyobain masakan buatan kamu," kata Papanya yang membuat Gia menghela napasnya.

"Gia kok disuruh masak, disuruh ngidupin kompor aja gak bisa." Suara Mamanya terdengar mengejek Gia.

"Siapa bilang?" Sahut Gia langsung. "Gia tuh bukan gak bisa, tapi belum bisa," kata Gia tak mau kalah.

Papanya Gia geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gia. "Gimana ada cowok yang mau suka, orang Gia kayak cowok gitu. Masak gak bisa, dandan gak bisa," kata Papanya yang membuat Gia bungkam.

Gia benci saat-saat seperti ini, saat dimana dia sadar bahwa perkataan orang disekitarnya adalah benar. Bagaimana Fatur bisa meliriknya kalau Gia saja masih seperti ini. Dibilang laki-laki bukan, perempuan juga bukan. Gia bukan tipikal cewek tomboy, hanya saja Gia kurang bisa merawat tubuhnya seperti kebanyakan perempuan. Padahal diusia Gia biasanya para wanita seusianya sedang gencar-gencarnya merawat tubuh. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Gia meneruskan makan malamnya dengan diam. Pikirkannya masih tertuju pada perkataan Papanya tadi. Apa mungkin jika Gia merubah penampilannya Fatur akan meliriknya, sepertinya itu tidak buruk untuk Gia coba.

Anggiana (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang