Gia duduk dikantin sambil mengaduk-aduk Mie ayam di hadapannya dengan tatapan tak berselera. Hari ini sungguh menyebalkan, dia jadi bahan perbincangan disekolahnya yang kecepatan penyebarannya sudah mengalahkan kecepatan roket Appolo 11 milik NASA, yang berhasil mendaratkan Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins dibulan untuk pertama kalinya.
Amel yang sedari tadi melihat Gia yang tidak juga memakan makanannya jadi kesal sendiri. "Itu makanan, bukan cet yang terus lo aduk," kata Amel yang membuat Gia menghela napasnya berat.
"Udahlah Gi, biasanya juga lo gak terlalu mikirin omongan orang-orang," kata Amel kepada Gia yang wajahnya sudah terlihat kusut.
"Masalahnya satu sekolah pada gosipin gue Mel. Astaga, ingin rasanya berkata kasar," kata Gia sambil menangkup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
Amel hanya geleng-geleng sambil melanjutkan makan siangnya.
"Gia, anak photography disuruh kumpul tuh." Suara Dita membuat Gia sedikit terkejut dibangkunya.
Gia melirik kearah Amel yang masih asik memakan makanannya. "Gue duluan ya," ujar Gia yang dijawab anggukan oleh Amel. Namun sebelum Gia pergi Amel menarik tangan Gia. "Itu muka dikondisikan kan mau ketemu doi," kata Amel berbisik kepada Gia.
Gia menganggukan kepalanya lalu menyusul Dita yang sudah berjalan mendahuluinya.
Ruangan Photography sudah dipenuhi oleh beberapa murid yang mengikuti ekskul tersebut. Gia juga bisa melihat Fatur yang sedang santai duduk dibangkunya. Fatur adalah wakil ketua ekskul Photography, wajar dia memiliki bangku dan meja khusus untuk dirinya.
"Jadi gue ngumpulin kalian disini untuk ngasih informasi bahwa kepala sekolah baru aja nyuruh gue buat ngirim perwakilan dari ekskul photography untuk mengikuti perlombaan. Dan menurut gue gak adil kalau cuma itu-itu aja orang yang dipilih jadi perwakilan. Jadi hari minggu nanti gue mau ngajak kalian hunting untuk nyari foto yang akan nentuin siapa perwakilan yang akan kita kirim. Bagi yang berminat ikut lomba ini silahkan daftar sama Fatur, suapaya kalian tau jadwal dan tempat dimana kita bakal hunting nanti." Semua anggota Photography yang hadir menganggukan kepalanya mendengar ucapan Kak Reno selaku ketua ekskul Photography.
"Kesempatan bagus buat ngedeketin doi nih," batin Gia sambil melirik diam-diam kearah Fatur.
Beberapa anggota mengantri untuk mendaftar kepada Fatur. Gia lebih memilih untuk baris dibagian belakang agar nanti dia bisa leluasa bertanya pada Fatur tanpa harus didengar oleh orang lain.
Setelah mengantri cukup lama akhirnya giliran Gia pun datang. Gia menuliskan namanya serta nomor telponnya disana.
"Btw, lo ikut juga?" tanya Gia basa-basi.
Sedangkan Fatur hanya menjawab pertanyaan Gia dengan anggukan kepala.
Astag Gia. Lo punya doi gini amat... Gia berjalan keluar dari ruangan itu. Namun sebelum benar-benar keluar suara Fatur menghentikan langkah Gia.
"Eh lo..." Suara Fatur terdengar dipendengaran Gia. Gia menoleh memastikan bahwa dialah orang yang dipanggil Fatur.
"Gue?" tanya Gia memastikan.
"Iya," kata Fatur sambil memberi isyarat agar Gia mendekat.
"Astaga. Jadi selama ini Fatur gak tau nama gue. Padahal gue udah hampir setahun satu ekskul sama dia," batin Gia.
Gia berjalan mendekat kearah Fatur. "Ada apa?" tanya Gia mencoba menahan rasa kesalnya setelah mengetahui bahwa ternyata Fatur tidak mengenalnya.
"Siapa nama lo," kata Fatur sambil melihat kembali daftar nama peserta yang mengikuti seleksi.
"Gia. Anggiana Marwa," kata Gia sebelum Fatur menemukan namanya di deretan nama dalam buku itu.
"Oh ya Gia. Gue boleh minta tolong gak?" tanya Fatur kepada Gia.
Seketika mood Gia yang tadinya buruk berubah dalam seketika. Gia dengan wajah yang berseri-seri langsung menganggukan kepalanya.
"Tolong susunin foto kemarin dong buat diserahin ke Bu Retno. Fotonya ada di map dimeja sana, gue masih ngurusin sleksi lomba soalnya," kata Fatur sambil menunjuk kearah laptopnya.
"Oke deh," jawab Gia dengan senyum manisnya.
"Thanks ya," kata Fatur sambil membalas senyum Gia.
Gia berjalan mengambil map yang ada dimeja dan mulai menyusunnya disebuah album. Gia jadi ingat saat dia menempel foto Fatur di album khusus yang isinya semua tentang Fatur.
Masih ada sisa sepuluh menit sebelum jam istirahat berakhir. Gia pun sudah menyelesaikan tugasnya. "Tur ini udah selesai," kata Gia sambil menutup albumnya.
Fatur berjalan mendekati Gia dan kembali memeriksa pekerjaan Gia. "Thanks ya..." Fatur seperti bingung ingin melanjutkan perkataannya.
"Gia," kata Gia yang dibalas cengengesan oleh Fatur.
"Iya. Gia," kata Fatur yang membuat hati Gia melting ditatap Fatur dengan senyuman itu.
There are a lot of people who call you by your name. But there is only one person who can make it sound so damn special. Setidaknya begitulah yang Gia rasakan sekarang. Cukup dengan mendengar Fatur menyebut namanya saja sudah membuat hati Gia berdesir.
"Kalau gitu gue balik ke kelas ya," kata Gia yang tak yakin masih kuat menahan rona diwajahnya saat melihat Fatur dengan terang-terangan menatapnya.
"Eh tunggu. Mau gue traktir gak nih karena udah bantu gue," tawar Fatur yang membuat hati Gia histeris gembira sekarang.
Gia menjadi semakin gugup sekarang. "Emm.. lain kali deh Tur, udah mau masuk juga," jawab Gia sambil tersenyum canggung kearah Fatur.
"Oh yaudah deh, sekali lagi thanks ya." Fatur kembali kemejanya dan melanjutkan pekerjaanya pada layar laptopnya.
Gia berjalan keluar dari ruangan itu dengan hati yang berbunga-bunga. Setelah memastikan dia sudah sedikit jauh dari ruangan Photography Gia meloncat kegirangan.
"Astaga Gia. Wake up, wake up, ini bukan mimpi kan?" gumam Gia pada dirinya sendiri.
"Itu Fatur astaga. Dia mau traktir gue. Astaga," kata Gia kegirangan.
Untungnya saat itu koridor disana tampak sepi, sehingga tak ada yang menyaksikan kelakuan Gia yang super gila itu.
Gia kembali ke kelasnya dengan buru-buru. Dia tak sabar menceritakan kejadian tadi kepada Amel. Sesampainya di kelas Gia langsung menarik Amel yang sedang asik mengobrol dengan teman sekelasnya. Gia dengan wajah yang berseri-seri menceritakan kejadian tadi kepada Amel.
"Gila. Ini tuh kayak mimpi sumpah," kata Gia sambil memegang wajahnya yang terasa memanas.
"Itu muka tolong dikondisikan. Jijik tau gak liat lo ngeblush gitu," kata Amel sambil tertawa menatap wajah Gia yang berubah menjadi cemberut sekarang.
"Ih lo rese sumpah. Gak bisa liat temen sendiri seneng." Gia menggerutu kepada Amel.
"Emang kapan gue seneng ngeliat lo seneng?" tanya Amel sambil tertawa.
"Ish.. idiot," kata Gia kepada Amel. "Inituh artinya perjuangan gue untuk tampil mencolok didepan dia tuh berhasil Mel. Buktinya dia ngelirik gue sekarang," kata Gia dengan wajah yang kembali berseri-seri. "Pokoknya lo harus bantu gue jadi feminine. Gue gak mau tau Mel," kata Gia sambil memaksa.
Amel hanya menganggukan kepalanya menuruti kemauan Gia. Mau semenyebalkan apapun Gia, gadis itu adalah teman terdekatnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.