Fero mengerjapkan matanya, dia menatap jam yang ada di kamar Gia. Sudah pagi, semalaman dia tertidur di sofa demi menjaga Gia. Suara ketukan dari luar menyadarkan Fero dari lamunanya.
Tuk...tuk...tuk...tuk...
Fero berjalan keluar dan membuka pintunya. Disana Gisel berdiri sambil membawa beberapa buah-buahan serta dua kotak sterofom.
"Gia udah bangun?" tanya Gisel yang dijawab gelengan kepala oleh Fero.
Semalam Fero sempat menelpon Gisel sebelum dia tidur. Gisel seorang psikiater, mungkin dia bisa membantu Gia saat ini.
"Kamu udah sarapan?" tanya Gisel dengan nada perhatian.
Fero menggelengkan kepalanya. "Aku baru aja bangun," kata Fero sambil mengusap wajahnya.
Gisel tersenyum lembut. "Keliatannya kamu capek, cuci muka gih. Aku bawain kamu sarapan," kata Gisel sambil mengangkat plastik yang berisi kotak sterofom di tangannya. "Abis itu kamu boleh istirahat lagi, biar aku yang jagain Gia," kata Gisel.
Fero mengangguk lalu berjalan mendekati Gisel dan mencium keningnya singkat. "Morning kiss," kata Fero sambil tersenyum lembut dan setelahnya dia pergi ke kamar mandi.
Gisel hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. Dia menaruh sarapan Fero ke meja yang ada di depan kamar Gia. Setelahnya dia masuk kedalam kamar Gia.
Gadis itu masih tertidur dengan pulas di kasurnya. Gisel berjalan mendekati balkon dan membuka pintunya, tak lupa dia menaruh pengharum ruangan dengan aroma mints yang menengkan.
Gia mengerjapkan matanya dan menggeliat sebentar di atas kasurnya. Dia menatap bingung kearah Gisel yang sudah ada di depannya.
Baru ingin menyapa Gisel kepalanya kembali berdenyut nyeri. Sangat sakit hingga Gia meringis sambil memegangi kepalanya. Gisel berjalan mendekati Gia dan memberikan Gia minum.
"Relax Gia, ambil napas dalam-dalam hembuskan secara perlahan," kata Gisel yang diikuti oleh Gia. "Ulangi lagi sampai rasa sakitnya berkurang.
Gia kembali membuka matanya saat rasa sakit di kepalanya perlahan hilang. "Terim kasih," kata Gia.
Gisel mengangguk sambil membantu Gia menyenderkan tubuhnya yang terasa lemas. "Makan ini, perut kamu gak boleh kosong," kata Gisel memberikan bubur ayam yang tadi dia beli.
"Jangan terlihat bingung. Fero yang nyuruh aku kesini," kata Gisel yang melihat wajah bingung Gia.
Gisel hanya mengangguk dan mengambil alih bubur ayam dari tangan Gisel. Baru satu sendok bubur ayam yang masuk kedalam mulutnya Gia langsung menyudahi makannya. Mulutnya terasa pahit.
"Abisin, kamu perlu energi," kata Gisel sambil mencoba menyuapi Gia.
Gia menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakannya. Tak lama dari itu Fero keluar dari walk-in closet dengan wajah yang sudah lebih segar.
"Sudah bangun rupanya," kata Fero sambil menatap Gia hangat.
"Iya. Tapi dia tidak mau makan," kata Gisel suaranya seperti merajuk membuat Gia tertawa kecil mendengarnya.
"Mulut aku pahit Gisel," kata Gia membuat Gisel menaruh kembali bubur ayamnya ke nakas Gia.
"Kalau gitu aku potongin buah ya, tapi janji harus di makan," kata Gisel dengan nada yang tidak menerima penolakan.
Fero hanya tersenyum sambil mengambil sarapannya dan membawanya kearah balkon. Disana ada sebuah meja dan kursi yang sangat nyaman.
Melihat itu Gia ikut keluar dan duduk disamping Fero. Pandangan matanya lurus kedepan, dengan tatapan kosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Genç KurguBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.