17

13K 531 3
                                    

Gia terdiam di sofa sambil menatap album ditangannya. Sedari tadi dia hanya diam memandangi foto-foto Fatur didalam sana. Dia terlihat kacau dengan mata sembab serta jejak air mata di wajahnya.

Tak ada yang bisa menghentikan kesedihan yang dirasakan Gia. Tak akan ada orang yang mampu meredam rasa sakit di hati gadis itu. Semuanya begitu cepat bagi Gia, kedekatannya dengan Fatur dan sebuah kenyataan yang membuat Gia berhenti mengejar pria itu.

"Gia ada temen kamu dibawah," kata Mamanya Gia sambil mengetuk pintu kamar Gia.

Dengan cepat Gia menghapus air matanya dan berdeham untuk menetralkan suaranya. "Siapa Ma?" tanya Gia.

"Samperin dulu aja sana dia nunggu dibawah," kata Mama Gia lalu terdengar suara langkah kaki yang menjauhi pintu kamar Gia.

Gia menghela napasnya pelan lalu mencucu wajahnya ke kemar mandi. Gia turun kebawah menghampiri seseorang yang sudah menunggu Gia.

"Darel," kata Gia terkejut melihat Darel yang sedang duduk dengan manis di ruang tamunya.

Darel berdiri lalu tersenyum kearah Gia. Berbeda dengan Gia yang masih memandang Darel dengan tatapan terkejut.

"Lo ngapain?" tanya Gia saat sudah berada didekat Darel.

"Mau ngajak lo pergi," kata Darel dengan santainya.

Gia menyatukan alisnya menatap Darel. "Rel lo becanda kan?" kata Gia.

Darel tertawa kecil. "Udah lo siap-siap sana," kata Darel sambil mendorong Gia.

"Eh tunggu, tunggu. Siapa yang bilang gue mau pergi sama lo?" kata Gia.

"Gue udah pernah bilang kan kalau gue gak nerima penolakan?" kata Darel sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

Gia berdecak sebal. "Darel jangan maksa gue!" kata Gia dengan intonasi yang tinggi.

Darel terdiam menatap Gia kedalam matanya. Hanya ada tatapan luka dimata Gia, gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

"Oke, gue pulang aja kalau gitu." Darel masih melemparkan senyumnya kearah Gia. Tak apa dia tak jadi pergi bersama Gia hari ini seperti rencananya. Mungkin gadis itu masih ingin sendiri menyembuhkan lukanya. Luka yang tak Darel tahu apa penyebabnya.

Mamanya yang terkejut dengan suara Gia langsung menghampiri Gia dibawah sana.

"Gia, ada apa?" tanya Mamanya.

Gia tidak menjawab pertanyaan Mamanya, dia berlari keatas sambil menangis. Perasaan Gia sedang sensitif sekarang, apapun yang dia rasakan dia hanya ingin menangis.

"Ini ada apa?" tanya Mamanya Gia kepada Darel.

Darel tersenyum sebentar sebelum menjawab. "Tadi Darel mau ngajak Gia pergi tante, tapi Gianya gak mau. Kalau gitu Darel pamit pulang ya Tan," kata Darel berpamitan kepada Mamanya Gia.

Mamanya Gia mengangguk. "Maafin Gia ya Rel, mungkin Gia lagi ada masalah makanya dia kayak gitu. Hati-hati pulangnya," kata Mamanya Gia mengantar Darel sampai depan rumahnya.

Gia menangis didalam kamarnya, sebenarnya Gia merasa bersalah telah bersikap seperti itu kepada Darel. Mungkin niatan Darel hanya ingin menghibur Gia. Tapi ini bukan saat yang tepat, Gia hanya ingin sendiri sekarang.

Mamanya Gia mengetuk pintu kamar Gia sebelum masuk kedalam dan mendekati putrinya.

"Gia kenapa? Gak biasanya Gia kayak gitu ke orang lain," kata Mamanya sambil mengusap bahu Gia yang sedang tengkurap memeluk guling.

"Gia cuma mau sendiri Ma," kata Gia.

"Kalau ada masalah Gia cerita ke Mama, jangan dipendam sendiri," kata Mamanya Gia.

Gia hanya diam membuat Mamanya menghela napasnya pelan. Mamanya memutuskan untuk membiarkan Gia sendiri, dan pergi keluar kamar Gia.

***

Gia berjalan dengan cepat menuju atap sekolahnya. Tadi pagi Gia sempat menitipkan pesan kepada Imam agar menyuruh Darel menemuinya di atap sekolah sepulang sekolah.

"Darel," panggil Gia saat melihat Darel yang sedang memainkan ponselnya.

Darel yang tadinya menunduk langsung menoleh kearah Gia. Gadis itu dengan senyum yang menempel diwajahnya berjalan mendekati Darel.

"Ada apa?" tanya Darel sambil membalas senyum Gia.

"Gue mau minta maaf soal kejadian kemarin," kata Gia.

"Oh itu," kata Darel sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Santai aja kali Gi, gue ngerti kok," kata Darel.

"Jadi lo gak marah nih?" kata Gia.

Darel malah tertawa mendengar perkataan Gia. "Emang kapan sih Gi gue bisa marah sama lo?" kata Darel.

Gia ikut tertawa kecil. "Ya gak pernah sih."

Keduanya kembali terdiam. Suasana menjadi hening karena tak ada obrolan yang mereka bangun. Sampai akhirnya suara Darel memecah keheningan.

"Prom nanti lo berangkat bareng siapa?" tanya Darel.

Gia menggelengkan kepalanya. "Kayaknya gue gak ikut deh," kata Gia.

Darel terlihat terkejut. "Loh kenapa?"

"Males aja," kata Gia.

"Ikut aja," suara Darel terdengar memaksa.

Gia menatap Darel dengan mata yang menyipit. "Sehari aja. Gak bisa ya lo gak maksa orang," kata Gia sambil tertawa.

Darel hanya terdiam menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senang rasanya bisa membuat gadis didepannya itu kembali tertawa.

"Jadi lo ikut?" tanya Darel.

"Tetep enggak," jawab Gia sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

Darel sudah gemas ingin mencubit pipi Gia. Tapi Darel tak kunjung melakukan keinginannya karena dia takut Gia merasa tidak nyaman didekatnya.

Cukup lama mereka mengobrol diatap sana sampai mereka memutuskan untuk pulang. Gia sudah dijemput oleh supirnya sehingga Darel tak perlu mengantar Gia.

***

Anggiana (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang