38

12.4K 505 3
                                    

"Hati-hati Sel jaga Gia ya," sekali lagi Mamanya Gia memperingati Gisel.

Gisel hanya tertawa kecil sambil memeluk bahu Gia dari samping. "Siap komandan," kata Gisel sambil memberi hormat.

Mamanya Gia tertawa kecil melihat tingkah Gisel. "Ada-ada aja kamu ini, yaudah sana jangan pulang malem-malem Gia belum begitu sehat," kata Mamanya dengan nada khawatir.

"Mama," rengek Gia sebal dengan perlakuan Mamanya yang berlebihan. Dia sudah merasa sehat, bahkan untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali juga dia sanggup.

Gisel dan Gia berangkat menuju rumah sakit menggunakan taxi. Sepanjang jalan Gia hanya melamun memandang keluar jendela. Dia harus siap untuk keadaan terburuk sekalipun. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, apapun kehendak tuhan dia akan menerimanya dengan ikhlas.

Sesampainya dirumah sakit Gia dan Gisel langsung menuju ruang ICU yang ditempati Fatur. Disana tampak sepi, gadis itu semakin mempercepat langkahnya. Ruang itu kosong, Gia menatap Gisel bingung.

"Kok kosong?" tanya Gia bingung.

Gisel yang ditanya seperti itu juga ikut bingung. Niat dia menghibur Gia untuk bertemu Fatur tapi kenapa Fatur tidak ada diruang itu. Gisel mengangkat bahunya bertanda dia tidak tahu.

Seorang suster yang lewat disana menghampiri dua gadis yang tampak bingung. "Maaf apa ada yang bisa saya bantu?" tanya suster itu.

Gisel mengangguk. "Sust pasien yang kemarin di rawat disini kemana ya?" tanya Gisel.

"Oh sepertinya anda kerabat yang belum dihubungi. Pasien yang kemarin dirawat diruang ini sudah dibawa keluarganya pulang," kata Suster itu.

"Maksudnya dia udah sadar sust?" tanya Gia langsung.

"Maaf sebelumnya, tapi pasien tidak dapat kami selamatkan. Dia sudah meninggal," kata suster itu.

Gia membeku di tempatnya, kakinya terasa lemas hingga dia hampir terjatuh jika saja Gisel tidak menahannya.

"Saya turut berduka cita, permisi," kata suster itu pamit kepada Gisel dan Gia.

Gia masih diam, dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Sel Fatur?" tanya Gia dengan suara yang bergetar.

Gisel bingung, niatnya menghibur Gia mereka malah dibuat terkejut dengan berita tadi. Gisel tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

"Fatur gak mungkin ninggalin aku kan Sel?" tanya Gia kali ini air mata sudah tak mampu dia bendung.

Gisel memeluk Gia erat. "Sabar Gi, kamu harus kuat," kata Gisel dengan suara kecil. Dia tidak yakin Gia akan tenang dengan apa yang dia katakan.

"Gimana aku bisa kuat kalau tuhan kembali mengambil orang yang aku sayang Sel," kata Gia pilu dalam pelukan Gisel.

"Kita pulang ya Gi," kata Gisel sambil membantu Gia berdiri. Gadis itu masih terus menangis sepanjang koridor rumah sakit.

"Gia," panggil seseorang dari belakang Gia.

Gisel dan Gia menoleh mendapatkan Dita yang sedang berjalan kearahnya. "Lo kenapa Gi?" tanya Dita panik saat melihat Gia menangis.

Gisel tampak bingung, dia merasa seperti orang bodoh sekarang. "Kok kamu disini Dit?" tanya Gisel bingung bukannya Fatur sudah meninggal kenapa Dita masih berkeliaran di sini dan dengan keadaan baik-baik saja.

"Hah? Gue jaga Fatur lah," kata Dit dengan wajah bingung.

Gia kembali terkejut. "Maksud kamu? Fatur masih disini? Fatur masih hidup?" tanya Gia dengan cepat.

Dita semakin dibuat bingung. "Ya, dia masih hidup. Memang siapa yang bilang Fatur udah gak ada?" tanya Dita bingung sekaligus terkejut. Berani-beraninya ada orang yang bilang jika Fatur telah tiada.

"Kamu serius? Terus kenapa Fatur gak ada di ruangannya? Dimana Fatur?" Gia memberikan Dita pertanyaan bertubi-tubi.

"Gini Gi, sebelumnya gue mau minta maaf gue gak sempet ngasih kalian kabar kalau Fatur udah sadar. Jadi dua hari setelah kepulangan lo dari sini Fatur mulai sadar Gi dan dia udah pindah ruangan sekarang. Baru aja gue mau nyusul lo kerumah lo Gi buat ngasih tau kabar ini tapi kita malah ketemu disini," kata Dita.

Gia menghela napasnya lega, seperti sesuatu yang berat yang menghimpit hatinya terpental terbawa angin. Gisel juga melakukan hal yang sama, padahal tadi dia sudah membayangkan kondisi terburuk Gia sepulangnya mereka dari rumah sakit. Seperti dia menemukan Gia sedang gantung diri dirumahnya, itu sungguh menyeramkan.

Gia menatap Gisel dengan senyumnya.

"Aku ngerasa kita baru aja kayak orang bodoh Gi," kata Gisel yang dijawab anggukan oleh Gia.

Dita membawa Gisel dan Gia ke ruangan Fatur yang baru. Gia berada di depan Dita dan Gisel, dia mengintip dibalik kaca kecil yang ada di depan pintu ruangan Fatur. Pria itu sedang duduk membelakangi pintu memandang kearah jendela di ruangannya.

"Give them time alone," kata Gisel mencegah Dita yang ingin memasuki ruangan Fatur.

Gia menarik knop pintu itu dengan pelan hingga pintu terbuka. Dia berjalan masuk dan kembali menutup pintu itu tanpa suara. Dia menatap punggung itu tak percaya, dia hampir saja berfikir jika dia akan kehilangan pria itu. Setiap langkah yang dia ambil membuat hatinya berdesir. Hingga langkah itu berhenti di ujung bangkar. Tangan Gia terangkat, bukan untuk menepuk pundak Fatur melainkan memeluk Fatur dari belakang.

Fatur tampak terkejut saat sebuah tangan melingkar dengan erat di perutnya. Mereka sama-sama terdiam sampai Gia melepas pelukannya. Fatur membalikkan badannya lalu terkejut melihat Gia yang berdiri dibelakangnya.

"Gia," bisik Fatur tak percaya.

Gia tersenyum menatap wajah itu, mata itu, bibir itu, enam tahun ternyata tak mampu mangikis rasa yang Gia miliki untuk Fatur. Fatur turun dari bangkarnya namun dengan cepat Gia mendekati Fatur dan mendorong tubuh Fatur perlahan untuk tetap duduk di bangkarnya.

"Apa kabar?" tanya Gia dengan nada suara yang bergetar.

"Better," kata Fatur sambil menatap mata coklat almond itu.

Gia langsung memeluk Fatur erat menumpahkan air matanya hingga rasa lega menyelimuti hatinya. "Aku kira kamu bakal pergi Tur," bisik Gia dalam tangisnya.

Fatur balas memeluk Gia tak kalah erat. "Gak akan Gi," kata Fatur dalam pelukannya. Dia tidak mengerti apa saja yang telah terjadi selama dirinya koma. Tapi dia merasa sangat bersyukur akan itu, karena dia bisa melihat gadisnya disini, berdiri di depannya menatapnya tanpa rasa takut.

Jika Fatur diberi pilihan untuk kembali mengalami kecelakaan itu agar Gia kembali padanya maka Fatur dengan senang hati akan melakukan itu. Cinta dan bodoh itu beda tipis, sebodoh jalan pikiran Fatur untuk mengulang kembali kecelakaan yang hampir merenggut hidupnya.

"Don't leave me," kata Gia sambil melepaskan pelukannya pada Fatur.

"Never," jawab Fatur sambil menggenggam tangan Gia erat, begitu erat.

***

Anggiana (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang