Sesampainya di kantor Gia langsung menangis sesenggukan sambil memeluk Fero. Alhasil kemeja Fero basah karena air mata Gia.
"Aku gak mau kesana lagi," kata Gia disela-sela tangisannya.
Fero tertawa kecil karena tingkah Gia yang kekanakan. "Bukannya kita harus professional?" kata Fero.
"Professional hanya untuk kamu, bukan aku gadis yang masih terjebak masa lalunya," kata Gia yang lagi-lagi membuat Fero tertawa kecil.
"Seharusnya kamu tadi liat mukanya berubah kesal pas aku ngerangkul kamu," kata Fero sambil tertawa.
"Sialan!" kata Gia masih dengan mencubiti Fero. "Kamu gak tau kalau aku kaget banget tadi," kata Gia yang sekarang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Fero berusaha meredakan tawanya. "Just talk with him," kata Fero yang membuat Gia menoleh dengan mata yang membulat.
Gia terkejut. "Are you fucking kidding me?" tanya Gia dengan wajah tak percaya.
"Gi, enggak selamanya kamu bisa menghindar dari dia. Maksud aku, tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik dari rencana kamu," kata Fero.
Gia beringsut sambil memegang keningnya, rasanya kepalanya seperti baru saja terhantam benda yang sangat keras hingga dia menjadi pusing seperti ini. "Ini semua gak semudah yang kamu pikir Fer. Kamu gak tau seberapa hancurnya aku enam tahun yang lalu sebelum aku ketemu kamu," kata Gia sambil kembali menerawang masa lalunya.
"Aku merasakan kehilangan, sedih, marah, lelah, dan kesepian di waktu yang sama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk kembali menjadi diri aku lagi, dan aku belum siap untuk kembali tersakiti lagi," kata Gia sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
Fero sangat paham jika Gia sangat tersakiti tapi mau sampai kapan dia hidup dengan bayang-bayang masalalunya. "Jangan terus-terusan berfikir kalau hanya kamu yang tersakiti disini Gi, bahkan kamu gak tau kan alesan dia ngelakuin ini ke kamu," kata Fero. Dia memang selalu bisa memandang sebuah masalah dari sudut pandang yang berbeda dari Gia, itu sebabnya Gia sangat senang bercerita kepada Fero.
"Oke i will, but not now" kata Gia yang dijawab anggukan oleh Fero.
***
Fero dan Gia kembali ke kantor Fatur untuk kembali mengecek pekerjaan para pekerjanya. Gia sedari tadi terlihat tidak nyaman hingga Fero menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Fero.
Gia menggelengkan kepalanya. "Aku ingin ke toilet sebentar," kata Gia yang dijawab anggukan oleh Fero.
Setelah berada di dalam toilet Gia langsung membasuh wajahnya. Ada apa dengannya dia tidak pernah merasa segelisah ini sebelumnya. Bayang-bayang Fatur selalu menghantuinya.
"Keep calm Gi," bisik Gia untuk menenangkan dirinya sendiri.
Setelah lumayan agak tenang Gia memutuskan untuk kembali meneruskan pekerjaannya.
"Gia."
Gia langsung membeku di tempatnya ketika mendengar suara itu. Detak jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya, dia tahu pasti siapa pemilik suara itu. Belum sempat melangkah menjauh orang itu meraih pergelangan tangan Gia.
Gia mencoba memberanikan diri menatap kearah Fatur. "A-ada apa?" tanya Gia.
Fatur menatap Gia dengan lekat. Sungguh dia sangat merindukan gadis itu, ia sangat ingin memeluk Gia saat ini. Tapi dia sadar gadis di depannya seperti ketakutan melihatnya.
"Bisa kita berbicara?" kata Fatur, dia bahkan bingung apakah dia harus seformal itu pada Gia?
Gia menarik tangannya dari genggaman Fatur. "S-saya sedang bekerja disini maaf, saya tidak punya banyak waktu," kata Gia dan langsung pergi meninggalkan Fatur.
Dengan sedikit berlari Gia kembali menghampiri Fero yang sedang sibuk memberitahu para pekerja tentang konsep disain yang sudah dia buat.
Gia baru menghampiri Fero saat pria itu sudah selesai. "Fer aku mau izin pulang," kata Gia.
Melihat wajah gadis didepannya sedang pucat Fero langsung menggenggam tangan Gia yang terasa dingin. "Ada apa?" tanya Fero khawatir.
"I'm just tired," kata Gia.
"Kamu ketemu dia?" tembak Fero. Gia mengangguk sebagai jawabannya.
"Bukannya kamu udah janji mau ngomong sama dia?" tanya Fero yang membuat Gia menghela napasnya. "Aku gak tau, aku belum siap," kata Gia jujur.
***
"Akhh!" Fatur melempar sebuah guci yang ada di mejanya.
Dia merasa sangat prustasi saat melihat wajah ketakutan Gia. Apakah dia begitu jahat pada Gia dimasalalu. Bagaimana cara dia meminta maaf jika Gia saja terlihat ketakutan saat melihatnya.
Dia sangat menyesal, sangat amat menyesal karena telah menyakiti Gia. Dia ingin meminta maaf, tapi bagaimana caranya?
Tok... tok... tok...
"Tuan ada yang ingin bertemu," kata sekertarisnya dari luar ruangannya.
Fatur diam, sambil mengusap wajahnya dengan kasar. "Kak Fatur," suara itu berasal dari pintu ruangannya.
"Yaampun, apa yang baru aja terjadi? Kakak gak kenapa-napa kan?" tanya Farah sambil mendekati Fatur.
Melihat Farah saat ini hanya akan memperburuk suasana hatinya. Mau bagaimanapun gadis itu pernah memperkeruh hubungannya dengan Gia dulu.
"Pulang lah, aku sedang sibuk," kata Fatur sambil duduk dibangkunya.
Farah malah mendekat kearah Fatur dan duduk didepannya. "Gak mau, aku mau nemenin Kak Fatur aja. Kakak udah makan siang?" tanya Farah.
"Farah, saya bilang saya sedang sibuk!" bentak Fatur diakhir kalimat.
Farah terkejut karena bentakan Fatur, bisa dia lihat matanya mulai berkaca-kaca sekarang.
"Maaf," kata Farah dengan suara yang lirih. Kemudian gadis itu pergi begitu saja meninggalkan Fatur.
***
Next...

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.