16

13.3K 578 11
                                    

Keesokan paginya Gia bangun dengan mata yang sembab. Tak seperti hari biasanya hari ini Gia bersiap-siap kesekolah dengan tidak semangat.

"Gi mata lo dikompres pakek es batu nih," kata Amel membawakan es batu yang dia ambil dari dapur tadi.

"Thanks," kata Gia sambil tersenyum singkat kearah Amel.

"Lo jadi kacau gini Gi," kata Amel memperhatikan wajah Gia. "Gue udah pernah peringatin lo Gi supaya lo gak berlebihan suka dengan Fatur," kata Amel.

"Iya gue salah," kata Gia dengan suaranya yang sendu.

"Gue cuma gak mau ngeliat lo kayak gini Gi," kata Amel sambil memegang bahu Gia.

Gia tersenyum kearah Amel. "Gue baik-baik aja," kata Gia.

"Gue harap itu bener," kata Amel. Mereka berdua turun kebawah bergabung sarapan dengan orang tua Gia.

Saat sarapan orang tua Gia tak bertanya apa-apa karena tadi pagi saat mengambil es batu, Amel sudah bercerita jika Gia semalam menonton film yang sedih bersamanya dan ketiduran membuat mata Gia jadi sembab sekarang.

"Gia berangkat Ma, Pa," kata Gia diikuti Amel menuju mobilnya untuk berangkat kesekolah.

Sesampainya disekolah Gia dan Amel langsung menuju kelasnya. Namun dalam perjalanan mereka dihadang oleh Darel dan teman-temannya.

"Morning ibu negara," kata Imam sambil tersenyum kearah Gia.

Darel memperhatikan Gia saat Gia melewatinya begitu saja. Darel menarik tangan Gia membuat gadis itu berhenti.

"Lo abis nangis?" kata Darel dengan tatapan khawatir.

Gia menghentakkan tangan Darel sampai tangannya terbebas. "Gak usah sok peduli," kata Gia lalu kembali berjalan menuju kelasnya.

***

Gia menatap gedung pencakar langit jakarta yang terlihat dari atap sekolahnya. Dia sedang mencoba melupakan Fatur, mencoba menghadapi kenyataan bahwa Fatur tak bisa dia miliki. Tapi didalam hati Gia, dia masih menginginkan Pria itu.

Gia meneteskan air matanya. Langit seakan berubah menjadi kelabu didunia Gia. Hatinya seperti terhempas kerasnya gelombang dan tertimpah tumpukan karang. Harapan Gia sudah hancur. Gia bahkan sudah kalah sebelum dia melawan mencoba bersaing.

Seseorang memberikan sapu tangan didepan Gia. "Gue lebih suka lo yang ngomelin gue dari pada yang sekarang," kata Darel.

Gia menoleh melihat Darel yang sedang menatapnya. "Ambil," kata Darel melirik sapu tangannya.

Tangan Gia terangkat mengambil sapu tangan milik Darel.

"Semua orang pasti mau bahagia Gi. Tapi skenario hidup tuhan yang ngatur, jadi jangan pernah menyesal dengan apa yang pernah terjadi," kata Darel yang berdiri disamping Gia sambil menatap kedepan.

Darel memutar badannya menghadap Gia. "Gue gak tahu kenapa lo bisa sesedih ini. Tapi gue tahu kalau lo gak lagi baik-baik aja Gi," kata Darel menatap Gia dalam kematanya.

"Kenapa lo terus peduli dengan gue?" kata Gia menatap Darel.

Darel tersenyum kearah Gia sambil menghapus sisa air mata dipipi Gia. "Lo tau alasan gue. Jadi jangan menanyakan hal yang udah lo tau," kata Darel.

Gia menatap wajah Darel yang masih mengembangkan senyumnya kepada Gia. Darel selalu ada untuknya, walaupun Gia sudah mati-matian mengusir Darel pergi dari hidupnya.

"Lo sadar gak sih lo ngelukain diri lo sendiri?" tanya Gia.

Darel tertawa kecil. "Kalau gue harus terluka demi ngeliat senyum lo, kenapa enggak?" kata Darel.

Anggiana (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang