Saat jam pulang kantor Fero mengajak Gia untuk menemui seseorang. Mereka sedang menunggu orang itu disana. "Kita mau nemuin siapa sih Fer?" tanya Gia penasaran.
"Nah itu dia," tunjuk Fero kearah pintu masuk restaurant. Disana terlihat seorang wanita canti dengan pembawaan yang anggun sedang tersenyum kearah merek.
"Dia siapa?" tanya Gia bingung.
Fero tertawa kecil melihat wajah Gia. "Dia calon tunangan aku," jawab Fero.
"What!" Kata Gia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Wanita itu sekarang sudah berada di depan mereka. Fero menyambutnya dan mencium sekilas pipinya.
"Hai, kamu pasti Gia kan?" kata perempuan itu sambil mengulurkan tangannya.
Gia membalas uluran tangan wanita itu. "Nama aku Gisel," kata perempuan itu dengan suara yang lembut.
"Hai Gisel," kata Gia masih dalam keterkejutannya.
Gisel tertawa kecil melihat ekspresi Gia. "Apa yang udah kamu lakuin sampe dia kayak gitu?" tanya Gisel kepada Fero.
Fero hanya tertawa sambil mencubit pipi Gia agar gadis itu berhenti memasang wajah bodoh seperti itu.
"Aww. Fero!" kata Gia sambil mengelus pipinya yang memerah. "Are you kidding me? Kamu gak pernah cerita," kata Gia dengan wajah sebal.
Fero malah kembali tertawa melihat Gia yang memarahinya. "Surprise," kata Fero membuat Gia menekuk wajahnya. "Jangan bilang ini alesan kamu pindah ke Indonesia?" tanya Gia dengan tatapan menyelidik.
"Sayangnya memang itu alesanku," kata Fero.
Gisel nampak tidak mengerti dengan apa yang dua orang ini bicarakan. "What happen?" tanya Gisel bingung.
Gia menoleh kearah Gisel. "Kamu tau Gisel calon tunangan kamu gak pernah cerita kalau dia udah punya calon tunangan. Dia selalu bilang kalau dia single aku bahkan baru saja mau ngenalin dia sama sahabat aku," kata Gia dengan sebal.
Gisel tertawa kecil. "Benar kata Fero, kamu memang cerewet Gia," kata Gisel.
"Fero bilang gitu?" tanya Gia tak percaya. "Dasar FERO!" Kata Gia yang membuat Gisel tertawa geli. Mereka memang pantas jadi adik dan kakak.
Mereka menikmati makan malam mereka dengan canda dan tawa. Gia dan Gisel dengan mudahnya menyesuaikan diri dan terlihat dekat, bahkan tidak terlihat seperti dua orang yg baru saja saling kenal.
"Aku banyak dengar cerita kamu dari Fero. Gak heran kalau Fero sayang banget sama kamu," kata Gisel dengan senyum lembutnya.
Gia mengerutkan keningnya. "Emangnya kamu gak cemburu kalau aku deket banget sama Fero?"
Gisel tertawa kecil sambil menatap Fero. "Untuk apa cemburu sama adik kecilnya Fero," kata Gisel.
Gia tertawa kecil, senang rasanya bisa mengenal Gisel. Berbeda seratus delapan piluh derajat dari Gia, dia benar-benar dewasa. Sangat cocok memang jika disandingkan dengan Fero.
"Kalau begitu mulai sekarang aku akan membantumu menjaga Fero dari lirikan wanita-wanita nakal yang ingin menelan tunganmu itu," kata Gia membuat Gisel tertawa kecil.
"Oh senangnya, kalau begitu terus awasi dia," kata Gisel sambil melirik Fero yang sedari tadi hanya tersenyum kecil.
Selesai makan malam Fero langsung mengantar Gia pulang bersama Gisel. Sesampainya dirumah Gia gadis itu langsung turun dan mengucapkan terima kasih kepada Fero.
"Kami pulang," kata Gisel sambil melambaikan tangannya kepada Gia dari dalam mobil.
"Dia gadis yang menyenangkan," kata Gisel saat mobil Fero sudah melaju menjauhi rumah Gia.
Fero tersenyum kecil. "Aku senang kalau kamu menyukainya."
***
Pagi hari Gia dan Fero sudah berada di kantor mereka. Gia sedang meeting dengan beberapa staff-nya mengenai dekorasi sedangkan Fero dia sedang sibuk mengatur proyek lainnya.
"Aku butuh wallpaper dengan motif seperti ini," kata Gia sambil menunjuk ke gambar yang ada di monitor besar diruangannya. "Oh ya, kalian sudah mengajukan kerja sama dengan pabrik material kan?" tanya Gia.
"Sudah, sebagian besar sudah disetujui," kata salah satu staff karyawan.
Gia tersenyum puas. "Kalau begitu siapkan bahan-bahan yang sudah saya minta dan langsung kirimkan ke lapangan. Oh ya apa ada kendala untuk tenaga pekerja yang membantuku?" tanya Gia memastikan.
"Tidak ada Bu, kami sudah mengontrak beberapa pekerja bangunan yang sudah lumayan ahli," kata salah satu staff yang lainnya.
"Baik, kalau gitu rapat kali ini kita tutup. Terima kasih atas kerja sama tim yang baik," kata Gia.
Setelah itu semua orang kembali pada pekerjaannya masing-masing.
"Kau sudah selesai? Kita harus pergi kesana," kata Fero yang dijawab anggukan oleh Gia.
"Jangan menghindar, kamu ingat itu?" Fero memperingatkan Gia.
Gia menghela napasnya pelan. "Aku akan mencobanya," kata Gia dengan perasaan tidak yakin jika dia bisa melakukannya.
***
Gia langsung memulai pekerjaannya setelah sampai. Di sesekali memberi tahu pekerjanya yang sekarang sedang mengecat tembok yang sudah selesai di renovasi. "Setelah cat nya kering gantungkan lukisan itu," kata Gia yang dijawab anggukan oleh para pekerja.
Gia beralih kesisi lain ruangan. "Tolong cat yang rapih," kata Gia memantau pekerja yang sedang mengecat lis kaca besar yang pernah Gia tunjukkan pada Fero.
"Wallpaper yang kamu pesan udah dateng, mau kamu cek?" tanya Fero menghampiri Gia.
Gia mengangguk dan berjalan dibelakang Fero mengikuti pria itu. Salah satu pekerja menolong Gia membukakan kardus besar berisikan wallpaper yang akan mereka gunakan. "Ya, wallpaper yang seperti ini," kata Gia. "Langsung saja tempelkan ke tempat yang kemarin saya tunjukkan."
"Istirahat dulu kamu bisa kelelahan nanti," kata Fero mencegah Gia yang ingin memantau lagi para pekerjanya.
Gia menghela napasnya. "Aku harus sibuk supaya aku tenang," kata Gia.
Fero mengajak Gia kedekat jendela besar yang baru saja selesai di cat. "Jangan khawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi," kata Fero yang lagi-lagi membuat Gia menghela napasnya.
Mau seberapa sering Gia menghela napasnya hatinya tetap saja gelisah. Dia merasa aneh, dia gugup, dia khawatir tanpa alasan yang jelas. "Aku benar-benar ngerasa aneh Fer."
"Bicaralah padanya, hanya itu yang bisa buat kamu tenang," saran Fero.
Gia menundukkan pandangannya. "Bagaimana jika semuanya malah bertambah buruk?"
"Kamu gak akan tau apa hasilnya sebelum kamu mencoba Gi."
Gia hanya diam sambil memandang jauh kearah kota yang terlihat dari kaca besar di hadapan mereka. Kenapa harus jalan cerita seperti ini yang tuhan ciptakan untuknya. Dia hanya ingin hidup tenang, bertemu dengan orang yang berhasil membuatnya jatuh cinta kembali, dan hidup bahagia. Bisakah dia menulis jalan kehidupannya sendiri, agar semuanya bisa terlihat mudah.
Fero meninggalkan Gia sendiri, itu yang saat ini Gia butuhkan. Bernegosiasi pada hatinya agar bisa mengikuti keadaan. Enam tahun sudah berlalu, dan Gia harus bisa belajar menjalani hidupnya tanpa bayang-bayang masa lalu.
***
Holla oceanas 👋
Long time gak update ya, gimana nih ceritanya sampai part ini? Yuk vote dan komennya, makin banyak yang vote dan komentar makin cepet juga updatenya...
See you guys.Lot's of love
Author.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
JugendliteraturBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.