Fatur berjalan memasuki sebuah club yang sudah ramai oleh para pengunjung. Dia berjalan dengan gontai kearah meja bar, kemajanya kusut tak jauh berbeda dari wajahnya sekarang dia benar-benar kacau.
Seorang bartender menghampiri Fatur dan memberikan sebotol minuman kepada Fatur. Sepertinya Fatur sudah sering kesana karena tanpa perlu mengetahui apa yang ingin Fatur pesan, bartender itu sudah memberikan sebuah minuman.
Fatur meminum minuman itu langsung dari botolnya. Dengan sekali tegukan Fatur menghabisi isi botol itu, tenggorokannya terasa panas namun setelahnya Fatur merasa seperti bebannya terangkat secara perlahan.
Dia kembali meminta satu botol minuman kepada bartender itu. Hanya ini yang bisa dia lakukan, menyesali perbuatannya dan tanpa berhenti berharap bahwa suatu hari Gia bisa memaafkannya.
Ditempat lain Fero masih sibuk dengan ponsel ditangannya. Setelah makan malam dan mengantarkan Gisel pulang dia menerima telpon dari Mamanya Gia. Dia bilang Gia masih belum pulang dan handphonenya tidak bisa dihubungi.
Fero kira Gia bekerja lembur karena setau Fero pekerjaannya tinggal sedikit lagi tadi. Tapi saat Fero memeriksanya ke kantor Maxima group Gia tidak ada disana. Menurut satpam yang berjaga disana para pekerja sudah menyelesaikan pekerjaannya sejak tadi.
Fero bingung harus kemana dia mencari Gia. Dia yakin sesuatu pasti telah terjadi hingga Gia sulit dihubungi seperti ini. Dirinya memutuskan mengitari kota dan mencarinya ketempat-tempat yang sering dikunjungi orang.
Sudah hampir tiga jam mencari tapi gadis itu masih belum bisa Fero temukan. Seketika Fero baru ingat jika beberapa hari yang lalu dia mengantar Gia membeli apartemen yang tak jauh dari tempatnya sekarang. Tanpa berpikir lagi Fero langsung melajukan mobilnya menuju gedung apartemen Gia.
Sesampainya disana Fero langsung menuju apartemen Gia. Fero memasukkan password yang kemarin dirinya dan Gia buat. Saat pintu terbuka apartemen itu terlihat gelap, tak satupun lampu yang dihidupkan. Fero berjalan masuk dan menghidupkan lampu apartemen itu. Matanya tertuju pada pintu kamar Gia yang terbuka.
Fero langsung masuk dan hanya menemukan tas Gia yang ada di atas kasur. "Gia," panggil Fero namun tak ada jawaban.
Fero membuka pintu walk-in closet yang tidak terkunci dan tidak menemukan Gia. Dia menuju pintu kamar mandi dan tidak menemukan Gia juga di dalam sana. Perasaannya mulai tidak enak, dia takut kejadian enam tahun yang lalu terulang lagi. Fero berjalan dengan cepat kembali ke kamar Gia dan melihat pintu balkon yang terbuka.
Dia berlari menuju balkon dan menemukan Gia yang sedang duduk disana dengan meringkuk sambil menjambaki rambutnya. Apa yang dia takuti ternyata benar terjadi, dia seperti melihat Gia enam tahun yang lalu. Gia yang seperti orang depresi, Gia yang hancur, Gia yang menyakiti dirinya sendiri.
Fero langsung mendekat dan memeluk Gia, pria itu menggenggam tangan Gia erat agar Gia berhenti menyakiti dirinya sendiri.
"LEPAS! LEPAS!" Gia memberontak sambil terus menangis.
Fero hanya diam sambil mempererat pelukannya pada Gia. Fero bisa rasakan itu, kepedihan yang Gia alami.
"Aku mau pergi! Aku mau pergi!" Racau Gia sambil mencoba melepaskan pelukan Fero. "Aku mau Darel, aku ingin sama Darel! Lepas! Aku mau pergi sama Darel!" kata Gia sambil menangis. Suaranya bergetar dan sedikit serak.
"Tenang Gia," kata Fero sambil mengusap lembut rambut Gia.
Fero benci melihat Gia yang kembali seperti ini. Enam tahun yang lalu, enam tahun yang lalu Gia pernah mengalami hal seperti ini. Hampir setiap hari Gia akan bermimpi buruk dan berakhir seperti ini, tapi itu sudah lama tidak lagi terjadi pada Gia.
Ini salahnya, tak seharusnya dia meninggalkan Gia sendiri di kantor itu. Harusnya Fero sadar mulai dari kegelisahan Gia hingga sikap Gia yang sering kali tidak menentu sejak kepulangannya kesini akan membawa Gia ke titik ini.
"Aku minta maaf," kata Fero sambil kembali mengelus rambut Gia lembut agar gadis itu tenang.
Namun bukannya tenang Gia malah semakin memberontak, kata-kata Fero malah mengingatkan dirinya dengan kata-kata Fatur tadi. "Pergi Fatur! Pergi!" kata Gia sambil mencoba melepaskan pelukan Fero. Dalam otaknya dia melihat sosok Fero sebagai Fatur. "Aku bukan perusak hubungan kamu dan Farah! Pergi aku mohon pergi!" Kata Gia sambil menangis dengan keringat yang sudah membanjiri wajahnya bercampur dengan air mata yang sedari tadi keluar dari matanya.
Fero terdiam masih sambil memeluk Gia. Fero yakin Fatur adalah dalang dibalik kekacauan Gia saat ini. "Aku Fero Gi. Ini aku Fero," kata Fero sambil menatap Gia.
"Fero," kata Gia sambil menatap Fero dengan matanya yang merah. "Fero," kata Gia sekali lagi sambil memeluk Fero. Rasa sedih, resah, takut, marah, kecewa semua bersatu menyerang Gia.
Dia memeluk erat Fero masih sambil menangis, badannya sudah lemas dia tidak memberontak lagi. Dengan cepat Fero menggendong Gia dan menaruhnya di tempat tidur.
"Darel," bisik Gia dengan mata terpejam.
Hati Fero terasa teriris melihat keadaan Gia sekarang. Mau bagaimanapun dia sudah menganggap Gia sebagai adiknya sendiri. Melihat bagaimana dulu perjuangan Gia untuk bangkit hingga waktu dengan sengaja menjatuhkannya lagi pada titik terlemahnya.
Fero duduk disamping Gia yang sedang berbaring. Dia mengelus tangan Gia pelan mencoba membuat Gia tenang dalam tidurnya. Setelah Gia tidak lagi mengigau Fero langsung menyelimuti gadis itu. Semoga ini yang terakhir untuk Gia, dia tidak akan membiarkan Fatur membuat Gia seperti ini lagi.
Fero mengabari Mamanya Gia bahwa Gia sudah ada bersamanya. Tapi Gia tidak bisa pulang sekarang, besok Fero akan mengantar Gia pulang.
Entah sudah berapa botol minuman yang sudah Fatur minum. Yang pasti saat ini keadaan Fatur benar-benar kacau, bartender yang sedari tadi melayani Fatur tidak ingin memberikan lagi botol minuman meskipun Fatur memintanya dengan paksa.
Fatur dengan terpaksa memberikan lembaran uang seratus ribuan kepada bartender itu dan langsung keluar dari sana dengan keadaan setengah sadar.
Sesampainya didepan club itu Fatur langsung menghampiri mobilnya sebelum sebuah tangan menghalanginya untuk memasuki mobil.
"Lo minum lagi!" Bentak seseorang yang samar-samar didengar oleh Fatur.
Pria itu menoleh ke asal suara. "Gia," panggilnya dengan suara yang serak.
"Gia?" tanya Dita bingung. "Astaga Fatur," geram Dita sambil memegangi keningnya yang sedikit berdenyut.
Dita bingung sudah enam tahun berlalu namun Fatur masih juga belum bisa melupaka gadis itu. Padahal dia saja tidak tahu dimana Gia sekarang, apakah dia masih hidup atau tidak, atau dia sudah menikah dengan yang lain atau tidak. Fatur memang-memang sudah dibutakan oleh cintanya untuk Gia.
Dita membantu Fatur memasuki mobilnya. Tadi saat dia keluar dari sebuah kafe dia melihat mobil Fatur di salah satu parkiran club. Karena penasaran Dita menghampirinya dan menemukan Fatur dengan keadaan mabuk seperti ini. Dia tidak mungkin membiarkan Fatur menyetir sendiri dalam keadaan seperti ini.
***
See you in the next part, jangan lupa vote dan komentarnya...Lot's of love,
Author.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Подростковая литератураBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.