6 tahun kemudian...
Seorang gadis cantik baru saja turun dari sebuah taxi, gaun berwarna peach selutut membalut tubuhnya dengan pas. Make up yang tak terlalu tebal semakin membuat paras gadis itu terlihat cantik. Belum lagi pembawaannya yang anggun, sangat berbeda dengan dirinya dimasa remajanya dulu.
"Anggia."
Gadis itu menoleh sambil tersenyum kearah seseorang yang memanggilnya. Sungguh senyum yang sangat manis, tidak heran jika beberapa pria berebut untuk mendapatkan hatinya.
"Kamu dateng lebih pagi hari ini," kata Fero satu-satunya teman Gia yang berkebangsaan sama dengan Gia.
Gia terkekeh. "Pelanggan kita udah banyak Fer aku jadi tambah semangat untuk kerja," kata Gia sambil menaruh tasnya diatas meja kerjanya.
Dua tahun yang lalu Gia baru saja menyelesaikan kuliahnya disalah satu universitas di paris. Dengan kemampuan yang dia dapat saat kuliah dia dan Fero memutuskan untuk berkerja sama membangun usaha di paris. Fero dan Gia sama-sama lulusan arsitektur, untuk masalah membuat desain Fero jagonya, lalu Gia? Untuk masalah mendekor ruangan Gia jagonya. Jadi tugas Fero membuat disain gedung dan yang mendekornya adalah Gia.
Usaha yang terbilang cukup baru itu ternyata banyak diminati oleh beberapa pengusaha properti di Paris. Banyak tawaran pekerjaan yang mereka dapat belakangan ini. Gia merasa sangat beruntung bertemu dengan Fero.
Dari awal dia pindah ke Paris Fero lah yang selalu menemaninya. Ketika dia masih merasa asing, putus asa karena sistem belajar yang berbeda jauh dari sekolahnya yang dulu, bahkan ketika dia merasakan homesick. Fero seperti memberikan dunia baru untuk Gia, dunia yang penuh motivasi dan ambisi agar Gia bisa hidup lebih maju.
"By the way, keadaan Oma kamu gimana Gi?" tanya Fero. Dia memang cukup dekat dengan keluarga Gia apalagi dengan Omanya.
Gia menghela napasnya. "Gitu deh Fer, namanya juga udah tua," kata Gia.
"Gak ada niatan buat balik ke Indo Gi? Kamu udah lama banget kan gak pulang?" Tanya Fero.
Gia memang belum pernah kembali lagi ke Indonesia sejak kepindahannya ke Perancis. Dia merasa takut untuk kembali, takut akan sang waktu yang mungkin akan menariknya kembali dirinya ketitik dimana perasaan itu masih ada.
"Aku baru aja memulai karirku di sini Fer, lagian siapa yang bakal jaga Oma kalau aku kembali?" kata Gia.
"Oma kamu udah tua Gi, ada baiknya dimasa tua dia ada banyak keluarga yang ngelilingin dia. Keluarga kamu banyak di indonesia kan?" tanya Fero yang dijawab anggukan oleh Gia.
"Dan sejujurnya aku mau balik ke indonesia Gi. Klien kita kan banyak yang dari sana, kita gak bakal rugi kalau mulai karir di indonesia," kata Fero yang membuat Gia terkejut.
"Kamu serius?"
Fero menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. "Aku mau kamu ikut kembali ke Indonesia, itupun kalau kamu mau," kata Fero.
Gia terlihat berfikir. Kembali ke Indonesia? Apa dirinya siap?
"Pertimbangkan lagi Gi tawaranku," kata Fero meninggalkan Gia yang sedang berfikir.
***
Gia duduk dibalkonnya sambil menatap gemerlap kota paris dimalam hari. Ada banyak hal yang berlarian di kepalanya. Dan yang Paling mengganggu pikirannya adalah soal kembali ke Indonesia.
Apa yang dikatakan Fero benar, keadaan Omanya yang semakin tua dan soal klien yang kebanyakan berasal dari Indonesia. Jika dia kembali maka dia akan bisa bekerja lebih efektif lagi dengan langsung mengecek keadaan lapangan tanpa harus memantaunya dari jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.