"Gia." Dengan refleks Fatur berdiri menatap terkejut ke arah Gia. Wajah pria itu tampak panik takut Gia akan salah paham dengan apa yang baru saja gadis itu lihat.
Farah ikut melihat kearah Gia dan wajahnya tak kalah terkejut dari Fatur. Bukan hanya terkejut saat dia tahu Gia melihatnya memeluk Fatur, tapi dia terkejut mengetahui bahwa Gia telah kembali.
"M-maaf aku ganggu kalian," kata Gia dengan suara bergetar menahan tangisnya, dia hendak menutup kembali pintu ruangan Fatur tapi dengan cepat tangan Fatur mencegah Gia melakukan itu.
Gia diam bergeming menatap Fatur yang sekarang berdiri disampingnya. Dadanya terasa sakit, sungguh sakit hingga air itu terjatuh begitu saja dari matanya.
"Jangan pergi sebelum kamu tau semuanya," kata Fatur sambil menghapus air mata Gia.
Bukannya menolak perlakuan Fatur Gia malah menangis ditempatnya. Hatinya terasa teriris, sama seperti enam tahun yang lalu. Harusnya Gia sadar, sekuat apapun Gia memperjuangkan perasaan ini dirinya hanya akan berakhir terluka, karena sejatinya dia bukan pemilik tempat dihati pria itu.
Fatur langsung memeluk Gia yang menangis, dia tahu pasti hati Gia sakit. Dia hanya perlu menjelaskan yang sebenarnya agar gadis itu merasa lebih baik.
"Kak Gia Maaf," kata Farah yang membuat Gia menoleh, masih dalam pelukan Fatur.
Farah mendekati Gia secara perlahan bersamaan dengan Fatur yang melepaskan pelukannya pada Gia. "Aku mau minta maaf," kata Farah yang membuat Gia bingung.
Farah tersenyum sambil memeluk Gia. "Kakak guru terbaik buat aku. Kakak ngajarin aku arti berjuang, Kakak juga yang ngajarin aku arti mengikhlaskan, aku minta maaf buat apa yang pernah aku lakuin dulu ke Kakak. Aku memang egois, tapi melihat pengorbanan Kakak aku jadi malu sama diri aku sendiri, aku minta maaf Kak," kata Farah sambil memeluk Gia.
"Maksud kamu apa?" tanya Gia dengan nada yang bergetar.
"Farah cuma mau pamit, dia mau pindah ke jogja. Dia dateng ke sini buat ngasih kabar ke Kakaknya," kata Fatur menjelaskan.
Ada raut lega dari wajah cantik itu. "Maksud kamu Farah punya Kakak yang kerja di sini?" tanya Gia bingung.
Fatur tertawa kecil. "Iya, aku Kakaknya dan ini adik kecilku," kata Fatur sambil merangkul bahu Farah.
Gia merutuki kebodohannya, hanya karena bersikap paling ahli menerjemahkan keadaan Gia jadi membuat dirinya tampak bodoh.
"Jangan cemburu gitu," kata Fatur yang membuat Gia dengan cepat menghapus sisa air mata di pipinya.
"Siapa yang cemburu," kata Gia.
Fatur tertawa kecil. "Terus kenapa mau pergi tadi?" tanya Fatur sambil merangkul pinggang Gia.
Farah hanya tersenyum melihat perlakuan Fatur pada Gia, baginya Gia adalah perempuan yang paling beruntung yang pernah Farah kenal. Dia punya keluarga yang lengkap dan menyayanginya, dia punya sahabat yang selalu ada untuknya, dia punya seseorang yang bahkan siap mati untuknya.
"Aku cuma kaget," jawab Gia yang membuat Fatur dengan gemas mencubit pipi gadis itu.
Farah menginstrupsi percakapan dua orang itu. Dia merasa seperti obat nyamuk jika berada dalam posisi seperti ini.
"Kalau kayak gitu aku pamit ya Kak, aku bakal sering berkunjung," kata Farah.
Fatur mengangguk kemudian gadis itu pergi keluar dari ruangan Fatur.
"Gi anter aku yuk," kata Fatur setelah Farah pergi.
"Kemana?"
"Nanti juga kamu tau." Fatur mengambil jasnya yang dia taruh di sandaran kursi. Dia bersama Gia meninggalkan kantor menuju tempat yang sama sekali tidak Gia ketahui.
Mobil Fatur berhenti disebuah rumah yang cukup besar dengan gaya klasik. Gia tidak tahu ini rumah siapa, tapi Gia yakin pemilik rumah ini pastilah orang yang sangat kaya.
"Ayok Gi," kata Fatur yang melihat Gia sedari tadi hanya melamun.
Gia mengangguk lalu bersama Fatur dia memasuki rumah itu. Tangan Fatur menggenggam tangan Gia yang berjalan disampingnya. Sesekali Fatur tersenyum melihat kearah Gia yang terlihat canggung.
"Nenek," sapa Fatur saat dia melihat seorang wanita paruh baya yang sedang memberi makan ikan arwana kesayangannya.
Neneknya Fatur menoleh dan memandang terkejut kearah Fatur. Ada percikan kebahagiaan yang tak terlihat oleh mata namun bisa mereka rasakan. Fatur menghampiri neneknya dan langsung memeluknya.
Neneknya Fatur tersenyum dalam pelukan cucunya itu. Enam tahun bersitegang akhirnya dinding kokoh itu runtuh, dinding yang memisahkan dirinya dan cucunya, dinding yang terbentuk karena rasa egois masing-masing. "Nenek kangen kamu. Bagaimana kabar kamu?" Tanya Nenek Fatur.
Fatur melepaskan pelukannya pada Neneknya. "Fatur baik Nek. Nenek gimana? Fatur minta maaf ya sama Nenek," kata Fatur sambil mencium tangan Neneknya.
Neneknya Fatur hanya tersenyum dengan tidak bisa menahan air matanya. Harusnya dia yang meminta maaf karena terlalu memaksakan kehendaknya. "Nenek baik. Nenek yang harusnya minta maaf, gak seharusnya Nenek maksa kamu," kata Neneknya sambil mengelus kepala Fatur lembut.
Gia diam bergeming di tempatnya, dia bingung apa yang harus dia lakukan dan apa yang membuat Fatur dan Neneknya saling meminta maaf.
Fatur mendengakkan kepalanya dan tersenyum lalu menghapus air mata di wajah Neneknya. Dia menoleh kerah Gia yang sedari tadi hanya diam. "Ini Gia Nek," kata Fatur yang menarik Gia mendekatinya.
Neneknya Fatur tampak terkejut. "Ini Gia? Temen Fatur dulu?" kata Neneknya Fatur tak percaya.
Gia mengangguk sambil mendekati Neneknya Fatur dan mencium tangannya dengan sopan. "Iya Nek ini Gia. Nenek apa kabar?" tanya Gia lembut.
"Nenek baik. Nenek minta maaf ya Gia kalau selama ini Nenek banyak salah ke kamu," kata Neneknya Fatur yang membuat Gia bingung.
"Nenek gak salah apa-apa kok ke Gia. Nenek gak perlu minta maaf," kata Gia dengan tak enak hati.
Neneknya Fatur tersenyum sambil mengelus lembut tangan Gia. "Gia gadis baik, gak heran kalau Fatur gak bisa berpaling dari Gia," kata Neneknya yang buat Gia blushing.
Gia dan Fatur menghabiskan waktu dengan Neneknya Fatur dengan mengobrol di taman belakang rumah Neneknya Fatur.
Fatur merasa lega, hubungan dirinya dengan Gia membaik begitu pula hubungan dirinya dengan Neneknya. Sekarang yang perlu Fatur lakukan hanya menjaga hubungan ini agar tetap berjalan baik-baik saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.