Gia terdiam di sofa kamarnya dengan tatapan menuju balkon kamarnya. Saya tau Kakak suka sama Kak Fatur, saya denger sendiri Kak Fatur cerita sama Kak Dita kalau Kakak nyimpen banyak Foto Kak Fatur... kata-kata Farah terus berkeliaran dikepalanya.
Ternyata Fatur sudah mengetahui perasaanya selama ini sebelum Gia memberitahunya. Dan perkataan Farah, perkataan gadis itu bagai sebilah pisau yang menusuk hatinya. Dia bukan wanita seperti itu, dia sama sekali tidak berniat merebut Fatur dari Farah. Gia bahkan sudah menjauhi Fatur sebelum Farah menyuruhnya. Gia cukup tahu diri untuk tidak lagi mengejar Fatur karena dia tahu Fatur akan bertunangan dengan Farah.
Masalah yang Gia hadapi semakin rumit. Gia belum selesai berduka dengan kepergian Darel dan sekarang muncul lagi masalah baru karena Farah. Gia tak mengerti harus bagaimana lagi.
"Gia ayok makan malam," teriak Mamanya dari luar kamar Gia.
Gia langsung bangkit dari duduknya dan menyusul Mamanya yang lebih dulu turun kebawah untuk makan malam.
Makan malam dihiasi dengan kediaman tiga orang dimeja makan itu. Hanya ada suara denting piring yang beradu dengan sendok dan garpu. Selesai makan malam mereka masih duduk di meja makan. Mama dan Papa Gia sibuk mengobrol tentang sesuatu yang Gia tidak mengerti.
"Ma, apa tawaran soal pindah ke Perancis itu masih berlaku?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Gia begitu saja.
Mama dan Papa Gia yang sedang asik mengobrol langsung memberi seluruh perhatian mereka kepada Gia. "Iya, kenapa?" kata Mamanya yang sekarang menatap Gia.
"Gia mau Ma," kata Gia. Dia tahu ini salah, dia tahu tidak seharusnya dia lari dari masalah. Tapi Gia rasa pergi menjauh adalah opsi terakhir yang Gia punya. Dia tidak bisa selamanya menghindari percakapan tentang Darel disekolah, dia juga tidak bisa selamanya menghindari Fatur di sekolah. Terlalu banyak kenangan yang membuat Gia rapuh, dia hanya ingin memulai semuanya dari awal, dan dia baru bisa melakukannya ketika semua kenangan masa lalu tak lagi mengusiknya.
"Papa seneng kamu ngerubah keputusan kamu, tapi Papa kasih kesempatan buat kamu berfikir lagi. Besok kalau kamu memang yakin mau pindah, Papa akan langsung mengurus surat perpindahan kamu," kata Papanya Gia sambil menatap Putrinya itu dengan lembut.
Gia mengangguk lalu pamit kembali ke kamarnya. Gia harap keputusannya tak akan menyakiti siapapun.
***
Gia sudah mengambil keputusan untuk tetap pindah ke Perancis. Papanya juga sudah mulai mengurus surat kepindahan Gia.
Gadis itu membereskan pakaiannya kedalam koper. Beberapa barang pribadi Gia juga dia bawa ke Perancis. Saat sedang membereskan meja belajarnya Gia melihat sebuah album yang sudah lama tidak dia sentuh.
Gia mengambilnya perlahan dia membuka kembali lembar demi lembar album itu. Gia meneteskan air matanya sebelum menutup kembali album itu. Tak seharusnya dia masih menyimpan album yang berisikan foto Fatur.
Gia tersenyum pilu, dia kira kisah cintanya akan berakhir bahagia seperti kebanyakan orang. Dulu Gia selalu percaya jika perjuangan tidak akan menghianati hasilnya. Namun sekarang Gia tak lagi percaya akan hal itu, semakin dia memperjuangkan harapannya maka dia akan semakin terjatuh.
Setiap Gia memikirkan apa yang seharusnya Gia lakukan, itu hanya membuatnya ingin menangis. Semua kenangan indah bersama Fatur dan Darel tidak berarti apa-apa bagi Gia sekarang. Gia menganggap semuanya telah berakhir.
Mungkin semua memori kebersamaan mereka akan selalu menjadi kenangan bagi Gia. Karena gadis itu telah menyerah untuk mempertahankan semuanya. Gia meninggalkan orang-orang yang selama ini mewarnai masa-masa SMA nya dengan sejuta kenangan yang akan selalu Gia kenang.
Sebelum Gia pergi ke Perancis dia mengirimkan pesan kepada Amel agar dia mau mengantarnya ke Bandara nanti malam. Gia yakin Amel pasti akan terkejut dan marah kepadanya, tapi Gia tidak punya plilihan lain dia sudah mantap dengan keputusannya untuk pindah ke Perancis.
To: Amel
Mel kerumah gue ya sekarang, ada yang pengen gue omongin. Penting
Setelah mengirim pesan kepada Amel Gia langsung duduk di sofa kamarnya, memikirkan rangkaian kata untuk menjelaskan alasan kenapa dia ingin pindah ke perancis kepada Amel.
cukup lama Gia menunggu sampai suara Amel terdengar dari balik pintu kamar Gia.
"Masuk Mel," kata Gia saat dia sudah membukakan pintu kamarnya.
Amel awalnya terlihat biasa saja saat memasuki kamar Gia, namun ekspresinya langsung berubah ketika dia melihat sebuah koper besar yang ada di samping kasur Gia.
"Ini koper siapa?" tanya Amel heran.
Gia tidak langsung menjawab pertanyaan Amel, dia hanya tersenyum sambil menutup kembali pintu kamarnya.
"Koper gue," kata Gia sambil berjalan mendekati Amel.
Wajah Amel makin terlihat bingung. "Lo mau kemana?" tanya Amel.
Gia menghela napasnya pelan. "Gue mau pindah Mel, makanya gue minta lo kesini buat nganter gue ke Bandara," kata Gia sambil tersenyum tipis kepada Amel.
Amel langsung membulatkan matanya terkejut. "PINDAH!" Gia hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Kenapa lo pindah?" tanya Amel yang menuntut penjelasan dari Gia. Selama ini dia tidak pernah menyinggung apapun soal kepindahan tapi hari ini secara tiba-tiba dia ingin pindah.
"Oma gue tinggal sendiri di sana Mel gue kasian, lagian mungkin ini memang udah jalannya gue pindah kesana," kata Gia sedikit berbohong.
"Gak mungkin cuma karena hal itu Gi," kata Amel yang tidak puas dengan penjelasan Gia. "Ini semua pasti ada sangkut pautnya dengan masalah lo sekarang kan? Dengan lo pergi gak akan nyelesain masalah Gi," kata Amel.
Gia berusaha tenang agar hatinya tidak goyah dengan keputusannya. "Iya Mel, jujur apa yang lo omongin barusan memang salah satu alasan terkuat gue untuk pindah. Gue ngerasa gue gak bisa ngehandle masalah ini sendiri Mel, gue serahin semua masalah ini dengan waktu. Mungkin seiring berjalannya waktu semuanya bakal baik-baik aja," kata Gia.
Amel menatap dalam kemata Gia, masih terpancar sorot kesedihan dari dalam sana. Amel tahu apa yang Gia hadapi sekarang pasti sangatlah sulit dan dia tidak bisa menahan Gia untuk tidak pergi, tapi Amel takut keputusan Gia untuk pergi akan membuat Gia menyesal.
"Waktu mungkin akan ngebuat keadaan membaik Gi, tapi waktu gak bisa merubah keadaan kayak semula pasti ada yang berubah," kata Amel yang dijawab anggukan oleh Gia.
"Yang berubah itu pikiran kita yang menjadi semakin dewasa dalam menghadapi masalah Mel," kata Gia sambil berjalan duduk disamping Amel.
Amel tersenyum tipis. "Dan apa yang lo lakuin sekarang jauh dari kata dewasa Gi," kata Amel yang dijawab anggukan oleh Gia.
"I know, tapi gue gak punya pilihan lain."
"Gue ngerti, semoga apa yang lo pilih sekarang gak akan lo sesalin di masa depan," kata Amel sambil menepuk pundak Gia pelan.
"Gue bakal kangen lo Mel," kata Gia sambil memeluk Amel.
Amel balas memeluk Gia dengan erat. "Jangan lupa sering-sering kabarin gue," kata Amel masih sambil memeluk Gia. Rasanya berat melepas Gia yang akan pergi jauh, tapi Amel mengerti pasti Gia sudah mempertimbangkan keputusannya baik-baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.