Saat jam istirahat Gia dan Amel langsung buru-buru menuju kantin. Gia sangat senang dengan kejadian kemarin sampai-sampai hari ini Gia ingin mentraktir Amel.
"Lo baru gitu aja udah traktir gue, apalagi kalau jadian ya," kata Amel membuat Gia tertawa geli mendengarnya.
"Tapi lo seneng kan gue traktir," kata Gia sambil memainkan alisnya.
"Ya pastilah. Sering-sering aja lo deket-deket sama dia. Makmur gue jadinya," kata Amel sambil tertawa.
"Yaudah mesen sana," kata Gia yang langsung dijawab anggukan oleh Amel.
Sementara Amel memesan makanan Gia menunggu dimeja kantin sambil mengingat kembali kejadian kemarin. Katakanlah Gia berlebihan, Gia tak akan ambil pusing soal itu karena sekarang Gia sedang bahagia.
Tanpa sengaja Gia melihat Fatur yang berjalan bersama teman-temannya memasuki kantin. Fokus mata Gia langsung tertuju pada Fatur. Dari kejauhan Gia melihat Fatur yang tersenyum kearahnya. Semakin dekat senyum Fatur semakin jelas terlihat. Gia berdiri berniat menyapa Fatur, namun Fatur berlalu begitu saja disamping Gia tanpa melihat kearah Gia.
Ternyata sedari tadi Fatur tersenyum untuk temannya yang duduk dibelakang Gia. Astaga, kenapa Gia jadi baperan sekarang. Gia berdecak sebal menahan malunya pada diri sendiri dan beberapa murid yang melihatnya tadi.
"Lo gak mesen apa-apa Gi?" tanya Amel yang datang dengan semangkuk bakso di tangannya.
"Gak laper," jawab Gia judes lalu pergi dari kantin.
"Eh Gia, kok lo pergi. Siapa yang bayar baksonya?" kata Amel tapi tetap saja tak membuat Gia berhenti.
"Dasar ya tu bocah, bilang mau neraktir sekarang gue ditinggalin," kata Amel mendumel dimejanya.
Gia berjalan menuju kelasnya, namun ditengah koridor Gia dihadang oleh Darel dan juga teman-temannya.
"Eh eh punya Darel nih." Bisik teman-temannya menatap Gia.
"Gia makin hari makin cantik aja ya," kata Nando temannya Darel.
"Gia setiap hari emang cantik kok. Siapa dulu, jodohnya Darel," kata Darel sambil menepuk-nepuk dadanya.
"Emang gue pernah bilang kalau gue mau punya jodoh kayak lo?" tanya Gia sengit.
Teman-temannya Darel langsung tertawa. Lebih tepatnya dia menertawakan Darel yang tak kunjung memenangkan hati Gia.
"Gini ya Gia sayang. Di dunia ini ada dua hal yang gak bisa diubah. Yang pertama takdir. Yang kedua jodoh. Nah kalau aa' jodohnya Gia gimana?" tanya Darel yang membuat Gia ingin muntah ketika Darel menyebut dirinya dengan sebutan aa'.
"Gini ya Darel. Di dunia ini ada dua hal yang gak bisa dipaksain. Yang pertama kemampuan. Yang kedua perasaan. Nah kalau gue gak punya perasaan ke lo gimana?" kata Gia sambil berlalu dari hadapan Darel.
"Udahlah bro, move on. Sampe kapan pun Gia gak akan mandang lo bro. Lo malah nyakitin diri lo sendiri dengan pertahanin perasaan lo ke Gia," kata Nando yang disetujui teman-teman Darel yang lainnya.
Darel menghela napasnya sambil menatap Gia yang berjalan menjauhinya. Darel pergi kembali kekelasnya meninggalkan teman-temannya yang bingung melihat kepergian Darel.
"Baru kali ini gue liat si boss galau. Miris," kata Imam kepada Nando.
***
Amel mendumal saat dia sudah sampai dikelasnya. Dia mengeluarkan semua kekesalannya saat dikantin tadi.
"Bilang mau traktir gue. Tapi lo malah pergi, ujung-ujungnya sama aja gue yang bayar," kata Amel.
"Iya sorry Mel, abisnya tadi gue malu banget. Gue kira Fatur senyum sama gue eh ternyata sama temennya yang duduk dibelakang gue. Mana beberapa murid ngelatin gue lagi, kan gue tengsin," kata Gia menjelaskan.
Amel menghela napasnya pelan. "Bener deh Gi. Lo udah kelewatan," kata Amel.
"Kelewatan gimana?" tanya Gia bingung.
"Lo udah kelewatan suka sama Faturnya."
"Lah baru tau lo ya. Gue emang udah kelewatan. Kalau kayak obat gue itu udah overdosis gara-gara Fatur," kata Gia.
"Gi kalau lo mencintai seseorang dari yang pantas dia dapatkan. Akhirnya lo pasti bakal ngerasain sakit dari yang pantas lo rasain Gi. Karena cinta dan rasa sakit itu datengnya beriringan," kata Amel namun sepertinya Gia tidak mempedulikan hal itu.
"Gembel lah lo, gue ngomong gak didenger," kata Amel gemas sambil mencubit tangan Gia yang membuat gadis itu meringis.
***
Gia menatap jam ditangannya. Sudah lebih dari satu jam namun Gia belum juga disusul. Gia mulai kesal, beberapa kali dia menghubungi supirnya namun tidak juga diangkat.
"Belum pulang?"
Gia menoleh dan membuang pandangannya dengan sebal.
"Ayok gue anter pulang," kata Darel sambil keluar dari mobilnya.
"Gue dijemput," kata Gia judes.
"Jangan judes-judes, gue jadi makin gemes," kata Darel yang membuat Gia membulatkan matanya.
"Darellll," kata Gia dengan gemas, ingin rasanya Gia mencakar wajah Darel yang sekarang sedang senyum-senyum tidak jelas. "Kapan sih lo nyerah ngejar gue," kata Gia dengan tampang menyerahnya. Masalahnya Gia sudah melakukan berbagai cara agar Darel menjauhinya, mulai dari cara yang halus, sampai dijutekin sampe mampus tidak juga mempan membuat Darel menjauhinya.
"Sampe gue sendiri liat ada cowok yang bisa ngebuat lo bahagia lebih dari gue. Tapi sayangnya orang itu cuma gue," kata Darel dengan pedenya.
"Gue sebenernya capek Rel nyuekin lo terus, kadang gue ngerasa bersalah udah ngomong kasar ke lo. Tapi kenapa ya setiap denger omongan lo, ingin rasanya berkata kasar," kata Gia.
"Kalau gitu jangan cuekin gue. Coba sekali-kali lo mampir ke hati gue, biar lo tau seberapa besar cinta gue ke lo," kata Darel.
Gia menghela napasnya kasar. "Darel astaga! Gue keabisan kata-kata! Please stop it. Lo gak akan pernah berhasil Rel," kata Gia dengan wajah memelas namun hati yang kesal.
"Gimana mau berhasil kalau lo gak pernah mau nyoba," kata Darel. "Coba lo sedikit aja ngeliat perjuangan gue," kata Darel.
"Rel lo baik, ganteng, tajir. Gue yakin banyak cewek yang suka sama lo diluar sana, jangan sakitin diri lo sendiri untuk terus ngejer gue Rel," kata Gia berharap Darel mau mendengarkan kata-kata Gia.
"Bukannya lo sendiri yang bilang kalau perasaan gak bisa dipaksain?" Kata Darel menatap dalam kemata Gia. "Di luar sana memang banyak cewek yang suka dengan gue, tapi hati gue milihnya lo."
"Walaupun gak berbales?" tanya Gia.
"Emang lo pernah bales perasaan gue?" tanya Darel yang dijawab gelengan kepala oleh Gia.
"Kalau gitu lo tau jawabannya," kata Darel.
Gia terdiam, selama ini walaupun Gia tidak pernah membalas perasaan Darel namun dia tetap bertahan. Harusnya Gia merasa beruntung karena dipertemukan dengan Darel yang begitu setia menunggunya. Namun Gia merasa itu tidak benar, Darel tak seharusnya melakukan itu. Walau bagaimanapun Darel pasti ingin bahagia, dan bahagia Darel bukanlah bersama Gia.
***
Comment for the next part.
See yaaa 👋Lot's of love,
Author.
![](https://img.wattpad.com/cover/94112658-288-k976647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Teen FictionBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.