Hari ini Gia berangkat sekolah bersama Darel. Entah bagaimana sekarang mereka bisa akrab seperti ini. Tapi bukan berarti Gia sudah membuka hatinya untuk Darel, hati Gia masih terjebak bersama Fatur. Entah sampai kapan Gia mampu menyembunyikan perasaannya dari pria itu.
"Lo suka balapan ya?" kata Gia saat Darel sedang fokus menyetir mobilnya.
"Enggak juga, emang kenapa?" tanya Darel.
"Lo tiap bawa mobil ngebut terus," kata Gia.
"Ini kan karena kita udah telat Gi," kata Darel yang memutar stirnya memasuki gerbang sekolah.
"Mana? Gerbang aja belum ditutup," kata Gia.
"Ya kan karena gue kebut kita jadi gak telat."
"Tapi kan-"
"Yang penting kita udah sampe," kata Darel menginstrupsi perkataan Gia sambil membuka seatbeltnya.
"Huu pembalap amatiran," kata Gia yang membuat Darel terkekeh sambil menatap Gia disampingnya.
Gia turun dari mobil, bersamaan dengan Fatur yang keluar dari mobilnya juga. Mobil Darel dan Fatur hanya dipisahkan oleh satu mobil siswa yang terparkir disana. Gia sempat bersitatap dengan Fatur tapi dia dengan cepat memalingkan pandangannya.
Jantung Fatur seakan berhenti ketika melihat Gia turun dari mobil Darel. Sudah beberapa minggu ini dia tidak melihat Gia, gadis itu selalu berusaha menghindarinya. Gia bahkan tidak hadir saat ekskul Photography. Dan saat pengumuman anggota Photography yang akan dipilih untuk mengikuti lomba Gia pun tidak hadir disana.
Fatur Rindu. Rindu semua tingkah Gia yang bertujuan untuk mendapatkan perhatiannya. Fatur rindu senyum manis Gia yang selalu ada diwajahnya saat Gia menatapnya. Hanya ada penyesalan yang ada dalam diri Fatur. Harusnya dia bisa memperjuangkan Gia, jika saja janji itu tak pernah dia buat pasti Gia sudah bersamanya sekarang.
Fatur terlalu takut mengambil resiko mengecewakan neneknya hingga dia kehilangan wanita kuat seperti Gia. Wanita yang bisa bertahan walaupun tak mendapat balasan darinya. Wanita yang mampu tersenyum manis walaupun berbeda dari suasana hatinya.
"Fatur," panggil seseorang dari samping Fatur.
Dita menatap Fatur yang sedari tadi menatap kearah Gia yang sedang berjalan bersama Darel disampingnya.
"Kalau Gia bisa move on, lo juga harus bisa," kata Dita.
Fatur menghela napasnya berat.
"Lo udah memilih buat ninggalin Gia Tur, gue harap lo gak menyesal dengan keputusan lo," kata Dita yang dijawab anggukan oleh Fatur.
Dita terlambat. Fatur sudah merasa menyesal sekarang, menyesali dirinya yang tidak bisa memperjuangkan Gia.
Amel menatap Gia saat memasuki kelasnya dengan tatapan meledek. "Kayaknya gue harus nyiapin satu kamar kosong deh dirumah gue," kata Amel.
Gia terlihat bingung. "Emang kenapa? Sepupu lo mau nginep?" tanya Gia yang tak mengerti arah pembicaraan Amel.
Amel menggeleng. "Bukan, kamar temen gue udah kejatohan pesawat buatan gorila," kata Amel.
Gia tertawa mendengar perkataan Amel. Namun tiba-tiba dia tersadar akan sesuatu. "Itu kan omongan gue," kata Gia yang dijawab anggukan oleh Amel.
"Ih lo apaan deh, gue sama Darel cuma temen kok," kata Gia.
"Lah yang bilang kalian pacaran siapa?" kata Amel yang membuat Gia salah tingkah.
***
Gia mengajak Amel untuk memberi surat pengunduran dirinya ke ruangan Photography. Gia bilang dia tidak berani pergi kesana sendiri. Sebenarnya Gia hanya takut bertemu Fatur dan tak bisa mengendalikan dirinya disana, seperti tiba-tiba menangis dihadapan Fatur contohnya. Atau berteriak memaki Fatur karena rasa sakit yang Gia rasakan karenanya. Tunggu, ini bukan sepenuhnya kesalahan Fatur. Lagian Gia juga tidak pernah memberi tahu Fatur jika dia menyukainya.
"Dita," panggil Gia saat melihat Dita keluar dari ruangan Photography.
Dita tersenyum kearah Gia dan menghampiri Gia. "Ada apa Gi?" tanya Dita setelah berada didekat Gia.
"Gue mau ngasihin ini," kata Gia memberikan surat pengunduran dirinya sebagai anggota Photography.
"Ini apa?" tanya Dita bingung.
"Surat pengunduran diri gue. Gue keluar dari Photography," kata Gia yang membuat Dita terkejut.
"Serius Gi? Kenapa lo mau keluar?" tanya Dita.
Gia bingung harus menjawab apa. Akhirnya Gia memutuskan untuk diam.
Dita menghela napasnya pelan. "Kasih ke Fatur. Kan dia yang megang jabatan wakil ketua, karena Kak Reno selaku ketuanya udah lulus jadi lo kasih ini ke Fatur," kata Dita.
Gia terdiam sambil mengambil kembali surat pengunduran dirinya dari tangan Dita. Gia menatap Amel seolah bertanya apa yang harus dia lakukan.
"Udah sana temuin," kata Amel yang malah menyuruh Gia untuk masuk kedalam ruang Photography.
Gia membulatkan matanya. "Lo becanda kan?" kata Gia.
"Gak selamanya lo bisa menghindar dari masalah. Suatu saat lo pasti harus berhadapan dengan masalah itu dan menyelesaikannya," kata Amel kepada Gia.
Awalnya Gia menolak masuk kedalam ruang Photography, sampai akhirnya dia menurut karena Amel yang terus memaksanya.
Gia melihat Fatur yang sedang memainkan rubik tanpa minat di mejanya. Gia berdeham membuat Fatur menoleh kearahnya.
Fatur langsung berdiri melihat kehadiran Gia diruangan itu. "G-gue mau ngasih ini," kata Gia gugup.
Fatur menatap kertas yang diberikan Gia kepadanya. Fatur membuka itu dan langsung membaca isi kertas itu.
"Kenapa lo mau keluar?" kata Fatur menatap Gia.
Pertanyaan itu Gia dapat kembali. Gia terlihat berfikir mencari alasan yang tepat.
"Gue gak bisa bagi waktu anatara sekolah dan ekskul. Jadi gue memutuskan untuk fokus kepelajaran gue dulu," kata Gia yang akhirnya menemukan alasan yang masuk akal.
"Bukan karena menghindari seseorang?" Pertanyaan itu begitu saja keluar dari mulut Fatur.
Gia langsung menatap Fatur tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana Fatur tahu jika Gia sedang menghindarinya.
Gia menggelengkan kepalanya. "Enggak kok," kata Gia.
Fatur tahu dengan jelas Gia sedang berbohong. Tentu saja Fatur tahu alasannya keluar adalah untuk menghindari dirinya.
"Yaudah kalau gitu, urusan gue udah selesai," kata Gia yang langsung buru-buru keluar dari ruangan itu tanpa menunggu jawaban Fatur. Gia menghela napasnya saat sudah sampai diluar.
Gia dan Amel langsung pergi kembali ke kelas mereka sebelum bel masuk berbunyi.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Fiksi RemajaBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.