Gia diantar oleh kedua orang tuanya serta Amel menuju pintu terminal keberangkatan pesawat yang akan Gia tumpangi. Masih ada waktu dua puluh menit sebelum jadwal keberangkatan Gia.
"Salam sama Oma ya, jaga kesehatan kamu di sana," kata Mamanya Gia sambil mengelus puncak kepala putrinya itu.
Gia tersenyum kecil, "iya Ma, Mama udah bilang kayak gitu dari rumah. Gia sampe hapal dengernya."
"Itu tandanya Mama sayang sama kamu," kata Papanya Gia yang merangkul Gia dari samping. "Jaga kesehatan kamu di sana, jangan ngerepotin Oma. Kalau ada apa-apa langsung hubungin Papa."
"Siap bos," kata Gia sambil mengangkat tangannya memberi hormat. Papanya Gia hanya tertawa kecil melihat kelakuan putrinya itu.
Pandangan Gia beralih kepada Amel yang sedari tadi hanya tersenyum melihat kebersamaan Gia dengan kedua orang tuanya.
"Gue bakal kangen banget diomelin sama lo," kata Gia sambil memeluk Amel.
Amel tertawa kecil. "Jangan lupa sering kabarin gue, jaga kesehatan lo juga disana," kata Amel.
Gia mengangguk lalu melepaskan pelukannya dengan Amel. Sebelum Gia pergi dia teringat sesuatu, dia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya. "Gue bisa minta tolong kan?" tanya Gia kepada Amel.
Amel mengangguk sambil tersenyum.
"Kasih ini ke Fatur ya, sampein juga gue minta maaf sama dia," kata Gia sambil memberi kotak yang dia pegang kepada Amel. "Satu lagi, gue titip salam buat Imam, Nando sama yang lainnya juga, maaf gue gak sempet pamitan sama mereka," kata Gia yang dijawab anggukan oleh Amel.
Setelah itu terdengar pengumuman keberangkatan pesawat yang Gia tumpangi, sekali lagi Gia kembali memeluk kedua orang tuanya serta Amel sebelum dia benar-benar pergi dari sana.
Gia melambaikan tangannya sebelum dia menghilang tertutup keramaian penumpang yang menuju terminal yang sama dengan Gia.
Sebelum menaiki pesawat Gia berhenti terlebih dahulu menghirup napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan.
Bersama udara malam ini Gia meninggalkan kenangannya, melangkah menuju dunia baru, serta cerita baru yang segera akan Gia ukir dikehidupannya.
***
Fatur memandang lurus kearah layar laptopnya. Pikirannya sibuk berkutat mengerjakan laporan kegiatan ekskul Photography yang sekarang berada dibawah kepemimpinannya. Tak ada yang berani mengganggunya jika dia sedang serius seperti ini.
"Ini."
Seseorang memberikan sebuah paperbag di samping laptop Fatur. Pria itu mendongak hendak melihat siapa yang baru saja mengusiknya.
"Dari Gia," kata Amel sebelum Fatur sempat mengatakan sesuatu. "Dia minta maaf ke lo buat apa yang udah terjadi," kata Amel.
Fatur mengerutkan keningnya bertanda tidak mengerti. Minta maaf untuk apa? Batin Fatur.
"Yaudah kalau gitu gue balik ke kelas, urusan gue udah kelar," kata Amel hendak pergi namun Fatur menahannya.
"Minta maaf soal apa?" tanya Fatur, dia tidak mengerti apa kesalahan yang sudah Gia lakukan sehingga dia meminta maaf kepadanya, dan kenapa harus Amel yang menyampaikannya kenapa tidak Gia langsung yang menyampaikannya.
Amel hanya mengedikkan bahunya bertanda tidak tahu dan meninggalkan Fatur yang masih kebingungan di tempatnya.
Setelah Amel pergi Fatur langsung membuka bingkisan yang tadi Amel berikan. Dia mengeluarkan sebuah album dari dalam sana, dengan penasaran Fatur mulai membuka album itu lembar demi lembar.
Tidak bisa Fatur duga, hanya ada foto dirinya didalam album itu. Mulai dari saat dia masih menjadi murid baru hingga foto yang sepertinya baru diambil beberap bulan yang lalu.
"Apa Gia yang ngumpulin semua ini?" batin Fatur.
Pikiran dan hati Fatur dibuat kacau dengan album itu. Gia benar-benar menjadi pengagum rahasianya selama ini, dan selama itu pula Fatur tidak menyadarinya sama sekali. Dia merasa seperti pria bodoh sekarang, bagaimana dia bisa tidak menyadari semua itu. Dan ketika Fatur membuka lembar terakhir album itu dia menemukan secarik kertas, dengan cepat Fatur membuka dan membacanya.
Dear Fatur,
Mungkin ini saatnya diriku untuk berhenti,
Mengagumi dirimu yang begitu sempurna untukku miliki,
Melangkah kembali pada jalanku sendiri
Dan merelakan semua yang telah terjadi.Dunia mengajarkanku dengan dirimu sebagai perantaranya. Cinta tak bisa dipaksakan, tak peduli seberapa keras aku berjuang, tak peduli seberapa lama waktu yang harus kutempuh, cinta yang dipaksakan hanya menimbulkan luka, baik untukku, untukmu atau untuk orang lain di sekitar kita.
Kini kita berada dijalan yang berbeda
Kuharap dengan seperti ini tak ada lagi yang akan terluka
Semoga kita sama-sama segera menemukan kebahagiaan kita
Tentunya diwaktu, tempat, dan suasana yang berbeda.Terima kasih atas kehadiran berhargamu dalam hidupku.
-Anggiana
***
Gimana gimana? Haduhh lama gak update. Langsung aja deh bintang sama komentarnya, biar gue cepet up kelanjutannya oke. See you in the next part..Lot's of love,
Author.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anggiana (Complete)
Подростковая литератураBagiku ini sudah cukup. Kau tak akan pernah mengerti bagaimana rasanya dipaksa berhenti memperjuangkan sesuatu yang sangat kau inginkan. Dan kini aku tersadar aku telah kalah dari kegelapan.