Part 14

19 2 0
                                    

Sinar matahari memantul di antara sela-sela kaca disamping tempat tidurnya, Joon Hae menggeliat pelan berusaha memincingkan matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyerbunya. Joon Hae menghembuskan nafasnya terlalu lelah untuk menggerakkan tubuhnya lebih jauh, rasanya semua organ tubuhnya sedang bersekutu untuk membuatnya tetap berbaring ditempatnya. 

Sembari mengumpulkan kesadarannya, tiba-tiba sebuah kenyataan menyentakkannya dari semua rasa sakitnya. Joon Hae terburu-buru menyibakkan selimutnya dan berlari keluar kamar. Bodoh! apa yang dilakukannya kemarin? apa yang karina lakukan saat dia pingsan? apakah dia tetap keras kepala pergi dari sini? tidak...tidak boleh, dia tak akan memaafkan dirinya jika Karina tetap kembali ke flat sialan itu dan celaka lagi. Kekhawatirannya membuat Joon Hae hampir merobohkan pintu kamarnya sendiri karena dia seakan lupa bagaimana cara membukanya. Kalau saja Karina tahu bagaimana sulitnya keadaan sekarang ini. Keadaan yang bahkan sulit untuk dijelaskan pada gadis itu.

Rasanya sudah lama Joon Hae terbiasa dengan kekosongan isi rumahnya, dan dia tak terlalu menyukainya. Itulah kenapa dia lebih memilih tinggal di apartemen daripada rumah. Sebuah rumah menurutnya adalah tempat beberapa orang yang tinggal bersama dalam bentuk keluarga, dan untuknya...keluarga bukanlah kekayaan yang dimilikinya saat ini. 

Namun kali ini terasa ada sayup-sayup suara seseorang dari ruang tengahnya, langkahnya terhenti sementara matanya tetap mencari. Joon Hae memastikan pendengarannya dan suara itu semakin jelas saat kakinya mulai kembali melangkah. 

"Aku...memang tak ada di rumah..." Suaranya pelan, penuh keraguan. "Baiklah..aku akan mengirim alamatnya-tapi bisakah kita bertemu di luar saja?...ah...iya kak...aku tahu, aku akan menunggumu disini."

Joon Hae akhirnya menemukan pemilik suara itu, dia bicara dalam bahasa yang tak dikenalnya tapi bukan itu intinya. kenyataan bahwa dia masih disini, tak meninggalkannya membuat merasakan kelegaan diluar seharusnya. namun sesaat sebelum dia kembali berjalan kearahnya, Joon Hae terpaku....jantungnya mendadak bergemuruh seakan dia baru saja mendapatkan sesuatu yang telah lama diinginkannya. 

Katakan itu tiba-tiba sebuah adegan lambat dalam sebuah film tapi rasanya hampir mirip seperti itu, Karina masih duduk di sudut sofanya, di depan televisi layar datarnya yang besar. perlahan diturunkannya ponselnya ke atas pangkuannya tampak gusar. kukunya bahkan telah menjadi korban kekhawatirannya. oh...bibir itu...dia sungguh berharap kuku itu adalah dirinya. Joon Hae memang pernah menciumnya, tapi rasanya itu sudah lama sekali dan saat itu hanya rasa kesal yang menguasainya. tapi melihatnya sekarang, masih dengan pakaiannya yang sama...sungguh tampak jauh berbeda dari kemarin. sungguh! jika dibandingkan semua lawan mainnya di film atau drama, dia mungkin butuh banyak operasi plastik untuk bisa menyamai mereka. tapi...itulah yang membuatnya mampu menjadi bukan mereka, menjadi orang yang diinginkannya. 

Dia....menginginkannya? nafasnya tercekat, rasanya permintaan menikah itu tak lagi untuk menyelematkannya. tapi lebih karena dia harus menyelamatkan dirinya sendiri. untuk pertama kalinya dia melihat sesorang yang pas sempurna berada di rumahnya, dengan semua furniture di dalamnya dan membuatnya terasa seperti sebuah rumah. tidak...tunggu...dia harus memastikannya lagi, perasaan ini terlalu cepat mengambil alih otaknya.

masih membeku di tempatnya, Karina tanpa sadar menoleh menemukannya. Dari apa yang mereka alami kemarin malam, Joon Hae cukup terima jika gadis itu kembali marah-marah dan berteriak padanya. dia punya banyak alasan untuk melakukannya mengingat bagaimana menyebalkannya dia semalam. hanya saja...mungkin takdir menuliskan kenyataan yang berbeda, kenyataan yang membuatnya memang harus menyerah padanya. Kenyataan kenapa dia dengan mudah mengacaukan hatinya.

Dia tersenyum, membuat kedua lesung pipi nya yang manis itu terlihat jelas. membentuk sebuah formasi senyum yang sempurna.

Dia berdiri perlahan, "Kau sudah baikan?" tanyanya dengan suaranya yang begitu ringan.

Emmergency Encountered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang