Part 22

23 1 4
                                    

Rencanaku berjalan lancar. Dengan iming-iming foto dan tanda tangan eksklusif dari seorang Park Joon Hae aku bisa membuat banyak orang menyingkir dari lokasi. Il Soo membantuku membuat beberapa permainan konyol untuk menarik perhatian orang-orang supaya mereka mau berkompetisi untuk foto itu. Tapi dengan begitu aku sama sekali tak bisa membantu Galih untuk mengarahkan pemain. Hah! Sudah takdir harus menjadi korban jika ada masalah. Semuanya harus aku akhirnya yang menyelesaikan.

2 jam aku berteriak, mengundang massa yang lebih banyak agar mereka mau mendekat dan ikut permainan yang kugagas bersama Il Soo. Laki-laki itu bahkan lebih semangat daripada aku, yang berulang kali berteriak dan berlarian kesana kemari demi memancing keingintahuan orang-orang. Il Soo memang 2 tahun dibawahku dan dia baru saja lulus dari kuliah nya di jurusan perfilman. Sehingga antusiasme nya kadang berlebih.

"Terima kasih untuk partisipasinya!" Il Soo membungkuk kesana kemari setelah hadiah sudah diserah terimakan kepada sang pemenang. Mengiringi peserta kompetisi amatir yang mulai perlahan meninggalkan kami berdua.

"Aku juga berterima kasih padamu Il Soo!" aku menepuk punggungnya, benar-benar merasa terbantu dengan keberadaannya.

"Tak masalah." Dia tersenyum senang, "tapi apakah kita cukup membantu mereka? Orang-orang itu tak akan berkerumun lagi disana kan?"

Aku mengangkat bahu tak peduli, "Kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk membantu. Lagipula pengambilan gambarnya tidak terlalu banyak."

Aku memungut pengeras suara yang tergeletak di dekat kakiku, beranjak menuju pekerjaanku sebenarnya. "Ayo!"

Il Soo mengikutiku di belakang dengan patuh, kembali menembus kerumunan. Melewati beberapa pasangan yang sedang asyik mengambil foto dengan latar belakang toko-toko yang menjual makanan hingga kerajinan tangan. Aku beranjak naik, tempatku bukan disini tapi di lantai atas gedung tempat wall of love berada. Andai saja aku tidak sedang bekerja, ingin rasanya mencoba poop bread yang terkenal itu. Aku menggeleng, tidak Karina! Kau akan mendapatkan libur panjang setelah ini semua berakhir. Ucapku pada diriku sendiri.

Begitu mencapai atas, aku langsung berjalan menuju Galih yang sedang berkonsentrasi pada layar di depannya. Aku mendekat tepat di sampingnya, tampaknya ini sudah sampai di adegan Park Joon Hae berusaha menemukan surat cintanya yang terpasang di dinding.

Dia berdiri disana cukup lama, memandang deretan ribuan catatan kecil di dinding. Rambut coklat tebalnya terusik oleh angin yang berhembus dingin di sekitarnya, namun sama sekali tak mengusik ekspresinya yang tampak sedih dan terluka. Melihatnya, entah kenapa, hari ini aku merasa tiba-tiba dadaku berdebar. Aku tak pernah merasa aneh melihatnya berakting di depan kamera. Dia hanya aktor, salah satu bagian dari sebuah karya yang berusaha kuabadikan dengan baik. Tapi sekarang...kenapa dia jadi berbeda. Bayangan senyumnya pagi ini, kemarahannya, rasa kesalnya melesak di hatiku begitu dalam hingga membuatku sesak. Tak mungkin aku benar-benar menyukainya kan? Dia memang sering membuat jantungku berdebar tapi itu hanya karena wajahnya yang tampan. Bukan karena aku menginginkannya. Ini salah....

"Cut!" Galih berteriak menghancurkan semua gambar di bayanganku, rasanya seperti terhempas kembali ke bumi dan baru menemukan nafasku. Aku menoleh ke arah Galih yang mengangguk puas.

"Bagus Joon Hae-shi, bagianmu sudah selesai untuk hari ini." Informasi itu membuatnya tersenyum singkat dan kemudian matanya menemukanku. Tapi tak sampai sedetik mungkin, dia sudah mengambil langkah pergi menjauh dan itu membuatku kecewa. Ahhhh! Ini gila! Terakhir kali aku bertemu dengannya aku bahkan berjanji pada diriku sendiri untuk memberinya pelajaran, bukannya memberikannya perasaan aneh seperti ini.

"karina!! Wah ternyata kau hebat juga." Galih memngacak-acak rambutku seperti kepada seekor kucing membuatku mencebik.

"akhirnya aku jadi MC dadakan! Kalau film ini gagal aku akan melamar sebagai pembawa acara reality show macam JaeSuk!" kataku berapi-api. Mengabaikan orang-orang yang mulai menggeser peralatan syuting ke sudut lain ssamzeigil.

Emmergency Encountered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang