Part 26

15 2 5
                                    

Park Joon Hae menatap jam tangannya bahkan saat baru memasuki sebuah cafe di daerah gangnam, dia bersyukur penulis Kim memilih tempat ini. Pembicaraan sambil minum kopi tak akan banyak memakan waktu. Lagipula dia memang tak berniat begitu, setelah tahu bahwa Karina mencari tahu semua jadwal kegiatannya dari manajernya dia semakin penasaran tentang apa yang ada dipikiran gadis itu. Benarkah dia memang menghindarinya? Karena rasanya memang seperti itu, hanya Joon Hae tak tahu penyebabnya. Rasanya pagi terakhir setelah malam pengakuan perasaannya Karina terlihat biasa saja, ah...dia memang masih suka merona saat mendengarnya terus terang tentang perasaannya. Sial! Sekarang dia benar-benar merindukannya...

"Hai Jonn Hae-shi!" Laki-laki sedikit tambun berambut keriting itu berdiri mengulurkan tangannya begitu Joon Hae telah tiba di meja mereka.

"Bagaimana kabarmu penulis Kim?" ucapnya seraya menyambut tangannya untuk dijabat.

"Aku baik-baik saja, kurasa aku yang cukup mengganggumu dengan permintaanku bukan? Aku tahu jadwalmu sedang sibuk." Dia tersenyum sambil mengarahkan tangannya agar Joon hae duduk di kursi yang ada dihadapannya.

"kurasa aku yang beruntung karena kau mau repot-repot menghubungiku."

Laki-laki itu tertawa, "kau masih tetap sama...Park Joon Hae yang rendah hati."

Park Joon Hae tersenyum sambil berharap basa-basi ini akan segera berakhir dan mulai pada intinya, dia sudah tak tahan lagi untuk pulang ke rumah, atau kemanapun gadis itu pergi.

"Baiklah, aku punya sesuatu yang baru saja kuselesaikan dan entah kenapa saat aku membayangkan hasilnya aku tiba-tiba memikirkanmu. Jadi..." Dia mengeluarkan amplop besar yang terlihat cukup tebal, "bacalah dulu, dan kalau kau memang tertarik aku akan senang sekali bisa bekerja sama denganmu."

Park Joon Hae tersenyum, tanpa banyak pertanyaan menyeret bungkusan amplop itu mendekat ke arahnya. Dulu, dia akan senang sekali mendapatkan tawaran dari penulis terkenal seperti Kim Jin Guk, tapi saat ini pikirannya akan lebih bahagia jika dia bisa menemukan gadisnya dan memeluknya. Entah sejak kapan, atau memang dia baru saja menyadari dia tak bisa jika harus kehilangan Karina di hari-harinya. Tak cukup jika hanya melihatnya dari jauh, dia butuh menyentuhnya agar yakin jika dia benar-benar memilikinya.

"Aku akan memberimu kabar secepatnya."

"tak perlu buru-buru, bacalah saat kau sedang senggang." Timpal Penulis Kim santai. "Kau tak ingin memesan sesuatu?" tanyanya sadar bahwa meja di sisi Joon hae masih kosong.

Park Joon Hae menggeleng pelan, "tidak perlu, terima kasih. Sebenarnya aku ada janji penting setelah ini jadi mungkin aku hanya punya waktu beberapa menit."

"Oh tentu saja, aku mengerti ini juga mendadak. Jadi..." Sebuah telepon tiba-tiba berbunyi dan mengejutkan Kim Jin Guk. Dia bergegas merogoh saku celananya dan memberi isyarat pada Joon Hae untuk menerimanya diluar.

Joon hae mengangguk dan berencana akan pergi jika orang itu tak masuk lagi dalam 5 menit. Dia menyesal kenapa tadi tidak sekalian dia bilang kalau dia harus pergi. Joon Hae menyandarkan tubuhnya di kursi, kembali menatap teleponnya dan masih dalam keadaan yang sama. Dia benar-benar tak ingin mengirim pesan sesuatu begitu? Setidaknya ciuman itu ada artinya dan dia mulai sedikit penasaran dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini.

Joon hae mendesah, melemparkan teleponnya pelan ke atas meja, kesal. Pandangannya mulai meyusuri beberapa meja di depannya, dan tiba-tiba terhenti saat matanya menemukan seseorang yang sedang tersenyum malu-malu berada dua meja di depannya. Andai saja tidak dalam keadaan seperti ini Joon Hae akan menganggap wanita itu begitu cantik hingga membuatnya kehilangan nafas, sekalipun dia tak pernah melihatnya menggerai rambutnya dan menggunakan make up, apalagi memakai gaun feminim yang menunjukkan betisnya seperti itu. Dan sekarang untuk pertama kalinya dia melakukannya, dia menggunakan pesonanya itu untuk orang lain. untuk saat ini tak ada yang bisa dilakukannya selain menahan amarah di balik genggaman tangannya yang mengeras. Sungguh, dia tak tahu bagaimana harus mengungkapkannya. Seandainya dia tak perlu melindunginya atau memikirkan manajernya yang terlalu mencintaninya itu dia pasti akan kesana dan menghajar siapun yang membuat gadisnya bersemu seperti itu. Tak ada yang boleh melihatnya, hanya dia yang berhak karena hanya namanya yang sudah tertulis di dokumen pernikahan bukan orang lain.

Emmergency Encountered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang