Part 7

16 1 1
                                    

Aku menelan ludah, masih mematung di tempatku. Bahkan saat dia mulai menjauh dan menarik diri, aku masih bisa merasakan ciumannya di bibirku.

Tanpa rasa bersalah dia tersenyum, memandangku yang mulai linglung.

"Sekarang kau diam." Ucapnya, sambil meneggelamkan kedua tangannya di masing-masing saku celananya. 

Aku masih tak bisa mempercayai kenyataan yg baru saja terjadi, dia menciumku...Park Joon Hae menciumku.

"Kenapa? Lupa dengan kemarahanmu?" Dia tersenyum seperti puas dengan reaksiku.

Aku masih diam, bingung bagaimana harus menjawabnya. Kalau aku ingin marah aku seharusnya melakukan sejak pertama kali dia menyentuh bibirku, dan aku akan tampak bodoh jika melakukannya sekarang. Aku benar-benar benci situasi ini, rasanya seperti aku ini semacam wanita gampangan.

"Kita akhiri semuanya malam ini, kalau ada yang ingin kau katakan, katakan besok pagi. Mungkin besok pagi kekacauan ini akan terlihat semakin jelas." Kata-katanya membuat dahiku berkerut. Dan tiba-tiba aku seperti dihantam sesuatu kembali ke kenyataan.

Ciuman itu sama sekali tak penting, tapi apa yang akan kulewati setelah semua ini adalah hal yang harus kupikirkan. Aku masih tak bisa membayangkan sehancur apa masa depanku. Mungkin lebih parah daripada apa yang kubayangkan. Kulemparkan pandanganku ke arah kaca besar di sampingku...Malam terlihat pekat dengan hiasan cahaya lampu yang berkedip seperti bintang yang diciptakan bumi. Kuraba lukaku, masih sakit tapi masih tertahankan. Mendadak aku merasakan kesepian yang begitu nyata, seperti tak ada siapapun yang bisa mendengar ku.

***************

Mataku sakit esok paginya, sinar matahari tiba-tiba meringsek masuk tanpa ampun melalui pantulannya di dinding kaca yang lebar itu. Baiklah, siapapun yang melakukannya benar-benar ingin membuatku kesal. Aku hampir tak bisa tidur semalaman karena perasaan campur aduk yang menyiksaku. Sekarang aku bahkan tak bisa menikmati pagiku dalam damai.

Kusingkap selimutku sedikit, memicingkan mataku macam vampir yang alergi sinar matahari. Aku tahu siapa yang tak tahu sopan santun membangunkan pagi ini, jadi percuma saja kalau aku berteriak dan mulai mengomel padanya. Tenaga ku bahkan sudah habis meski itu hanya untuk membuka kelopak mataku.

"Selamat pagi...Kurasa aku harus memberimu selamat karena kau wanita pertama yang bisa menikmati ranjang ku di pagi hari." Aku mengintip dari sela-sela penglihatan ku yang kabur, Park Joon Hae sudah disana, terlihat bersinar dengan sweater putihnya. Dia bahkan sama sekali tak terlihat sedang tertekan. Padahal kemarin dia sudah membuat skandal yang begitu heboh.

"Apa aku harus berterimakasih?" Kataku tak benar-benar bertanya, suaraku terdengar serak. Aku pasti sudah mengeksploitasi nya gila-gilaan kemarin malam.

Dia mengangkat bahu, "kau harusnya merasa tersanjung."

Aku mendesah, sampai kapan dia tidak belajar untuk menggembosi kepalanya yang sudah sebesar balon udara itu. "Merasa kehilangan harga diri lebih tepatnya."

"Wah...Itu kabar baru untukku." Dia memasang tampang kaget yang dibuat-buat dan itu semakin membuatku kesal.

"Aku ingin segera pergi dari sini." Ucapku seraya bangkit berusaha duduk dengan mata masih terasa berat, kuusap mukaku berkali-kali mencoba terbangun dari kelelahan ku.

"Kalau begitu kau bisa secepatnya keluar dan sarapan."

"Ha? Apa hubungannya?" Dia membuatku terlihat bodoh lagi, dia dan semua kata-kata nya yang tak pernah masuk akal untukku.

Dia tak menjawab, hanya melempar senyum menyebalkannya dan beranjak dari kamar. Sungguh dia punya banyak cara untuk membuat orang naik darah dengan perilakunya.

Emmergency Encountered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang