Pagi yang cerah, secerah perasaanku meskipun kata-kata terakhirnya tadi malam masih membuatku bingung. Aku membuka mataku yang merasa bahwa cahaya matahari mulai mengganggu ketenangan tidurku. Tubuhku terasa nyaman dalam balutan selimut tebal yang lembut dan hangat. Kualitas tidurku semalam ternyata sangat baik hingga membuatku merasa bahagia pagi ini.
Tunggu...bukankah terakhir kali aku mengeluh hampir jatuh dari sofa di ruang tengah apartemen hanya karena aku bersikukuh tak mau lagi tidur di kamarnya. Aku cukup tahu diri untuk tak egois karena ini bukan rumahku. Dan ingatkan lagi kalau Joon hae sempat kesal karena masalah itu meskipun pada akhirnya dia mengalah.
Susah payah kubuka juga mataku karena rasa penasaran di dalam otakku memerintahkanku untuk segera bangun dari mimpiku. Menegakkan tubuhku dengan malas, rasa mengantuk yang menguasaiku dengan cepat berubah menjadi rasa panik luar biasa. Ini jelas bukan ruang tengah tempatku berakhir malam ini, tempat tidur luas dengan selimut abu-abu tebal yang masih membungkus separuh tubuhku membuatku tersadara dimana aku sekarang. Aku spontan memeriksa pakaianku, dan rasanya lega karena mereka masih lengkap melekat di tubuhku. Ya...sebuah kaos kebesaran milik Joon Hae dan celana tidurnya yang sudah terlipat beberapa kali diujungnya agar kakiku terlihat.
Tapi anehnya, kamarnya sunyi. Aku sama sekali tak menemukan sosoknya dimanapun. Apakah dia sudah pergi? Meninggalkanku begini saja?
Melompat dari tempat tidur, aku berlari kecil menembus pintu mencari jawabanku. Dan akhirnya kutemukan dia disana dengan santainya menonton berita pagi dengan segelas kopi yang masih terlihat mengepul dari cangkirnya.
Aku mengernyitkan dahi, bertanya-tanya kenapa dia dengan tenangnya masih berada disini sementara aku ingat jadwalnya hari ini masih sepadat biasanya.
"Kenapa kau masih ada disini?"
Dia tak tampak terkejut, memutar kepalanya ke arahku.
"Kau mau kopi?" tanyanya, mengabaikan pertanyaanku.
Aku menggeleng, memaksanya menjawab pertanyaanku. Hari ini aku tak ada jadwal pengambilan gambar dan rencananya setelah melihat jadwal Joon Hae yang padat aku akan kabur saat dia sudah memulai jadwal pertamanya. Itu sebelum kemarin, tapi aku masih harus menemui Galih juga hari ini untuk membicarakan beberapa masalah yang harus diselesaikan sebelum berangkat ke Gyeongju.
"Bukankah kau harus ke stasiun radio pagi ini?" tanyaku, mengingatkannya lagi kalau dia lupa.
"Jadi memang kau benar-benar meminta jadwalku ya...." Dia tersenyum menggodaku, dan hampir membuatku benar-benar mengumpat. Sial! Sekarang dia tahu aku benar-benar mencari informasi itu.
Aku menggaruk kepalaku yang sama sekali tak gatal, merasa salah tingkah karena sudah tertangkap basah. Bagaimana kalau sudah begini? Rasanya ingin lari ke kamar mandi dan menenggelamkan tubuhku di bak yang penuh air.
"hmm...itu..." apa iya aku harus benar-benar mengatakannya harusnya dia sudah tahu.
"kata manajerku kau sedang ingin berusaha menguasaiku supaya aku tak macam-macam."
Aku mendelik mendengarnya, aku??? Berusaha mengusai siapa? Itu lebih tepat untuk seorang psikopat gila yang tak mau kehilangannya. Well, aku menelan ludahku...aku tarik lagi ucapanku, untuk saat ini aku tak ingin kehilangannya.
"Kau pikir aku seperti fansmu begitu?" menutupi perasaanku yang sesungguhnya.
"Jadi kalau aku macam-macam kau akan baik-baik saja?"
Apa maksudnya itu? Apa dia sedang berusaha membuatku mengakui perasaanku secara tidak langsung. YA!!! Wajahku bisa berubah semerah tomat jika aku melakukannya dan dia pasti bahagia sekali bisa mengolok-olokku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Emmergency Encountered (Completed)
RomansaHujan itu sering dikaitkan dengan hal- hal romantis tentang cinta, jatuh cinta, kenangan cinta dan ribuan cerita lainnya. sedih atau bahagia rasa itu seakan bertambah seribu kali lipat saat hujan. kenapa? sebenarnya aku juga tak tahu, hanya begitula...