Thirty Nine◾Sisi Lain

11.9K 648 32
                                    

Author POV

"Alenn.. Lihat deh. Cincin ini bagus kan? Gue suka banget deh lihat cincin ini di jari manis gue. Jadi kaya orang dewasa gimana gitu." Ucap Chaca yang memamerkan cincinnya kepada Alen malam itu.

Alen memegang sedikit jari-jari lentik tangan Chaca. "Iya bener. Lo cocok pake cincin itu."

"Nah bener kan apa kata gue. Ini cincin pasti mahal banget kan." Ucap Chaca.

"Bagus dan mahal." Singkat Alen dengan senyum tulus di wajahnya. "Tapi, gua jadi inget sesuatu saat lihat cincin di jari lo itu. Gua seperti pernah ngerasain ini dua kali. Tapi gua lupa."

"Emang ngrasain apa?" Pertanyaan Chaca dengan mengernyitkan dahi.

"Ya ada lah pasti. Intinya gue kayak pernah lihat yang begituan tapi lupa dimana. Apa mungkin gue cuma d'javu ya." Ucap Alen dengan nada tenangnya.

Tiba-tiba wajah Alen dengan refleks menoleh ke arah pintu kaca yang berjajar tepat di sebelah kiri mereka berdua.

"Kenapa?" Tanya Chaca yang refleks juga saat melihat Alen menoleh. Alen seperti melihat dan berpikir tentang sesuatu.

"Nggak ada apa-apa. Gua cuma lagi parno aja mungkin. Suasananya jadi beda aja." Ucap Alen yang terlihat mulai berkeringat dingin. Kenapa?

"Beda gimana sih? Eh gue gamau terlalu kepo juga sih. Hehe. Yaudah kalo gitu. Lo gak pesen makan?" Tanya Chaca yang mulai takut melihat Alen.

"Nggak. Gua pulang. Gapapa kan lo nunggu seseorang itu di sini sendiri? Tiba-tiba gua gak enak badan." Jelas Alen yang mulai berdiri dari tempat duduknya.

Chaca mengangguk. "Okelah. Gue gak papa kok. Lo hati-hati di jalan. Udah malem."

Alen mengangguk dan beranjak pergi. Entah mengapa tiba-tiba pikiran pria ini terasa begitu penuh dan seperti tidak ada ruang lagi untuk pria ini berpikir.

"Tenang. Tenang." Ucap Alen sejenak sebelum memasuki mobilnya. Alen menghembuskan nafasnya kasar. "Gua kenapa sih sebenernya. Kok gua jadi bingung gini."

Kepala Alen mendadak menjadi pusing. Pikirannya hanya memusat pada satu benda itu. Cincin Chaca.

Kepala Alen tiba-tiba terasa sangat berat. Pusing yang sangat berat. Tanpa sadar, Alen menancap gas mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Aarrghh. Gua kenapa." Alen merintih dan berteriak di dalam mobilnya.

Tin tin tin tin tin.

Jalanan Kota Jakarta menjadi sangat ramai berkat Alen yang menyetir mobilnya secara awur-awuran.

"Kenapa dengan cincin. Kenapa dengan cincin. Ada apa cincin!" Geram Alen dan merutuki dirinya sendiri.

Hingga tubuhnya lemas. Berkeringat. Seperti mabuk kepayang. Seperti mabuk berat. Padahal tenggorokan Alen sama sekali tidak menenggak alkohol atau wine malam ini.

Hingga sampai beberapa pelayannya membantu pria ini untuk bisa mencapai kamar pribadinya yang bisa disebut cukup luas dan dingin suasananya.

Alen dibopong dan ditidurkan di atas tempat tidurnya yang empuk. Semua pelayannya mengira bahwa Tuannya ini baru saja mabuk. Tetapi, sama sekali Alen tidak berbau alkohol.

Setelah menidurkan Alen yang sebenarnya sadar itu, kedua pelayan itu pergi dan menutup pintu kamar Alen.

Alen hanya meringkukkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya. Merasa sangat pusing sangat tidak mengenakkan menurutnya. Apalagi dengan cara yang tiba-tiba seperti itu.

Ngggggggiiiiiiiinnnnngggggggg.

Dengingan suara yang entah darimana. Sekarang sedang memenuhi telinga pria ini.

Silhouette [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang