Forty Four◾Tak Terduga

13.2K 679 55
                                    

Author POV

Dua bulan berlalu. Semenjak Alen pergi ke Germany dan menemui kekasihnya yang sedang berpelukan dengan James, temannya.

Tidak, bukan di sisi Alen. Tetapi di sisi Oliv yang masih tidak bisa menerima semuanya. Gadis yang belum bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang sudah di alamatkan Tuhan kepadanya.

Menganggap semua kenyataan itu hanya sebagai kepiluan. Menganggap semua sifat pria yang notabene adalah kekasihnya itu hanya sebagai siluet.

Siluet yang terkadang sadar untuk membuatnya bahagia, dan siluet yang terkadang membuat gadis itu lemah terkulai dan tak berkutik.

First kiss dari siluet yang benar-benar membuat gadis itu sudah berpikir amat jauh.

Membayangkan hal yang berada di luar angan dan fantasi.

Salah satunya adalah membayangkan bahwa kedua umat ini akan berjodoh suatu hari nanti.

Begitu sakit mengingat apapun yang penuh dengan cinta. Penuh dengan kasih sayang yang diberikan oleh siluet itu. Siluet-siluet yang kelabu.

Setelah sadar semua itu hanya sebuah angan. Angan yang jauh tiba-tiba terhempas. Angin-angin ribut yang memenuhi suasana padang gurun yang amat panas. Sepanas hati kekasih siluet itu.

Seseorang yang sama sekali tidak memiliki celah untuk melihat pribadi yang ada di dalamnya.

Seseorang yang paling tidak bisa dimengerti.

Seseorang yang paling tidak bisa dibedakan.

Mana sifatnya atau mana siluetnya.

*
Pukul 11.12 waktu Germany.

Matahari itu benar-benar sangat terik. Membayangkan hidup di sana saat musim panas di sana, benar-benar lebih panas dari suhu-suhu biasanya.

Angin-angin yang berhembus di tempat tertentu, membuat sebagian orang lebih memilih menetap di apartemen mereka.

Tetapi, berbeda dengan Oliv dan Jane. Mereka berdua asyik bercengkrama di bawah pohon taman yang cukup sepi hari ini.

Oliv hanya memakai T-shirt berwarna blue dan memakai celana yang sangat dan benar-benar short. Sedangkan, Jane memakai T-shirt berwarna orange dan memakai celana yang hampir sama dengan milik Oliv.

Jane bercerita banyak tentang hari-harinya saat pulang ke Inggris menemui ayahnya. Mendengar semua cerita Jane, membuat Oliv sangat merindukan Papa Brandon. Sangat. Sangat ingin memeluk dan menangis di dada bidang ayahnya yang sangat pengertian. Namun, apa daya. Mungkin untuk hari ini Oliv belum bisa menemui Papanya, tetapi nanti, atau entah kapan. Pasti. Papa Brandon memang sangat sibuk demi perkembangan perusahaan yang akan diteruskan Oliv di masa depan.

Selain Jane bercerita, Jane juga membelikan beberapa sovenir dari Inggris untuk Oliv. Ternyata Jane, orang yang sangat baik. Sangat jauh dari ekspektasi Oliv. Oliv selalu berusaha menjaga perasaan Jane selama ini. Membuat Jane marah, sama saja masuk ke dalam kandang singa yang dibangunnya sendiri.

"Oliv, selain itu. Gue juga lagi ada kabar baik. Gue bahagia banget." Lanjut Jane. Oliv masih sangat setia mendengarkan dan menanggapi apapun yang diceritakan Jane kepadanya.

"I have a boyfriend!" Jane mengucapkan semua ini dengan nada yang amat riang.

"Wohoo. Jane???? So fantastic!" Oliv segera memeluk Jane. "Gue turut bahagia buat lo, Jane. By the way, dia anak universitas Germany juga?"

"Bukan kok, Liv. Kepo yaa." Jane menuding Oliv dan sedikit menertawainya.

Oliv mengerucutkan bibir. "Ih. Gue nanya beneran, Jane."

Silhouette [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang