Forty Three◾Germany

13.5K 722 29
                                    

Author POV

Semenjak kejadian malam promnite itu, tentu saja Alen masih sangat merasa bingung, di sisi lain ia sangat tak enak hati.

Hatinya sudah sangat lama menahan rindu kepada Oliv. Ingin sekali pria itu menemui Oliv dan memeluknya begitu erat.

Berani atau tidak. Memang itulah resiko satu-satunya yang harus dihadapi oleh Alen ketika ia akan menemui Oliv.

Alen sebenarnya bisa melakukan hal ini sejak dulu, tetapi pria itu masih terlalu dalam tenggelam dalam jurang yang amat gelap. Jurang yang amat menakutkan.

Hingga hari ini.

*

Germany, pukul 09.11 pagi.

Oliv yang sedang duduk di bangku panjang menghadap sebuah aliran sungai panjang yang sangat bersih dan indah.

Oliv yang memakai jaket tebal berwarna merah muda itu hanya sekedar duduk diam dan melipat kedua tangannya meringkuk tubuhnya.

Entah apa yang dipikirkan gadis ini. Mungkin saja tentang sebuah kepiluannya selama setahun ini.

Gadis ini benar-benar menahan semuanya sendirian. Hanya bukti kelopak matanya yang senantiasa menahan air matanya yang selalu antri untuk berlinang.

Untuk sejenak, Oliv terlihat memejamkan mata dan menghembuskan nafas dengan lembut.

"Hey, girl. What are u doing here?" Sapa seseorang yang membuat Oliv terkejut.

"Oh. Hey James. I just. Mm.. No.. No. Nothing James." Sapa Oliv balik.

Ya, James adalah pria yang selalu senantiasa menghibur Oliv. Satu kelas dengan Oliv. Anak pengusaha kaya juga. Pengusaha kaya dari Korea. Ibu James juga dari Indonesia. Seperti Mama Oliv.

"Haha. Kok jawaban lo gak santai gitu Liv?" Tentu saja James bisa berbahasa Indonesia. Sejak umurnya 4 tahun sampai 11 tahun, James tinggal dengan ibunya di Indonesia. Dan akhirnya, James meneruskan sekolah di Germany.

"Gue santai kok, James. Gue cuma lagi badmood doang mungkin. Hehe." Ucap Oliv dengan menunjukkan senyum palsunya.

"Hey, ada yang ngganjel di pikiran lo ya, Liv? Cerita. Gua kan udah lama sama lo, tapi lo gak pernah buka satu cerita pun ke gua." Pancing James. James memang orang yang sangat care dengan Oliv. Lebih care daripada James dengan teman-teman yang lain.

"Nothing James. Gue cuma lagi badmood. Peace." Balas Oliv dengan tanda isyarat dua jari di tangannya yang ditunjukkan kepada James.

James tersenyum. "Gua gak percaya. Haha."

"Trust me, James. Trust me." Ucap Oliv meyakinkan James.

"Valentino lagi?" Jelas James yang begitu singkat.

"Hm. Maybe. Tapi gue nggak apa-apa sumpah. Gue kalau lagi keinget juga suka diem gini kok."

"Kayaknya dia sulit banget gitu ya pergi dari hidup lo, Liv?"

"Mm.. Gue juga gak ngerti James. Gue ngerasa masih kecewa aja sama dia. Tapi, gue gak tau kenapa rasa kecewa ini gak bisa bikin gue benci sama Alen." Jelas Oliv.

"Lalu sekarang? Lo masih komunikasi sama Alen?" Pertanyaan James benar-benar membuat Oliv sedikit nyesek.

"Mm. Communication? Everyday James. In my dreams. Haha." Jawab Oliv yang masih menyembunyikan kesedihannya.

Pria berhidung mancung dan kulitnya begitu putih ini, masih tidak yakin jika gadis yang sedang duduk di sampingnya ini, sudah tidak memikirkan Alen lagi. Gadis ini terlihat sangat galau.

Silhouette [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang