"Kamu keliatan capek jadi aku bawain minum"
-Guntur-
Alarm sengaja aku nyalakan. Pukul 03.00 WIB aku bangun. Shalat tahajud. Mendekatkan diri kepada sang maha pencipta akan berakibat positif menurutku. Aku lebih bisa leluasa pada saat-saat seperti ini. Kupuji namaNya, kemudian aku menangis. Aku tidak tahu aku lebih sensitif ketika berhadapan dengan Tuhanku. Aku takut. Aku ingin selalu dekat dengannya.
Suara dzikirku semakin lama semakin cepat. Saat berdzikir, tubuhku serasa melayang. Air mataku jatuh satu persatu. Lambatlah dzikirku kemudian berhentilah aku. Hatiku serasa bersih. Lega rasanya.
"Allahuakbar" "Allahuakbar "
Suara azan subuh sudah dikumadangkan.Berdirilah aku.
Aku shalat subuh.
Selesai shalat aku langsung mandi. Berpakaian kebaya yang sudah disediakan oleh ibuku. Ibuku memang pengertian. Pukul 06.00 WIB kata Jaya aku harus sudah ada di sekolah. Jadi aku berangkat sekitar pukul 05.20 WIB ke sekolah.
Aku diantar ayah. Ayah khawatir kejadian kemarin malam terulang kembali. Jadi aku harus menurut dan diantar ayah.
Ayah mengantarku sampai di depan gerbang. Aku menyalaminya. Dia juga berpesan agar aku tidak lupa makan dan jangan terlalu kecapean. Aku menunduk. Kemudian ayah berlalu dari hadapanku. Aku langsung masuk. Pengurus OSIS sudah terlihat, ada yang menyapu halaman, mengepel, mencuci piring, membereskan bangku-bangku untuk tamu dan aku ke tempat konsumsi. Tidak lupa, kami saling bertegur sapa sesama rekan kerja. Aku senang saat menjalani tugas seperti ini. Walaupun mereka susah untuk tersenyum, namun masih menyempatkan tersenyum. Senyum ketika sedang bekerja itu menurutku bisa menyembuhkan rasa lelah. Itu terbukti.
Acara di mulai pukul 08.00 WIB.
Saat aku sedang melipat kardus bersama rekan kerjaku. Budi datang. Budi, salah satu pengurus OSIS.
"Din di suruh ke kantor sama pak Gurda" ucapnya.
"Mau apa?"
"Gatau samperin aja"
Aku keluar dari ruang konsumsi, setengah berlari aku menghampiri pak Gurda di kantor.
Sesampainya di kantor. Aku bisa langsung melihat pak Gurda. Dia sedang duduk di ruang tamu.
"Bapak memanggil saya?" tanyaku
"Dini ya?"
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu pak?"
"Saya minta tolong ke kamu, tolong ambilkan sepatu saya di rumah"
Aku terkejut. Aku kira mau apa. Dasar.
"Maaf pak, saya belum tau rumah bapak"
"Rumah saya dekat. Di dekat tukang baso di depan sekolah" pintanya padaku
"Maaf ya. Soalnya saya sedang membereskan file-file jadi minta tolong ke kamu" Tambahnya lagi.
"Oh gitu ya. Okedeh pak"
Aku keluar dari kantor. Rencananya aku mau minta antar ke Sinta. Sinta pengurus OSIS. Dia temanku. Tapi nampaknya pengurus OSIS semuanya sedang sibuk. Aku izin ke rekan kerjaku di ruang konsumsi. Aku tidak enak sebenarnya meninggalkan tugas. Tapi ya aku sudah diperintah.
Aku berjalan. Aku lihat siswa kelas 12 sudah pada datang. Sesampainya di dekat tukang baso aku melihat istrinya pak Gurda sedang menyapu halaman. Itu pasti rumahnya. Aku menghampiri rumah tersebut. Rumahnya cukup besar. Banyak tumbuhan-tumbuhan di depannya.
"Assallamualaikum" salamku
"Waalaikumsalam, mau ngambil sepatu ya?"
Rupanya pak Gurda sudah menghubungi istrinya terlebih dahulu. Baguslah, jadi aku tidak harus menjelaskan kedatanganku."Iya bu" Jawabku
"Ayo sini masuk, duduk. Ibu mau ngambil sepatunya dulu""Iya bu"
Aku menurut. Aku duduk di depan rumahnya. Aku suka gaya rumah pak Gurda. Terlihat simple tapi mewah. Bagus.
Aku melihat Guntur. Dia juga melihatku. Astaga ini. Aku menelan ludah. Guntur menghampiriku. Mengapa aku mendadak tidak bisa bergerak seperti ini.
Langkahnya semakin dekat.
Jantungku berdebar tak karuan. Aku tidak tahu ada apa dengan aku. Rupanya gara-gara kemarin malam pria itu menolongku, aku jadi aneh. Astaga kemarin malam dia kan sepat mengatakan kalau besok dia akan menangih.Dia dekat. Kemudian menatapku. Tenggorokanku serasa kering. Ludahku tidak bisa aku telan lagi. Bagaimana ini.
Dia masih memakai baju kemarin malam. Rambutnya acak-acakan. Baru bangun sepertinya.
"Hai?" Sapanya
Aku hanya tersenyum membalasnya."Sedang apa? Mau jemput aku sekolah bukan?"
Dia cekikikan. Senyumnya menusuk hatiku."GR" Balasku singkat
Tuhan. Si ibu lama sekali mengambil sepatu."Bayarannya aku minta ditelaktir sama kamu"
Ucapnya.
Rupanya benar dia menagih.Aku belum sempat menjawab si Ibu sudah datang dengan plastik hitam berisi sepatu.
"Hayo, digodaiin Guntur ya?"
Ibu sedikit tertawa dalam pertanyaannya. Aku malu. Guntur langsung masuk ke dalam tanpa menjawab pertanyaannya."Ngga ko bu. Hehe" Jawabku.
Aku pamit dan langsung ke sekolah. Setengah berlari. Sampai di gerbang aku melihat orangtua siswa kelas 12 sudah mulai berdatangan. Aku ke kantor. Banyak manusia di dalam. Pak Gurda ada di ruangan kepala sekolah. Aku malu sebenarnya, untungnya pak Gurda melihatku. Jadi aku tidak susah payah masuk ke dalam. Dia menghampiriku.
"Makasih ya"
"Iya pak sama-sama"
Dia berlalu, masuk kembali. Aku langsung berlari ke ruang konsumsi. Aku lihat pekerjaan sudah beres. Aku semakin tidak enak kepada rekanku.
Acara upacara adat sedang berlangsung. Aku putuskan aku ingin beristirahat sebentar. Aku masuk ke ruangan konsumsi. Aku diam di sana sendiri. Ku baringkan punggungku yang terasa mau retak. Kupejamkan mataku sebentar. Nikmat rasanya.
Beberapa menit kemudian pintu ruangan ada yang mengetuk. Aku langsung bangun. Aku takut pengurus OSIS yang lain melihatku. Kalau sampai ketahuan. Habislah aku dievaluasi mereka.
Aku bangun kemudian membuka pintu itu. Sebelumnya aku kunci dari dalam. Saatku buka. Aku kaget. Dia Guntur. Mau apa dia.
"Nih" dia membawa sebotol minuman
"Buat siapa?" aku tidak mau GR.
"Kamu"
Dia tersenyum."Dalam rangka apa?" tanyaku. Aku curiga.
"Kamu keliatan capek, jadi aku bawain minum"
Bicaranya manis sekali. Tapi aku tidak mudah ditipu."Makasih deh ya"
Kuambil minumannya. Dia kembali. Aku tidak tahu dia mau kemana. Dia memakai seragam. Tapi bajunya dikeluarkan.Aku masih menatap langkahnya. Aku curiga. Ku lihat minuman darinya. Apa sebenarnya yang dia rencanakan.
Kusimpan minuman itu di atas meja. Aku duduk. Mataku menjelajah minuman itu.
Seseorang datang, kukira Guntur lagi, ternyata Pipah.
"Ini punya siapa Din?"
Tanyanya sambil melihat minuman yang di atas meja."Punya aku. Kamu mau? Ambil aja"
"Serius?"
"Iya ambil aja"
Pipah langsung mengambilnya kemudian meminumnya. Sempat terpikir. Kalau minuman itu sampai ada racunnya. Masa iya Guntur tega meracuniku. Untuk pria kriminal seperti dia, kenapa tidak. Minuman itu sudah habis di minum Pipah. Baiklah aku tidak peduli.
Pipahlah yang meminum, diracuni atau tidak itu urusan dia dan Pipah.

KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR [Completed]
Teen FictionCoba tanyakan pada hatimu. Kamu mencintainya atau hanya mengagumi? [Cerita telah selesai]