Bab 12 ( Part #1 )

1.6K 89 0
                                        

Tepat pukul 14.35 WIB bel petanda pulang sudah dinyalakan, semua siswa-siswi keluar dari ruangan.
Aku sedari tadi memerhatikan jam dinding yang bergerak dari angka satu kemudian kembali ke angka satu lagi, waktu bergerak dan kehidupan semakin mengembang.

Aku berjalan menyusuri koridor setengah malas, aku takut bertemu Guntur, soalnya dia tadi menyuruhku untuk pulang dengannya.

Aku tidak mau pulang bersama Guntur, aku malu. Sejak aku berhubungan dengan Guntur semua orang yang aku lewati sering menatapku sinis apalagi teman-teman Anita yang notabenya grup hits di sekolahku. Aku risih ditatap seperti itu, aku tidak suka dan aku tidak terbiasa dengan kondisi seperti itu.

Aku melangkahkan kakiku dengan cepat, aku melihat Guntur di depan gerbang. Aku harus bagaimana Tuhan.

"Hey!"

Seseorang menepuk pundakku dari arah belakang, aku kaget sekali.

"Ih ngagetin aja" Bentakku pada Vani.

"Lu ngapain di sini? Lagi main petak umpet?" Cibir Vani

"Lagi.. hmmm.. lagi.. lagi meneliti daun, iya iya lagi neliti daun" Aku menyodorkan daun yang ada di depanku yang menjadi tempat persembunyianku dari Guntur.

Vani nampak berpikir, matanya kemudian mengarah pada Guntur. 'Mampus!' Batinku.

Dia mangut-mangut kemudian tersenyum ke arahku.

"Oh ada Guntur ya?"

"Ngga" Jawabku singkat

"Terus ngapain ngumpet di sini?" Vani terus saja mengintrogasiku, dia menyebalkan hari ini.

"Aku duluan" Ucapku yang langsung meninggalkan Vani, aku takut dia bertanya macam-macam lagi.

Tenggorokanku terasa kering, Guntur di depan gerbang, bagaimana aku mau lewat sedangkan dia berdiri di sana.

Aku melanjutkan perjalanan dengan wajah yang aku tutupi dengan kerudung rabbaniku.

'Aku harap Guntur ngga ngeliat'

Guntur masih sibuk dengan ponselnya, ini kesempatan yang bagus untuk aku melwatinya, aku terus saja berjalan dengan langkah yang panjang.

'Alhamdulillah'

Aku berhasil.

"Mau coba kabur?"

Suara yang tidak asing lagi menghentikan langkahku. Itu Guntur, aku mendengus kesal.

Aku membalikan tubuhku kemudian menatap Guntur.

"Aku mau pulang sendiri"

"Kalo aku mau nganterin kamu pulang gimana?"

"Aku ngga mau"

"Aku paksa"

"Ayo" tambahnya

Dia menarik tanganku dan membawaku ke parkiran, dia mengambil motornya. Sebelumnya Guntur mengambil helmnya kemudian dipakainya, motornya mengingatkanku kepada 'Roman' ah andai film itu masih tayang. Seandainya dan hanya seandainya.

Mau tidak mau aku menaiki motor Guntur, aku bisa melihat wanita-wanita yang melihatku berdecak kesal.

Aku menundukan kepalaku, aku takut dan juga malu.

'Itu kan Doni?'

Doni menatapku yang sedang dibonceng Guntur, bola mataku melebar aku takut.

Di tengah perjalanan aku terus-menerus memperbaiki posisi dudukku yang tidak nyaman. Guntur hanya terkekeh pelan saat melihatku di kaca spion motornya.

"Din, kamu pacar aku kan?"

Aku membulatkan mataku, apa sebenarnya yang dia katakan. Dia membuatku bingung, bukankah dia sendiri yang memaksa aku untuk menjadi pacarnya, aku makhluk tidak berdaya bisa apa selain ikhlas, mengapa ia terus-menerus menanyakan soal itu. Serba salah memang, kalau aku jawab 'iya' takutnya dia cuman bercanda, kalau 'bukan' aku takut dia marah, makhluk seperti Guntur jika amarahnya meluap hanya akan merugikan dirinya sendiri dan yang pasti aku juga bakalan kena imbasnya.

"Menurut kamu?" Tanyaku ragu

"Iya"

Aku mendengus kesal, aku tidak mau membalas obrolannya.

Dia terkekeh melihatku.

"Makan dulu yu"

"Eh"

Dia memasuki gang yang aku tidak ketahui arahnya, kemudian aku melihat kafe yang aku baru tahu di daerah sekitar sekolahku ada kafe.

Guntur memarkirkan motornya, tanpa pikir panjang aku langsung turun dari motornya, tanpa diintruksikan oleh Guntur terlebih dahulu. Aku tidak peduli.

"Aku mau pulang, katanya mau nganterin ko mampir dulu ke sini sih"

"Kalo perut laper ya gimana lagi, motor aja gajalan kalo gaada bensin, aku juga gitu" Jawab Guntur sambil menaruh helm ke atas motornya.

"Yauda yu"

Aku menunduk, menuruti perintah darinya. Biarkan semuanya terserah dia.

Kami duduk di meja dekat kaca jendela, aku begitu kagum dengan dekorasi kafe ini, semua dibalut dengan warna-warni yang menggairahkan mata, ada backgroud untuk berfoto juga, aku kagum dan merasa senang berada di tempat yang semenarik ini. Guntur langsung memanggil pelayan untuk memesan.

"Pesen ramen level 5 sama orange jus" Ucap Guntur pada pelayan.

"Kamu pesen apa?" Tambahnya padaku

"Hm, di sini ada apa aja?"

"Banyak, sok sebut aja"

"Aku mau pisang bakar"

"Apa? Pisang bakar" Guntur tertawa. Aku tidak tahu mengapa ia tertawa perasaan tidak ada yang lucu, aku memang suka sekali dengan pisang bakar, setiap ayah pulang kerja ayah sering membawa pisang bakar jadi aku selalu ketagihan dan suka sekali pada makanan tersebut.

"Iya, kenapa ketawa?"

"Ngga, minumnya mau apa?" Tanyanya masih dalam keadaan tertawa, aku hanya mendengus kesal.

"Terserah"

"Dih ngambek"

"Ngga"

"Yauda maaf"
Guntur masih dalam tertawa, pelayan yang ada di antara kami juga ikut tertawa menertawakan aku sepertinya. Aku mendelik kesal.

"Minumannya orange jus aja biar samaan" ucap Guntur pada pelayan.

Pelayan berlalu dari hadapan kami, aku menunduk, Guntur menatapku.

"Jangan liatin aku kaya gitu, zinah!"

Dia terkekeh.

"Iya. Hahaha"

"Guntur" ucapku

"Iya?"

"Kamu kenapa ribut sama Doni?"
Karena pertanyaan itu masih menghantui isi kepalaku. Aku bertanya untuk kedua kalinya aku harap Guntur menjawab dengan sejujur-jujurnya.

"Ko nanya itu lagi?"

"Penasaran" Jawabku singkat

Aku menatapnya. Deguk jantung menghiasi dadaku.

"Kenapa?" Tanyaku, suaraku merendah, tanganku aku kebawahkan , aku takut Guntur melihatku bergetar.

Dia berpikir, kemudian menatapku.

"Masalah cewe"

"Ada hubungannya dengan aku?" Tanyaku, suasana semakin tegang, aku merasa kaku sekali.

"Iya"

Aku menunduk, sudah aku duga. Rasanya ingin sekali menangis, aku penyebabnya, aku biang masalah dari mereka, aku yang salah. Semua ini gara-gara aku.

GUNTUR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang