Bab 16 ( Part #1 )

1.3K 69 1
                                        

     Pagi ini matahari menampakan wajah yang ceria, akhirnya aku sekarang memasuki akhir tahun di sekolah. Banyak perubahan yang aku alami, keadaanku kembali ceria dengan sahabat-sahabat yang merangkulku, hidup harus dijalani bukan?

    Di kelas 12 ini Anggi dan Sifa pacaran, seperti apa yang sudah Anggi rencanakan padaku pas kelas 11 semester 2. Awalnya aku tidak percaya, tapi Anggi benar-benar menyatakan cintanya langsung di depan kelas. Sungguh sesuatu pemandangan yang membuat bergemuruh seisi sekolah, lucu juga melihat Anita marah-marah tidak jelas saat Sifa menerima cintanya Anggi.

     Kak Fathur lulus dengan nilai yang memuaskan, dia keterima di Universitas Indonesia dengan jurusan kedokteran. Aku juga sempat bingung, kak Fathur kan ahli fisika kenapa milih kedokteran? Kak Fathur hanya menjawabnya santai "Biar bisa kaya kamu pas di sekolah suka nolong orang" Aku semakin dekat dengan kak Fathur, meskipun tidak sampai pacaran, hanya berkomitmen dan saling menjaga satu sama lain.

    Aku bukan lagi pengurus OSIS dan bukan pula wakil ketua PMR, kegiatan organisasiku di sekolah sudah mulai lengser satu persatu, awalnya aku sempat merasa aneh karena selalu pulang tepat waktu ke rumah dan merasa tidak sibuk.

"Din, aku liat pak Gurda tadi di kantor" kata Vani, dia habis dari kantor dan langsung menemuiku. Semenjak kepergian pak Gurda selama 6 bulan, dia tidak lagi menampakan wajahnya di sekolahku.

"Terus?"

"Dia nanyain kamu"

"Oya?"

"Iya, cepet gih ke sana"

Aku mengembuskan napasku, kemudian membangkitkan tubuhku menuju kantor.

Jangan sampai aku menuliskan namanya di bab ini

"Assallamualaikum pak"

"Eh Dini, sini duduk"

Aku mengangguk.

"Ada apa pak?"

"Nih" Pak Gurda menyodorkan buku catatan kepadaku. Aku menatapnya heran.

"Ini punya Guntur" katanya lagi

Aku membulatkan mataku lebar-lebar.

"Guntur?"

"Guntur nyuruh bapak ngasih buku ini buat kamu"

Aku menatapnya lekat-lekat.

"Dini gamau lagi berurusan sama dia pak"

"Dini benci sama Guntur?"

Aku diam, rasanya perih mengingat apa yang sudah dia lakukan padaku.

"Dini cuman belum bisa nerima apa yang udah dia lakuin ke Dini pak"

Pak Gurda menuduk, dia nampak sedih.

"Maafin Dini pak, tapi Dini udah maafin dia ko pak, tenang aja" kataku tersenyum.

Pak Gurda kemudian menatapku, matanya dipenuhi dengan air yang dibendung, sedetik kemudian air itu tumpah.

"Bapak nangis?" Tanyaku heran

"Bapak cuman minta sama Dini terima ini" pak Gurda kembali menyodorkan buku catatan milik anaknya itu.

Aku menyipitkan mataku, kenapa pak Gurda sampai menangis hanya karena aku tidak mau menerima buku catatan milik anaknya.

"Yauda pak, bapak jangan nangis. Hehe Dini terima ya bukunya" kataku tersenyum.

Pak Gurda membalas senyumku.

     Bel pertanda masuk pelajaran sudah dibunyikan, aku langsung pamit ke pak Gurda dan kembali ke kelas dengan membawa buku catatan yang pak Gurda berikan.

GUNTUR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang