"Aku harap kamu jangan gangguin aku lagi"
-Guntur-
Acara perpisahan kelas 12 sudah selesai, di akhiri dengan pementasan drama persembahan dari perwakilan kelas 12 IPA dan IPS. Semua berjalan dengan sangat lancar dan menghibur.
Aku duduk di depan kantor, menjelajahi setiap sudut lapangan sekolah, semuanya dipenuhi dengan sampah. Membuat mataku perih saja. Kadang aku mikir 'siapa yang nyampah dan siapa yang buang sampah' kalau aku tidak terikat janji pas pelantikan OSIS aku malas seperti ini. Kembali lagi aku punya tanggung jawab dan itu berat.
Manusia masih berlalu-lalang, sedangkan acara sudah selesai. Aku sibuk dengan lamunanku, tidak sadar jika ada seseorang yang memanggil.
"Din, woy. Jaya manggil kamu noh"
Aku kaget, untuk kedua kalinya Pipah mengagetkanku.
Kulihat Jaya sedang melambaikan tangannya, pemberitahuan kalau aku harus ke sana. Dia di dekat panggung.
Aku menghampirinya.
"Ada apa?" Tanyaku
"Ada yang nyariin kamu"
"Siapa?"
"Guntur"
"Guntur siapa?" tanyaku seolah aku tidak mengenalnya.
"Guntur yang anaknya pak Gurda, kamu boleh pulang duluan"
"Hah?"
"Yaudah sana udah ditungguin tuh di gerbang sekolah"
Guntur? Bukankah nama manusia itu banyak, tapi mengapa harus Guntur?
Aku harus senang atau sedih. aku tidak mau berurusan lagi dengan dia. dia selalu membuatku berada di dalam jurang ketidaknyamanan."Hm, gimana ya. Aku gabisa ninggalin kalian, aku juga punya tanggung jawab di sini, masa aku pulang duluan"
Bohong! Sebenarnya aku hanya takut, tapi jujur aku ingin pulang, tapi tidak dengan Guntur mending aku di sini saja dari pada harus berhadapan dengan dia. Kalau disandingan antara aku harus melihat Guntur atau Asih yang menjadi setan di film 'Danur' ya aku mending tidak melihat keduanya. Lagian tidak penting juga.
"Untuk hari ini aku ngijinin kamu pulang, soal pengurus OSIS yang lain nanti aku yang omongin"
Jaya aneh!
"Aku gak mau jadi orang yang ngga bertanggung jawab Jay"
Suaraku meninggi. Aku sedikit kesal, ada apa dengan dia. Dia tidak bisa seenaknya seperti ini, aku tahu dia atasanku, tapi untuk sekarang aku ingin melawan.
"Din, ini perintah. Aku harap kamu ngerti!"
"Tapi perintah kamu tidak masuk akal. Aneh!"
Dia terkekeh melihatku bernada tinggi. Jika dalam demokrasi masyarakat harus memilih presiden tanpa tahu lebih dalam dia seperti apa. Salahlah dia.
Pemikiranku tentang Jaya salah selama ini, jabatan telah merusak hatinya. Rasanya ingin sekali melempar almamater yang kupakai ini ke wajahnya dan mengatakan bahwa aku ingin keluar, tapi otakku malah mengingatkanku pada janji yang sudah terucap saat pelantikan.
"Woy cepetan sini"
Suara dari sebrang sana mengagetkanku dan Jaya. Dia Guntur."Tuh cepetan sana"
Aku kesal. Aku berlari meninggalkan Jaya, bukan untuk menghampiri Guntur tapi aku berlari untuk mengambil ransel ku yang disimpan di ruang OSIS. Pengurus OSIS yang lain menatapku dengan tatapan penuh tanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR [Completed]
Teen FictionCoba tanyakan pada hatimu. Kamu mencintainya atau hanya mengagumi? [Cerita telah selesai]