Bab 14 ( Part #4 )

1.3K 68 0
                                    

     Pagi ini kotaku sedang diguyur air hujan, karena ayah tidak ada jadi aku harus menaiki angkutan umum ke sekolah. Ayah pulang dua minggu sekali, sesekali aku merasa kesepian dan rindu pada Ayah.

Hujan begitu deras, membuatku tidak nyaman. Aku tife manusia yang tidak terlalu suka dengan hujan, mereka bikin basah dan merepotkan.

Aku menyipitkan mataku, sebuah mobil sedan berwarna hitam menghalau angkutan umum yang aku singgahi membuat semua penumpang ke arah depan bersamaan, karena direm dadakan.

Sebuah makian terlontar dari para mulut penumpang dan supir angkutan umum. Pemilik mobil itu keluar, tampak seorang pria yang memakai seragam SMA. Pemilik mobil yang memakai seragam SMA itu berjalan menghampiri kami dengan payung yang digenggamnya.

Bola mataku melebar, dia Guntur?!

Guntur berbicara dengan supir angkutan umum, aku penasaran sekali sebenarnya apa yang mereka omongkan. Air hujan menyamarkan suaranya, sehingga kami para penumpang tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

Guntur kemudian berjalan ke arah pintu angkutan umum. Semua penumpang membicarakan 'ada apa dan kenapa' aku hanya diam saja.

"Pacar ayo keluar" kata Guntur menatapku. Semua mata penumpang yang rata-rata segerombolan perempuan anak SMP tertuju padaku. Seolah mereka akan memakanku hidup-hidup. Aku kemudian tersenyum kuda.

"Ayo keluar" kata Guntur lagi.

Aku menurut, segudang pertanyaan seperti siap akan aku lontarkan pada pria nekad itu. Aku menatapnya sebal, Guntur malah tertawa.

Payung berwarna hitam milik Guntur yang aku beri nama 'payung kematian' saat pertama kali melihatnya telah menyelamatkan aku dari air hujan. Payung itu membawa aku dan Guntur, sesekali aku mengumpat saat menatapnya merangkul tubuhku karena takut air hujan mengenai tubuhku.

Aku kemudian masuk ke dalam mobilnya, sempat tidak percaya bahwa Guntur bisa menyetir.

"Guntur" aku memberanikan diri untuk memulai, karena sejak perjalanan tidak ada yang mau membuka obrolan.

"Iya?" Jawabnya, dia nampak serius dengan jalanan.

"Aku kaget"

"Iya"

"Masa kamu nekad gitu"

"Gapapa yang penting bisa berangkat bareng sama kamu" katanya sambil tersenyum, dan menatapku sekilas kemudian tatapannya kembali ke jalanan.

"Kita kan beda arah, lagian rumah aku sama kamu jauh banget dan lagi rumah kamu kan di depan sekolah, kenapa harus jemput coba" Jelasku sedikit kesal, karena merasa sudah merepotkan.

"Kan tadi aku udah bilang, yang penting aku bisa berangkat bareng sama kamu"

Bohong jika aku mengatakan biasa saja, terasa ada ribuan petasan yang dinyalakan di dalam hatiku.

"Kamu lomba kapan?"

"Lusa"

"Dimana lombanya?" Tanyanya lagi

"Di SMA 1 Bogor katanya"
"Kenapa emang?" Tambahku

"Mau aku anterin?"

"Ngga" jawabku singkat.

Guntur tertawa dan seperti yang sudah aku katakan sebelumnya suara tawanya meneduhkan hati.

"Guntur"

"Iya?"

"Kamu sama Jaya ada hubungan apa?" Tanyaku, tubuhku aku serongkan ke arah Guntur.

"Ga ada hubungan apa-apa ko" Jawabnya tersenyum, entah mengapa Guntur malah tersenyum.

GUNTUR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang